Umumnya, orang ingin berkumpul dengan teman-teman yang punya hobi sama, supaya ada rekan untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, tips, hingga peluang mendapatkan cuan. Untuk yang hobi menulis, misalnya, perlu bergabung di komunitas penulis supaya ada kawan sefrekuensi yang asyik diajak ngobrol.
Namun, adakah orang yang selalu menemukan lingkungan ideal? Atau malah terdampar di tempat yang jauh dari harapan?
Pernah seorang teman bercerita, kalau dia kesal jika ada yang mengirimkan kumpulan tulisan ke nomor hapenya. Penyebabnya, simpel saja. Dia bukan orang yang hobi membaca, tulisan tersebut justru membuatnya jadi pusing.
Alasan lain, sebagai ibu rumah tangga tugas si kawan sudah cukup padat. Tak ada lagi waktu untuk duduk manis sekedar membaca salinan teks yang bertebaran di aplikasi WA-nya. Rutinitas yang melelahkan, membuat pikirannya tak mampu lagi mencerna pesan yang disampaikan secara tertulis.
Beda kalau yang dikirim video atau podcast, dia dengan senang hati menerimanya. Sambil menyapu, mencuci piring, atau melipat pakaian, si teman bisa mendengarkan informasi dari audio. Apalagi kalau topiknya lucu, dia bisa terbahak-bahak sendiri dan sejenak melupakan kepenatan mengurus rumah.
Namanya berteman, bukan berarti selera selalu sama. Tempat domisili, lokasi bekerja, atau sekolah, mempertemukan kita dengan berbagai karakter orang. Namun dari sekian banyak kenalan, belum tentu ada rekan yang sejalur dan selaras dengan hobi kita.
Apalagi jika dihubungkan dengan kegiatan baca dan tulis.
Opini teman saya di atas mungkin bisa disesuaikan dengan tingkat literasi di Indonesia. Berdasarkan data PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2019, Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara. Artinya bangsa kita adalah 10 negara terbawah dalam tingkat literasi.
Data yang diperoleh dari UNESCO lebih mengkuatirkan lagi. Minat baca bangsa kita sangat rendah, yaitu mencapai 0,001%. Angka ini menjelaskan kalau dari 1.000 orang penduduk Indonesia, hanya 1 orang yang hobi membaca.
Nah, sekarang coba saja analisis. Kalau kita hobi baca dan tinggal di RT/RW yang berpenduduk sekitar 300 jiwa, berapa kemungkinan ketemu teman sejiwa dan sehobi?
Itu baru masalah membaca, lho, belum lagi minat menulis.
Tapi, jangan keburu patah semangat dulu, Para Kekasih Buku. Ada fakta yang bisa jadi booster agar minat membaca kita tetap stabil, bahkan menanjak. Jangan kuatir, masih banyak orang yang betah bergelut dengan untaian huruf bermakna, sambil menyebar pesan dan manfaat dari tulisannya untuk pembaca.
Okelah, data dari PISA dan UNESCO tentang minat baca bangsa kita, boleh jadi kurang greget. Mungkin kabar tersebut sudah duluan mengendurkan semangat calon penulis. Supaya lebih rileks, sekarang kita beralih dulu dengan kabar dari dalam negeri.
Data yang diperoleh dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, agak berbeda dengan angka-angka di atas. Sejak tahun 2016 - 2020 ada peningkatan permintaan ISBN (Internasional Standard Book Number). ISBN adalah deretan angka unik 13 digit sebagai identifikasi pada satu buku.
Pada tahun 2016 tercatat permintaan sebanyak 64.599 ISBN. Tahun 2019 bertambah menjadi 123.227 ISBN, kemudian 2020 meningkat menjadi 144.793 ISBN.
Saat pandemi merebak, buku versi digital semakin marak beredar di masyarakat. Seiring perkembangan teknologi, maka ISBN mulai membuat penyesuaian dengan kebutuhan pembaca. Sejak tahun 2020 dan 2021, Perpusnas telah membedakan pelayanan ISBN versi buku cetak dan buku digital.
Permintaan terhadap ISBN buku digital juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sepanjang tahun 2020, Perpusnas telah memberikan 22.050 ISBN. Sementara sampai Mei 2021, dikeluarkan 13.019 ISBN. Baru sampai bulan Mei angkanya sudah lumayan.
Peningkatan ISBN bisa berarti semakin gencar buku yang beredar di masyarakat. Peminat profesi penulis masih banyak, ada peluang untuk eksis di bidang ini. Namun, ini juga berarti kalau persaingan antar penulis semakin sengit. Ya, anggap saja jadi motivasi untuk tetap rajin menambah investasi ilmu menulis.
Belajar dari pengalaman pribadi, sulit bisa menulis lancar kalau jarang membaca. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Dari ribuan ISBN yang diterbitkan, berarti masih banyak yang tertarik membaca buku. Para pembaca setia tersebut bisa menjadi penulis masa depan yang karyanya membutuhkan ISBN. Peminat literasi pun terus berlanjut.
Jadi, mana yang benar, tingkat literasi di Indonesia tetap rendah atau lumayan?
Kembali lagi pada sudut pandang pribadi masing-masing. Kalau memang nggak hobi baca, kenaikan ISBN itu tak akan bermakna apapun. Biasa saja, nggak banyak berpengaruh.
Cuma, untuk pencinta buku dan yang hobi menulis, data di atas menunjukkan masih ada harapan. Aktivitas membaca dan menulis tetap punya pangsa pasar. Penulis nggak pernah sendirian karena masih banyak orang yang sefrekuensi, tinggal menemukan waktu dan tempat yang pas saja.
Caranya? Coba temukan dan ikuti komunitas penulis.
Dengan bergabung di komunitas, kita bisa belajar bersama. Di sini kita seperti punya rekan sekerja, memperoleh informasi penting tentang hobi, ada teman berdiskusi, belajar untuk tidak baperan kalau dikritik, dan tahu kekurangan dan kelebihan karya sendiri. Banyaklah kelebihan serta manfaatnya.
Salah satu komunitas yang tepat untuk perempuan yang berambisi jadi penulis adalah komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN). Komunitas yang bulan Mei lalu tepat berusia 12 tahun, sudah banyak menuntun anggotanya jadi penulis handal, yang tidak hanya berkarya melalui buku tapi juga blog.
Apa saja kegiatan di IIDN? Yuk, simak ulasan berikut.
Komunitas IIDN dan Langkah Awal Ngeblog
Saya bergabung dengan komunitas IIDN sejak November 2021 dan langsung mulai belajar ilmu dasar nge-blog. Awalnya diberi pokok bahasan tentang cara membuat blog, istilah-istilah blog, hingga etika jadi blogger. Saya baru tahu kalau ada istilah etika dan sopan santun antar blogger.
Sopan santun antar blogger itu, misalnya memberi komentar dengan bahasa yang memotivasi. Hindari saling mengejek dan berkomentar kasar, seperti di aplikasi lain. Blogger adalah orang yang mahir menyampaikan opini dengan bahasa menyejukkan.
Satu lagi, disarankan para blogger jangan memberikan link milik sendiri di kolom komentar blogger lain. Kesannya kurang sopan, seperti membandingkan blog kita dengan blog teman. Kalau mau kirim link, berikan melalui aplikasi lain, jadi nggak perlu terpampang di konten seberang.
Semua materi tentang dasar-dasar ngeblog ini dibahas dalam satu WAG khusus untuk pemula. Awalnya kami belajar dari kelas online gratis, termasuk diundang ikut webinar-webinar dengan blogger senior (ini cuma istilah saya untuk blogger yang berpengalaman). Pembahasannya seru juga karena mendengar cerita-cerita jatuh bangun mereka selama ngeblog.
Dari sekian banyak kelas dan webinar tersebut, saya mengambil kesimpulan, blogger pemula sebaiknya mengindari ekspektasi berlebihan dari ngeblog.
Ekspektasi berlebihan di sini maksudnya, ngeblog saja dengan tekun dan konsisten dulu. Jangan terlalu berharap kalau blognya langsung dikenal dan ramai dikunjungi, apalagi menang lomba dan dapat uang banyak. Carilah dulu keasyikan dari menulis, agar tetap termotivasi dan terus semangat ngeblog.
Sebagai pemula, kami juga disarankan untuk punya buku panduan, yaitu Ngeblog dari Nol, Panduan Lengkap Belajar Blogging untuk Pemula. Buku ditulis barengan antara Ibu Widyanti Yuliandari (Ketua Umum IIDN), Ibu Alfa Kurnia, Ibu Nunu Amir, berisikan pedoman dan langkah awal mulai ngeblog.
Materinya memberi wawasan baru untuk para pemula karena banyak memaparkan ilmu-ilmu ngeblog, sama seperti kelas online dan webinar yang saya ikuti. Bedanya, buku ini bisa dilihat kapan saja jika mulai bingung membuat blog. Kalau menonton webinar agak repot, harus diputar kembali rekamannya yang cukup menyita waktu.
Dengan membeli buku ini, kita juga dapat bonus Blog Planner, yaitu agenda corat-coret tentang ide kepenulisan. Dengan planner ini, kita bisa membuat outline (garis besar penulisan), untuk ide blog berikutnya. Membuat outline adalah cara agar blogger tetap konsistensi menulis, supaya blognya makin disayang mesin pencari Google.
Jadi, bergabung dengan IIDN memberi manfaat untuk peserta yang memang mau serius ngeblog. Di komunitas ini ada juga kesempatan untuk menambah pengetahuan melalui kelas-kelas berbayar seperti, belajar edit video, Canva, hingga tips dan trik menang lomba blog.
Bersama IIDN perempuan diharapkan mampu tetap berkarya dan berdaya melalui kepenulisan, seperti tujuan awal berdirinya komunitas ini.
Sejarah, Visi dan Misi IIDN
IIDN diresmikan pada bulan Mei 2010, atas prakarsa seorang wanita asal Bandung yang peduli dengan potensi perempuan, yaitu Indari Mastuti.
Sumber : Facebook
Setelah menerbitkan novel best seller Izinkan Aku Mencinta, Indari langsung mendapat banyak tawaran menulis. Tawaran yang membuatnya kewalahan, tapi sayang kalau dilewatkan karena belum tentu mampir lagi.
Akhirnya, dibentuk satu wadah tempat banyak penulis perempuan yang akan merespon tawaran kepenulisan tersebut. Indari sudah cukup kerepotan menangani urusan rumah tangga sekaligus freelancer di berbagai penerbitan, maka perlu bantuan rekan-rekan untuk meringankan tugasnya. Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan kualitas buku yang diterbitkan tetap terjamin dan tidak mengecewakan pembaca.
Indari tidak ingin sukses sendiri sebagai penulis, tapi juga mau mengajak para perempuan ikut berkarya. Untuk menampung potensi mereka, maka didirikanlah Indscript Creative. Melalui fasilitas ini, dalam sebulan anggotanya bisa menyelesaikan 60 - 100 buku.
Kabar tentang aktivitas tersebut menyebar ke kota-kota lain dan menarik minat ibu-ibu yang berdomisili di luar kota Bandung. Masalahnya, bagaimana menampung inspirasi dari ibu-ibu yang tak bisa bertemu langsung? Mereka juga ingin ikut berkreativitas dan punya karya.
Solusinya, dibuat website yang menghubungkan perempuan dari berbagai daerah yang mempunyai hobi sama. Dari sinilah mulai dibentuk website Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN).
Tujuan dari jejaring ini adalah mengajak perempuan berkarya dan berdaya melalui dunia tulis menulis. Menjadi penulis tidak harus melewati jenjang pendidikan tertentu. Ibu-ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus anak dan suami juga bisa menjadi penulis. Asalkan mau banyak membaca buku dan tekun berlatih menulis.
Awal berdiri, IIDN fokus pada penerbitan buku cetak dari anggota yang punya tulisan layak terbit. Bekerja sama dengan penerbit mayor dan indie, mereka menggarap berbagai tema buku menarik.
Namun, sejak tahun 2017, kegiatan IIDN tidak hanya seputar penerbitan buku, tapi mulai merambah pada blog. Saat itu, internet mulai naik daun dan ibu-ibu diajak untuk melek teknologi, mau belajar kembali, jangan cepat berpuas diri dengan pencapaian hari ini.
Melalui jaringan internet, lebih banyak lagi peluang yang bisa diraih. Dengan blog, menerbitkan tulisan tidak harus melalui penerbit lagi. Kapan saja, tanpa mengenal lokasi dan perbedaan waktu, karya kita bisa diterbitkan. Ide dan kreativitas perempuan akan semakin luas berkelana pada dunia digital.
Dengan mengandalkan jaringan internet nan canggih, tanpa keluar rumahpun para ibu bisa berkreasi sambil mengawasi anak-anak. Perempuan bisa mengetahui peristiwa yang sedang terjadi di belahan bumi lain, kemudian menulis ulasannya sesuai opini pribadi. Mereka ikut jadi warga dunia melalui ide dan tulisan di blog.
Bagaimana dengan kualitas tulisan di blog, mengingat selama ini penerbitan mengandalkan editor untuk menilai naskah yang masuk? Pasar yang menilai kualitas blog. Para pembaca, netizen, warganet, atau apapun istilahnya bisa menjadi dewan juri dari tulisan seorang blogger.
Inilah peluang yang muncul kalau menulis di blog. Kreativitas penulis bisa dituangkan dalam layar gadget, tanpa kritikan dari editor. Bisa saja tulisan yang dulu ditolak penerbit, justru punya penggemar setelah tampil di dunia virtual. Jadi, peluang memasarkan tulisan di alam maya lebih luas jangkauannya daripada sistem penerbitan konvensional.
Blog adalah peluang perempuan untuk terus memberdayakan diri melalui penulisan. Inilah yang kemudian jadi visi dan misi IIDN.
IIDN menginspirasi perempuan supaya punya pola pikiran terstruktur dan sistematis. Perempuan umumnya identik dengan mengutamakan perasaan daripada logika. Nah, melalui karya tulisan, mereka diajak untuk menganalisis, berpikir, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan fakta-fakta.
Mengapa IIDN melatih perempuan untuk menulis berdasarkan fakta? Agar mereka tidak ikutan menjadi penyebar hoaks yang kurang jelas sumbernya. Penulis sebaiknya banyak membaca, mendengar, dan mengamati sebelum menuangkan ide dalam tulisan, agar karyanya bisa dipertanggung-jawabkan serta bermanfaat untuk pembaca.
Menulis juga bisa jadi sarana healing untuk perempuan. Mungkin ada masalah atau trauma masa lalu yang masih terpendam, dan jadi luka batin yang sering menggores. Menulis adalah salah satu cara agar kepahitan itu bisa perlahan diatasi.
Healing ini bukan harus ditulis di blog atau buku. Kalau segan curhatan pribadi dibaca publik, tulislah kegundahan hati pada kertas yang hanya bisa dilihat sendiri. Selama curhatan edisi pribadi tersebut, perasaan lega akan mengalir, sementara keahlian menulis semakin mahir.
Setelah hati tenang dan semakin mahir menulis, barulah bisa menjelma jadi penulis sesungguhnya.
Selanjutnya, perempuan yang berpola pikir struktur dan sistematis, serta punya ketenangan jiwa, bisa memperoleh peluang ekonomi dari kegiatan merangkai kata-kata.
Jadi, menulis tidak hanya sebagai wadah curhat-curhatan, tapi dapat memberikan kesempatan para perempuan untuk mandiri secara finansial.
Inilah yang menjadi harapan untuk semua anggota IIDN yang terus aktif dan konsisten menulis. Mereka tidak hanya menulis, tapi mampu meraup penghasilan dari karyanya.
Sekarang anggota IIDN telah mencapai sekitar 22.000 orang, yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia hingga luar negeri, dengan rentang usia 20-an sampai 80-an. Status mereka mulai dari para mama dan calon mama, dengan beragam pekerjaan, seperti pegawai kantoran, wiraswasta, hingga ibu rumah tangga.
Para perempuan yang berkarya pada komunitas ini bisa menjadi inspirasi bagi rekan-rekan di sekitarnya, kalau mereka mampu berdaya melalui karya tulis. Apapun profesi sekarang, menulis adalah kegiatan mengasyikkan untuk menambah teman, pengalaman, dan, boleh jadi, cuan.
Kegiatan-kegiatan IIDN
1. Grup WA
Pertama kali bergabung di IIDN, maka anggota baru dimasukkan dalam WAG khusus untuk pemula. Mereka diarahkan oleh blogger-blogger yang sudah berpengalaman, diberi tugas untuk diselesaikan, termasuk berlapang dada jika dikritik karena membuat kesalahan.
Awal pembelajaran, biasanya langsung berlatih membuat blog baru dan mempelajari istilah-istilah blog. Sebagai pemula, ada saja kekeliruan yang diperbuat, tapi para blogger mentor siap memberikan solusi untuk para pendatang baru.
Setelah melihat hasil karya pemula selama beberapa minggu, bagi blogger yang sudah memenuhi syarat, selanjutnya naik kelas ke WAG baru. Nah, di dalam grup baru ini biasanya sudah ada blogger dari berbagai status. Artinya, anggota bukan hanya dari pemula, tapi blogger senior yang sudah malang melintang di dunia konten.
Asyik, kan? Tapi, pantang minder karena semua sama-sama belajar.
2. Kelas Menulis
Kalau ada yang bertanya, kelas ini berbayar nggak? Jawabnya, tergantung. Awal bergabung di IIDN, peserta baru mendapat kelas gratis tentang blog. Di sini para pemula benar-benar belajar bagaimana memulai blog, kemudian kita ada tantangan untuk ikut blogwalking.
Apa itu blogwalking?
Blogwalking itu ibarat berkunjung ke rumah orang lain secara digital, tapi rumah di dunia digital agak berbeda. Blog jadi tempat yang kita dikunjungi. Supaya ada rekam jejak kalau kita pernah berkunjung ke sana, maka kita meninggalkan komentar positif di kolom blog yang bersangkutan.
Seperti komunikasi dua arah, blogwalking memberi manfaat berganda untuk blogger. Pertama, blogger jadi terlatih menulis. (Apa yang mau dikunjungi blogger lain kalau kalau blog kita kosong melompong?). Kedua, bersosialisasi menambah teman. (Saling bersilaturahmi dengan berkunjung ke rumah blogger lain).
Jadi, semakin rajin ikut blogwalking, semakin banyaklah tabungan tulisan di blog pribadi, dan semakin banyak pula pengunjung blog kita.
IIDN juga memfasilitasi anggota dengan menyelenggarakan IIDN Academy Writing, Acara ini seperti kelas online jarak jauh yang membahas beragam tema kepenulisan. Di Academy Writing, IIDN mulai menawarkan jadwal kelas-kelas online berbayar. Harganya beragam dan cukup terjangkau. Para blogger yang tertarik menambah ilmu, boleh segera mendaftar.
Jadi, kelas gratis hanya diberikan untuk pemula yang ingin mengenal seluk beluk blog. Kalau memang tertarik untuk melanjut, mereka boleh ikut kelas-kelas berbayar yang disediakan IIDN. Pilihannya kembali pada minat dan niat anggota tersebut.
3. Menulis buku antologi bersama
Blogger sulit dipisahkan dari keterampilan merangkai huruf-huruf yang dipadupadankan menjadi kalimat bermakna. Mereka menulis kisah-kisah menarik, yang siapa tahu bisa menginspirasi pembaca.
Akan tapi, tidak semua orang membaca blog. Ada yang lebih suka membaca buku daripada berselancar di dunia maya. Sayang sekali jika cerita inspiratif para blogger terlewati para pencinta buku.
Seperti kegiatan di awal peresmian dulu, IIDN tetap membuat buku antologi yang ditulis barengan oleh blogger-blogger yang berminat, dan punya kisah menarik. Tulisan-tulisan yang diterbitkan dalam buku ini adalah karya yang lolos seleksi dan memenuhi syarat.
Adapun buku-buku antologi yang sudah diterbitkan oleh IIDN adalah :
- Semeleh
- Pulih
- Single, Strong, and Sparkling
- Bikin Ketawa
- Ngeblog dari Nol
Komentar
Posting Komentar