Akhir-akhir ini, cuaca semakin panas terik. Apalagi suhu udara di musim kemarau, sangat kering dan gersang. Bukan hanya siang hari, malam pun udara panas masih menyengat.
Dulu sering diingatkan kalau mandi malam itu kurang baik untuk kesehatan, karena bisa membuat tubuh masuk angin ataupun demam. Tapi sekarang, jika suhu sedang panas-panasnya, mandi malam malah jadi segar.
Sebaliknya ketika musim hujan, air turun deras menyirami bumi dan membuat suhu dingin sampai ke tulang. Udara sejuk dan lembab itu bisa bertahan hingga berhari-hari.
Ada yang terjadi dengan bumi? Cuaca semakin tidak bisa diprediksi. Musim hujan bisa berlangsung lama, demikian pula dengan musim kemarau. Jika di suatu daerah terjadi banjir akibat curah hujan berlebihan, sebaliknya di tempat lain ada kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan dan kesulitan air bersih.
Ada yang mulai berbeda dengan situasi bumi kita. Perubahan iklim telah terjadi, ditandai dengan suhu yang terus meningkat, seperti pada tahun 2020, yaitu kenaikan suhu bumi mencapai sekitar 1,2° Celcius. Peristiwa ini tercatat sebagai tahun dengan suhu udara tertinggi.
Data yang diperoleh dari IPCC (Intergovernmental Panel Climate Change) tahun 2007, menyebutkan akan terjadi kenaikan suhu antara tahun 2000 -2100 yang diprediksikan mencapai 2,1 - 3,9° Celcius.
Apa pengaruh kenaikan suhu pada bumi?
Apabila terjadi kenaikan suhu bumi mencapai 2° Celcius, maka diperkirakan gletser akan mencair. Hal ini akan menyebabkan air permukaan laut naik sampai 1 meter. Kenaikan air laut akan memicu banjir di daerah pesisir, termasuk pantai Indonesia.
Suhu yang terus meningkat juga membuat sebagian tanaman mati, karena tidak sanggup terus-menerus diterpa cuaca panas. Berkurangnya tanaman akan berdampak pada persediaan pangan mahluk hidup.
Bukan hanya pangan, persediaan air yang layak pakai juga akan menipis. Peningkatan debit air laut berpengaruh pada air bersih, karena air laut akan bercampur dengan air tawar. Diperkirakan dalam jangka waktu 85 tahun lagi, ada sepertiga dari daerah pemukiman di bumi yang akan mengalami krisis air bersih.
Selanjutnya, apabila terjadi lagi peningkatan suhu bumi di atas 2° Celcius, maka tanah akan semakin tandus dan tidak layak untuk dijadikan lahan pepohonan. Akibatnya, sebagian hutan paru-paru dunia akan punah karena cuaca panas ekstrem.
Hilangnya paru-paru bumi akan berpengaruh pada mahluk hidup. Manusia dan hewan semakin sulit memperoleh udara bersih, karena tumbuh-tumbuhan yang berfungsi menyerap karbon dioksida serta mengeluarkan oksigen, mulai banyak yang tak bertahan pada perubahan iklim ekstrem akibat pemanasan global.
Penyebab Pemanasan Global
Pemanasan global bermula dari kegiatan manusia yang berdampak pada meningkatnya efek rumah kaca di atmosfer bumi. Penyebabnya adalah penggunaan bahan bakar fosil untuk kendaraan, asap dari industri, boros penggunaan listrik, produksi batu bara, gas alam serta minyak, hingga sampah plastik dan penggunaan alat elektronik yang berlebihan.
Kegiatan-kegiatan di atas mengganggu fungsi gas-gas yang terdapat di lapisan atmosfer. Fungsi lapisan atmosfer ini adalah melindungi permukaan bumi dari paparan sinar ultraviolet matahari. Gas yang terdapat di sana, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO₂), metana (CH4), dan CFCs (chlorofluorocarbons/freon).
Dampak dari gangguan tersebut menyebabkan gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer bertambah. Gas ini akan menangkap cahaya panas, namun karena tidak bisa disalurkan kembali ke luar angkasa, panas itu akan kembali ke bumi. Akibatnya suhu di bumi terus bertambah.
Dampak Perubahan Iklim
Salah satu dampak perubahan iklim adalah fenomena El Nino dan La Nina, yang mempengaruhi musim kemarau dan hujan di Indonesia. Fenomena ini berdampak pada pola tanam petani, seperti pengelolaan lahan sawah.
El Nino bukan badai, tapi peristiwa pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah. Akibat dari fenomena ini, awan akan berkumpul di atas Samudera Pasifik Tengah, sehingga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Dampak positif El Nino adalah mencegah banjir dan longsor di daerah yang rentan bencana alam. Namun, akibat curah hujan rendah, maka akan terjadi kemarau panjang. Situasi ini menyebabkan kekeringan pada lahan pertanian dan mempengaruhi hasil panen.
Sebaliknya, La Nina terjadi ketika Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik tengah turun atau mendingin di bawah suhu normal. Fenomena ini mengurangi awan di Samudera Pasifik tengah, sehingga curah hujan meningkat di berbagai wilayah Indonesia.
Untuk daerah rentan banjir, curah hujan yang berkepanjangan akan menggenangi pemukiman penduduk hingga areal persawahan. Korban jiwa, kerugian harta benda, serta kegagalan panen adalah dampak dari peristiwa ini. Walaupun ada sawah yang lolos dari banjir, tapi tetap bisa gagal panen karena terkena penyakit musim hujan, seperti hama wereng serta hama keong.
Namun, ada dampak positif dari La Nina, yaitu kesuburan tanaman. Di daerah yang aman dari banjir dan longsor, curah hujan yang tinggi membuat hasil panen melimpah. Hujan mempermudah para petani untuk mengairi lahan mereka. Seperti api, hujan dapat jadi kawan dan lawan pada situasi berbeda.
Fenomena kemarau dan hujan berkepanjangan yang disebabkan oleh El Nino dan La Nina, membawa dampak pada lingkungan , yaitu :
1. Pengalihan lahan
Jika kemarau panjang dan cuaca panas, maka akan terjadi penurunan fungsi dari sumber air, yaitu irigasi. Pengairan yang menyusut bisa membuat perubahan dalam pertanian. Sawah-sawah yang membutuhkan banyak air, akan kesulitan ketika kemarau panjang tiba. Akibatnya, tidak sedikit areal persawahan kemudian berubah fungsi, misalnya menjadi tanaman sawit.
Daripada terus-menerus mengalami kekeringan, lahan persawahan itu diganti dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan. Pemiliknya tak perlu repot mencari pengairan karena pepohonan baru ini biasanya tidak membutuhkan banyak air.
Pengalihan fungsi ini sudah terjadi sejak lama, yaitu sekitar tahun 1981 - 1999. Saat itu, lahan sawah seluas 1.002.055 telah beralih fungsi, jauh lebih tinggi dibandingkan penambahan sawah yang hanya 518.224 ha. Kemudian mulai tahun 1999 -2002, terjadi lagi pengurangan lahan sawah seluas 107.482 ha. (Data dari Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian).
Kira-kira 100 tahun ke depan, berapa luas lagi lahan sawah yang tersisa?
2. Kebakaran Hutan
Ada kebakaran hutan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Tapi, masa kekeringan yang panjang juga bisa menimbulkan peristiwa ini. Lahan hutan yang terus berkurang akibat kebakaran, berdampak pada meningkatnya suhu bumi.
Hutan punya manfaat penting dalam perubahan iklim Gas karbon dioksida, yang menyebabkan peningkatan suhu, diserap oleh pohon dan tumbuhan lain, kemudian disimpan untuk proses fotosintesis. Dari proses ini, tanaman mengubah karbon dioksida menjadi oksigen yang kita hirup untuk bernafas.
Apabila hutan-hutan dibakar, maka karbon dioksida akan kembali lepas ke udara, serta mengganggu lapisan atmosfer dan menyebabkan suhu memanas. Jika terus dijaga, hutan mampu menyerap karbon dioksida hingga 2,6 miliar ton. Jumlah ini sudah mampu mengatasi sepertiga dari gas karbon dioksida yang berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor.
Bagaimana dengan hutan Indonesia?
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK), tanah air kita memiliki 94,1 juta hektar atau 50,1% dari total daratan pada tahun 2019. Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia, karena memiliki kawasan hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Republik Kongo.
Namun, setiap tahun sering terjadi kebakaran hutan di negara kita. Jika tidak ditanami kembali, maka jumlah hutan kita akan terus menurun. Berikut adalah data kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2016 - 2020 :
Sumber : Katadata.co.id
Hutan tidak hanya mencegah pemanasan global, tapi juga bisa mengatasi akibat dari perubahan iklim, yaitu banjir dan tanah longsor. Akar dari pepohonan yang kokoh mampu menyimpan air hujan, hingga tak menyebabkan banjir. Akar-akar tersebut juga mencegah erosi tanah dan longsor.
Selain untuk kesehatan bumi, menjaga kelestarian hutan berarti ikut memberi manfaat bagi kelangsungan banyak mahluk hidup, termasuk hewan yang berdiam di dalamnya. Berbagai ragam hewan berkembang biak di sana menambah keunikan alam kita.
Sayang kan, kalau setiap tahun ada saja kebakaran hutan yang terjadi.
3. Muncul berbagai penyakit
Perubahan cuaca yang tak menentu dari panas ke dingin, musim hujan hingga kemarau berkepanjangan, dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit.
Jika suhu meningkat, maka mungkin terjadi serangan heat stroke, yaitu tubuh akan kehilangan kendali untuk mengatur temperature. Orang yang terkena serangan ini umumnya berada di bawah udara panas terik dalam waktu lama. Banyak minum air putih adalah salah satu cara untuk menghindari heat stroke.
Saat terjadi musim hujan berkepanjangan, maka muncul kemungkinan wabah penyakit menular seperti, diare, tipus, kolera, hingga lepstopira. Air hujan yang menggenang adalah tempat yang tepat untuk menyalurkan berbagai bakteri penyakit.
Sementara jika terjadi kemarau berkepanjangan, ada penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA). Ketika matahari bersinar terik, udara panas memungkinkan debu-debu beterbangan dan terhirup, hingga menyebabkan nyeri tenggorokan.
Saat malam tiba bukan berarti resiko ISPA menghilang. Perbedaan suhu yang mencolok dengan siang hari, membuat udara jadi kering dan lembab. Situasi ini bisa menyebabkan iritas serta alergi pada hidung.
Walaupun ISPA terdengar seperti penyakit ringan dan bisa sembuh sendiri, tapi jika dibiarkan tanpa pengobatan memadai, maka dapat meningkat menjadi penyakit berat, seperti pneunomia.
Udara panas yang terjadi akan meningkatkan resiko terjadi ISPA. Melihat data yang dikeluarkan oleh kemenkes tahun 2011, tercatat penderita ISPA di Indonesia mencapai 18.790.481 orang, dengan 756.577 mengalami pneunomia. Diperkirakan ada sekitar 18 juta orang atau 5 - 6 % dari populasi terserang penyakit ini setiap tahun.
Dampak Perubahan Iklim pada Mahluk Hidup dan Cara Sederhana untuk Ikut Mengatasinya
Perubahan iklim akibat pemanasan global sudah terjadi. Diprediksikan suhu akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Sekarang situasinya sudah terlihat melalui fenomena alam yang telah banyak terjadi. Banjir dan longsor akibat curah hujan yang tinggi, serta suhu panas yang mulai menyebabkan kekeringan, adalah contoh dari pemanasan global.
Alam semakin tidak bersahabat, tapi penghuni bumi juga turut andil dalam menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Bahan bakar fosil untuk menggerakkan kendaraan, asap dari pabrik-pabrik industri yang memproduksi berbagai kebutuhan, alat elektronik yang kita gunakan, ditambah sampah-sampah yang berserakan, ikut memperkeruh pemanasan global.
Namun, bukan berarti tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global. Ada hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan, sebagai #TeamUpforimpact, walau hanya dari rumah, seperti :
1. Menanam tumbuhan di halaman rumah
Kita mungkin tidak bisa pergi ke hutan untuk menanami pohon yang telah terbakar atau ditebang. Tapi, kita bisa memulai penghijauan dari halaman rumah sendiri.
Tanamlah pohon jika masih punya sepetak halaman. Dampak awal dari pertumbuhan pohon ini adalah keteduhan untuk pemilik rumah. Dedaunannya jadi saringan alami terhadap panas terik matahari.
Kalau tidak punya lahan yang cukup untuk menanam pohon, bolehlah menanam berbagai jenis tumbuhan di pot. Selain untuk memperindah rumah, mereka bisa menyerap karbon dioksida. Melalui proses fotosintesis, karbon dioksida kemudian diolah menjadi oksigen yang kita hirup setiap hari.
2. Jangan membakar sampah sembarangan
Asap dari pembakaran itu hanya menambah polusi udara. Pembakaran sampah melepaskan karbon dioksida yang semakin merusak atmosfer. Asapnya juga mengganggu orang-orang yang tinggal di sekitar kita. Jadi, buanglah sampah pada tempat yang telah ditentukan, atau berikan pada orang-orang yang sudah bertugas membersihkannya.
3. Hemat penggunaan alat elektronik
Matikan televisi jika tidak menonton, jangan lupa memadamkan lampu saat tidak diperlukan, serta mencabut saklar-saklar, adalah cara-cara menghemat energi dan mencegah pemanasan global. Alasannya, alat-alat elektronik sebagian besar diproduksi menggunakan batu bara yang bermuatan karbon. Membatasi pemakaiannya, berarti membatasi penggunaan karbon.
Bumi dan pepohonan untuk masa depan anak cucu
Kita bisa ikut mencegah pemanasan global dan perubahan iklim dari rumah sendiri secara sederhana, sebagai gerakan #UntukmuBumiku. Mulailah dari benda-benda yang ada di sekitar, mudah-mudahan bisa berdampak untuk lingkungan.
Referensi:
1. Waspada La Nina yang Bisa Menyebabkan Banjir hingga Penyakit Menular, https://katadata.co.id/sitinuraeni/berita/619235de57ccf/waspadai-la-nina-yang-bisa-menyebabkan-banjir-hingga-penyakit-menular
2. Greeneration.org
3. 3 Negara Paru-paru Dunia, Brazil hingga RI, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211105180906-113-717321/3-negara-paru-paru-dunia-brasil-hingga-ri
4. Perubahan Iklim, Waspadai Penyakit ISPA, https://www.republika.co.id/berita/mapgma/perubahan-iklim-waspadai-penyakit-ispa
5. dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian, https://www.litbang.pertanian.go.id/buku/Pedum-Adaptasi-Perubahan-Iklim/II.-dampak-perubahan.pdf
6. Canva
Komentar
Posting Komentar