Kreativitas Visual dan Tulisan Bersama Internet Tanpa Batas
Dulu pernah nggak berpikir kalau suatu hari nanti, kita bakalan membawa televisi, komputer, sekaligus lemari buku, hanya dalam satu genggaman? Saat kita mau pergi ke sekolah, kantor, mall, hingga plesiran, ketiga benda itu cukup disisipkan di saku atau tas. Kita nggak perlu repot-repot menyewa angkutan.
Sekitar dua puluh tahun yang lalu, mungkin individu yang beropini demikian akan ditertawakan karena dianggap berpikir ngawur. Orang akan menyangka dia berhalusinasi, bermimpi, atau pikirannya dianggap sudah goyang dan perlu direparasi.
Namun, sekarang kenyataan membuktikan nyaris nggak ada yang mustahil dalam perkembangan teknologi. Kita bisa menonton dari hape, mengedit file, hingga membaca ebook hanya dari perangkat yang sama.
Apa yang kemarin kita anggap mustahil, sekarang bisa terwujud. Benda-benda yang dulu berukuran besar dan dibawa terpisah, saat ini lebih praktis dengan kemasan minimalis. Setahu saya, hanya kulkas dan mesin cuci saja yang belum bisa dimasukkan ke hape. Entah nanti dua puluh tahun yang akan datang, siapa tahu ada penemuan baru.
Perkembangan teknologi membuat banyak perubahan, terutama dari gaya hidup kita. Dulu orang biasa menulis pengalaman dan kegiatannya dalam bentuk esai. Sekarang dengan kemajuan teknologi, aktivitas lebih sering didokumentasikan secara visual, misalnya melalui video.
Saya sering membandingkan situasi sekarang dengan kondisi ketika masih menjadi anak-anak angkatan jadul, yang situasinya sangat berbeda. Apalagi sejak kemunculan internet yang banyak mengubah rutinitas sehari-hari.
Bagaimana kira-kira perubahannya, bisa dilihat dari uraian pengalaman masa kecil saya sebagai generasi televisi hitam putih berikut ini.
Menulis Versus Membuat Video tentang Pengalaman Liburan ke Rumah Nenek
Dulu setelah liburan panjang usai, biasanya guru akan mengajukan tugas mengarang tentang kegiatan selama berlibur. Murid-murid diberi kebebasan untuk menulis apa saja pengalamannya selama jeda kegiatan belajar-mengajar.
Untuk saya, yang liburannya sering dilewatkan di kampung bersama nenek, tugas ini mudah dan menyenangkan. Banyak yang mau dikisahkan, karena di sana bukan cuma ngobrol dan bermain-main saja, tapi ikut pergi memanen ke ladang pohon cengkeh.
Bagi yang tinggal di kota, jarang-jarang bisa ikut ke ladang yang udaranya masih asri. Saya jadi semangat dan nggak pernah mengeluh melewati jalan kampung yang belum teraspal. Awalnya, niat ikut ke ladang cuma untuk membuang kesuntukan di rumah, tapi akhirnya jadi ketagihan karena udaranya benar-benar sejuk dengan pemandangan indah.
Menghabiskan waktu di alam bebas
Dari rumah nenek ke ladang, jarak yang ditempuh cukup lama, yaitu sekitar hampir satu jam berjalan kaki. Namun, jangan membayangkan perjalanannya bakalan membosankan. Salah besar anggapan itu. Mata kita dimanjakan dengan pemandangan indah melewati sungai kecil, sawah, hingga kebun-kebun sayur.
Pengalaman yang paling berkesan adalah ketika kami, anak-anak, diajak naik kereta lembu sampai ke ladang. Enak, lho, naik 'kendaraan' ini. Penumpangnya bergoyang sambil menikmati hembusan angin pegunungan, walaupun hidung harus beradaptasi dengan aroma agak menyengat dari hewan tersebut.
Sampai di ladang, kami biasa memetik cengkeh yang sudah layak dipanen. Wangi cengkehnya yang semerbak dengan warna hijau kemerahan, bertaburan di sepanjang pohon. Kami yang anak-anak, memetik buah dari dahan yang rendah. Kemudian hasil panen tersebut dimasukkan ke goni untuk dibawa pulang dan dijemur kering, sebelum dijual dengan harga layak.
Di ladang itu, kami jadi seperti petani anak-anak, makan siang pakai daun pisang di bawah bayangan pepohonan teduh. Coba saja kalau kebetulan pergi ke lapangan terbuka, hidangan di tengah alam jadi lebih nikmat. Karena lokasinya dekat dengan sawah, kami makan sambil duduk di tepi parit pengairan, dihibur pula dengan desiran air yang menenangkan.
Jangan bayangkan air yang butek dan berbau seperti got pemukiman. Pengairan di tepi sawah ini hanya seluas selokan yang biasa ada di depan rumah, tapi jernih bak kaca yang berpendar-pendar diterpa sinar matahari siang.
Kalau ingat pengalaman dulu, saya sesalkan kenapa internet kelamaan hadir ke dunia ini (atau saya yang kecepatan lahir?). Jika dari dulu sudah ada sinyal, mungkin saya telah punya channel sendiri yang membahas kegiatan anak-anak di kampung selama liburan.
Lihat saja sekarang di medsos. Banyak hiburan visual mulai dari gambar dan video, yang ringan, receh, remeh-temeh, tapi justru disukai netizen. Temanya beragam dan unik serta sangat mengibur.
Asalkan kita tidak memuat tampilan visual yang mengandung pornografi atau kekerasan, oke-oke saja memuat rekaman kegiatan sehari-hari yang bermanfaatdan menyebarkannya di medsos.
Ada contoh video remeh-temeh yang pernah viral beberapa tahun lalu, yaitu anak-anak yang membeli ikan cupang. Kemudian muncul lagi video tentang aktivitas bengkel motor yang ramai dikunjungi netizen. Internet memungkinkan siapa saja berkreasi tanpa batas, mengubah ide sederhana menjadi tontonan menarik.
Semakin hari, jumlah pengguna internet meningkat pesat dan terus bertambah. Ini terutama sejak ada himbauan pemerintah, agar masyarakat lebih banyak tinggal di rumah dan beraktivitas secara daring selama pandemi. Sekarang jaringan internet cepat dan stabil sudah jadi kebutuhan.
Menurut data yang dirilis oleh APJII dan dimuat pada Databoks, bulan Januari 2022 pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta. Jumlah keseluruhan penduduk nusantara saat ini adalah 277,7 juta, yang berarti penembusan internet ke masyarakat sudah 73,3%.
Sumber : Data APJII (dikutip dari Databoks)
Orang yang berselancar dunia maya umumnya untuk mengakses informasi tentang edukasi, bisnis, hingga hiburan. Internet menjadi primadona karena media ini mudah dan cepat untuk menemukan solusi, serta mengatasi hambatan perbedaan waktu dan lokasi.
Internet sudah seperti teman akrab, tempat curhat, wadah untuk menuangkan kreativitas, serta sarana berbagi masalah guna menemukan solusi bagi netizen.
Kalau saja dari dulu sudah ada internet, mungkin tulisan mengarang saya di sekolah yang berjudul Liburan ke Rumah Nenek, bisa merubah menjadi video berjudul Menyusuri Kampung Nenek Selama Liburan, dan siapa tahu jadi tontonan menarik.
Cita-cita yang Bertransformasi
Anak-anak jadul jika ditanya cita-citanya, umumnya menjawab ingin menjadi insinyur, dokter, tentara, atau hakim. Mereka becermin dari profesi orang-orang dewasa yang jadi role model di lingkungan. Kesuksesan karir sosok panutan, memotivasi anak-anak untuk mengikuti jejaknya.
Coba tanya cita-cita anak sekarang, bagaimana jawabannya? Setahu saya banyak dari mereka pingin jadi vlogger atau youtuber, tapi jarang yang tahu dan mau jadi blogger (Hiks!)
Mereka melihat kesuksesan dan popularitas dari para video creator yang berseliweran di internet. Karya-karya orang-orang kreatif tersebut ramai ditonton, yang membuat iklan membludak dan gemerincing koin keberuntungan mengalir deras. Pekerjaannya pun (kelihatannya) nggak sulit-sulit amat, cukup membuat video yang dekat dengan rutinitas sehari-hari.
Jadi vlogger dan youtuber populer sudah menjadi impian banyak anak, karena bisa mengerjakan hobi serta meliput kegiatan tertentu, sekaligus dapat penghasilan. Tak heran kalau bukan hanya anak-anak, sekarang orang dewasa juga ramai berebut kue keberuntungan dari konten video.
Video, Manfaat dan Dampaknya
Apakah konten video tetap menjanjikan di masa depan? Tidak ada yang tahu pasti, tapi saingan jadi video creator semakin ketat karena peminatnya terus bejibun. Semua creator berlomba menjadi terdepan menyaingi jutaan video maker lain.
Menurut www.dataindonesia.id, pengguna youtube di Indonesia saja mencapai 127 juta, yaitu peringkat ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Amerika Serikat. Jumlah ini kemungkinan terus bertambah seiring peningkatan jumlah pengguna internet.
Saya sendiri bukan orang orang yang mahir membuat video, tapi hanya penikmat video yang banyak berseliweran di medsos. Sebagai penonton, saya akan mencari video yang unik dan dekat dengan realitas sehari-hari. Cerita-cerita demikian, lebih menapak ke bumi tanpa kesan berlebihan.
Biasanya saya juga mencari video tutorial alias how to untuk menjawab menjawab problem saya, misalnya bagaimana cara memindahkan file dari hape lama ke hape baru. Video model begini memang banyak membantu, saya nggak perlu bertanya ke orang lain yang belum tentu paham cara mengatasinya.
Ada banyak orang yang sering menonton video tutorial. Menurut data dari Digital 2022, April oleh Global Statshot Report yang dirilis Hootsuite dan We Are Social, sebanyak 58,5% orang Indonesia berusia 16 - 64 tahun mengakses video pembelajaran dan tutorial di Internet.
Sumber : Global Statshot Report
Angka ini terhitung cukup tinggi di dunia, yaitu Indonesia menempati posisi keenam setelah Filipina, Afrika Utara, Turki, Brazil, dan India. Sudah bisa kita paham, bagaimana sibuknya trafik perputaran video di internet karena ramainya peminat.
Cuma, ada dampak negatif kalau terlalu sering melihat video di gadget. Untuk saya, biasanya suka lupa waktu kalau sudah menonton. Selesai satu video, masih ingin melihat video lain yang bagus-bagus. Jari tangan penasaran terus menyusuri konten yang ditawarkan. Rencananya cuma 15 menit, tapi molor sampai satu jam.
Menonton video di internet memang bisa membuat ketagihan, apalagi setiap hari ada saja video baru yang beredar. Penasaran, kan, melihatnya? Jika satu video saja berdurasi 5 menit, kira-kira berapa tahun kita habiskan untuk menonton semua video?
Belum lagi AI (Artificial Intellegence/Kecerdasan Buatan) yang tertanam di internet, mampu merekam kebiasaan pengguna. Mesin ini akan menampilkan video-video lain yang temanya berkaitan dengan video yang sering kita cari di google.
Sesekali nggak apa-apa kelamaan menonton video, tapi pas ada kegiatan penting bisa runyam karena tugas utama jadi terbengkalai. Supaya bisa meredam kebiasaan nonton video kelamaan, saya punya tips begini :
Membuat durasi pengingat waktu menonton
Kalau tinggal dengan keluarga atau teman, kita bisa meminta tolong agar mereka mengingatkan kalau kita sudah kelamaan melihat video. Perlu ada orang lain yang mengingatkan, kalau ada tugas utama yang menunggu deadline segera diselesaikan
Kalau tinggal sendirian, nge-kos misalnya? Pasang alarm pada gadget sebagai pengingat kalau sudah saatnya berhenti dulu menonton video. Dengan catatan, benar-benar komitmen dengan janji untuk berhenti dulu. Jangan sampai mematikan alarm, terus melanjutkan berinternet.
Letakkan tugas utama di dekat kita
Misalnya, punya deadline ikut lomba blog yang waktunya sudah sempit, kita bisa meletakkan benda yang berkaitan lomba di samping tempat duduk saat menonton video. Buku catatan dan kalender dengan spidol merah bisa jadi pengingat agar kita nggak kelamaan memakai gadget. Jadi nggak ikut lomba?
Gunakan Alarm Alami
Apaan alarm alami itu? Ya, tubuh kita sendiri! Kelamaan menatap layar gadget bisa membuat mata perih dan kepala pusing. Betah duduk berjam-jam, badan bisa jadi pegal-pegal karena sudah jarang bergerak. Coba dulu berhenti sejenak, sambil ingat-ingat tugas lain yang perlu diselesaikan.
Apa Kabar dengan Tulisan?
Karena tidak mahir membuat video, maka energi kreasi saya dialihkan pada membuat tulisan hingga illustrasi di blog. Kegiatan ini bukan tanpa tantangan, apalagi saya harus belajar membuat blog dari awal.
Sempat juga terpikir, apakah nanti ada yang baca tulisan saya mengingat tingkat literasi orang Indonesia minim sekali? Dari data UNESCO, tercatat kalau minat baca bangsa kita termasuk kategori rendah, yaitu hanya 1 dari 1.000 penduduk yang punya kegemaran membaca.
Melihat gadget versus membaca buku
Namun, saya tetap berniat menulis, karena memang pingin punya karya sendiri, nggak cuma membaca goresan pena penulis lain. Saya juga enggan belajar hanya mengandalkan video, seperti kebanyakan orang sekarang. Membaca tetap penting untuk memperoleh informasi.
Menonton video itu punya durasi terbatas, beda dengan membaca yang bisa menyerap informasi dari berpuluh hingga beratus halaman buku. Informasi yang disampaikan melalui video belum tentu selengkap data pada tulisan.
Video lebih cocok untuk tutorial praktis, karena penonton bisa melihat langsung cara mempraktekkannya. Tulisan sesuai untuk pembaca yang membutuhkan informasi lebih lengkap tentang detail informasi.
Jika bagi kebanyakan orang membaca nggak menantang, untuk saya kegiatan ini bukan aktivitas jadul yang membosankan. Membaca justru bisa memacu ide-ide kreatif dalam berkarya dan berkreativitas.
Sejak lama saya suka membaca cerita-cerita fiksi di buku ataupun surat kabar. Pengarangnya piawai memaparkan kisah yang sangat menawan, dengan bahasa indah, plot yang sulit ditebak, hingga karakter tokoh yang unik.
Karena sering membaca cerita fiksi, saya jadi penasaran untuk ikut buat cerita versi sendiri. Awalnya, saya mulai membuat cerpen dengan tokoh, plot, konflik, hingga ending secara mandiri. Tulisan dari beberapa cerpen itu kemudian saya ikut sertakan ke lomba-lomba nasional. Hasilnya? Hehehe.
Beberapa cerpen yang pernah dibukukan
Belum pernah jadi juara umum, hanya masuk 25 besar dan kategori layak dibukukan. Nggak apa-apa, sebagai langkah awal untuk saya sudah cukup bagus, tapi jangan cepat berpuas diri dan terus belajar. Tulisan yang baik muncul kalau mau konsisten berlatih terus.
Nah, setelah cerpen, saya mulai merambah dunia blog. Kenapa saya ikut nge-blog? Awalnya cuma mau menjajal kemampuan saja. Sampai dimana saya sanggup menulis? Mampu nggak nulis non fiksi yang membutuhkan riset?
Awalnya saya pikir blog itu gampang, yang penting bisa menulis seperti cerpen. Penulisnya punya ide, tahu tanda baca, paham apa yang mau disampaikan pada pembaca dsb, dsb. Pokoknya, tulisan yang menginspirasi. Ada benarnya juga, cuma kalau berpikirnya hanya segitu, maka kita akan sulit bertahan lama di blog. Kenapa? Karena blog bukan cuma menulis saja.
Antara blog dan cerpen bisa beda sekali, walaupun sama-sama menulis. Namun, nggak ada salahnya kalau ingin menekuni keduanya, karena bisa saling mengisi dalam berlatih tulis-menulis. Sekaligus kita bisa mengasah diksi dan ketajaman analisis.
Cuma, walaupun sama-sama mengukir kata-kata, blog dan cerpen tetap berbeda. Jangan sampai tertukar pula.
Blog berisi pengalaman pemilik akun tersebut, bisa untuk sekedar curcol atau memang mau review produk. Sedangkan cerpen adalah cerita fiksi hasil imajinasi pengarangnya.
Blog dimuat secara online dan editornya adalah pemilik akun itu sendiri. Sedangkan cerpen membutuhkan penerbit atau platform untuk memasarkan karyanya.
Blog ibarat orang yang sudah menempati rumah sendiri, yaitu punya domain yang dibeli pada hosting. Cerpen masih nge-kos pada penerbit atau platform lain, kecuali memposting cerpennya di blog.
Bahasa di blog lebih luwes dan cenderung pada percakapan sehari-hari, ringan, receh, namun tetap renyah. Sedangkan cerpen lebih patuh pada puebi, karena itu sering-seringlah mengecek KBBI V kalau suka menulis fiksi.
Blogger harus paham teknologi dan istilah-istilah blog karena ini akan mempengaruhi kinerja akun. Belajar lagi dan belajar lagi jika ingin mendapat hasil maksimal di tengah persaingan yang kian gencar. Kalau cerpen tinggal kirim ke penerbit atau ke platform.
Persamaannya? Sama-sama media yang asyik untuk menuangkan ide-ide.
Oya, satu lagi perbedaan blog dan cerpen yang paling signifikan menurut saya adalah, di blog kita bisa eksplorasi bukan hanya kemampuan menulis, tapi juga mendesain gambar.
Beda dengan cerpen, penulis tidak harus membuat illustrasi. Kalaupun mau membuat illustrasi, dirembukkan dulu dengan penerbit. Beberapa kali ikut lomba cerpen, saya lihat peserta justru dihimbau untuk tidak menyertakan illustrasi.
Nah, karena saya juga hobi mendesain, blog cocok untuk mendalami minat. Saya bisa membuat blog yang tak hanya berisi tulisan saja, tapi juga gambar-gambar yang dikreasi dari salah satu aplikasi. Di media ini, kita bisa mewarnai sendiri, memilih motif mandiri, dan mempostingnya. Semoga saja hasilnya bisa memuaskan pembaca.
Jadi, ngeblog sekarang punya tantangan tambahan, tidak hanya menuangkan ide melalui tulisan, tapi juga membuat desain atau illustrasi menarik. Salah satu fungsi illustrasi adalah membuat agar karya kita lebih eye catching di mata pembaca.
Hasilnya karya saya seperti yang sekarang terlihat di blog ini, yaitu www.gariscorat-coret.com.
Mulai ngeblog
Illustrasinya mungkin belum sesempurna orang yang sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia desain, tapi setidaknya sudah berani mencoba berkarya di dunia maya. Nggak mudah, lho, mau unjuk gigi di bidang yang sangat kompetitif ini, karena perlu mental baja dan terus mau belajar.
Lagipula, sekarang ada jaringan internet tanpa batas. Sayang, kan, kalau tak dimanfaatkan untuk mengasah potensi. Membuat blog dengan desainnya adalah cara saya memanfaatkan jaringan internet di rumah.
Internet Tanpa Batas dalam Kreativitas Berkarya
Apa yang bisa dikerjakan dari rumah sambil berinternet?
Begitu dulu pertanyaan yang berkecambuk dalam pikiran saya saat pandemi baru merebak. Kalau hanya berdiam diri saja tanpa melakukan sesuatu, berarti membuang waktu percuma selama melewati karantina massal. Saat harus tinggal di rumah saja, sebenarnya ini jadi kesempatan mengubah kebosanan dengan berkreasi melalui internet.
Membuat blog dan desain telah menjadi kegiatan baru selama di rumah. Setelah dua tahun berlalu, saya melihat banyak manfaat internet melalui karya tulisan dan visual, salah satunya adalah ngeblog. Sebelum pandemi, tak pernah terlintas di benak saya untuk mengelola blog. Apa yang dulu kita pikir sulit, ternyata bisa dipelajari asalkan sabar berproses.
Berikut manfaat yang saya peroleh selama berkreativitas visual dan tulisan bersama internet :
Informasi dan pengetahuan
Banyak video-video tutorial yang bisa saya jadikan acuan untuk belajar ngeblog dan membuat illustrasi dari rumah. Hanya saja, saya perlu sabar dan teliti untuk menemukan video yang mudah dipahami dan sesuai kebutuhan ilmu yang mau diterapkan.
Belajar tidak hanya berhenti pada video tutorial saja, tapi juga menggunakan aplikasi atau membaca website-website yang mendukung pembelajaran dari rumah. Pokoknya, segala media yang bermanfaat dari internet, dimaksimalkan agar kita lebih piawai berkarya
Untuk membuat tulisan yang runut dan bermanfaat, seorang penulis sebaiknya banyak membaca. Karena itu saya mengunduh aplikasi perpustakaan digital, yang memudahkan untuk memperoleh bahan bacaan. Dalam satu aplikasi perpustakaan, ada banyak buku-buku yang tersedia, gratis lagi.
Sedangkan untuk desain, dulu saya mengambil gambar dari website foto gratisan. Awalnya, senang-senang saja dapat illustrasi warna-warni dengan corak beragam. Namun, kok kemudian jadi agak pasaran, soalnya banyak orang lain yang mengunduh foto yang sama.
Akhirnya, saya belajar dari satu aplikasi desain grafis yang cukup mudah penerapannya. Elemennya banyak dan bervariasi, mulai dari yang gratis sampai berbayar. Pengguna tinggal pilih saja sesuai kemampuan.
Illustrasi (desain) dari salah satu aplikasi desain grafis
Desain dari blog saya ini diambil dan diutak-atik dari aplikasi desain tersebut. Namanya juga hobi, seru-seru saja cari elemen yang tepat, warna-warni eye catching, hingga template yang memikat. Mudah-mudahan hasilnya bisa menarik bagi siapapun yang melihatnya.
Kreativitas
Internet tanpa batas minus dimanfaatkan bisa jadi mubazir. Ketika dunia istirahat dari hiruk-pikuknya, saya justru cari ide kreatif sekaligus produktif, walau hanya dari rumah. Targetnya, kalau pandemi mulai mereda, saya sudah punya keahlian baru. Jadi, waktu selama di rumah bisa dimanfaatkan maksimal.
Melalui internet, saya melihat banyak tulisan bagus yang diulas oleh blogger berpengalaman. Sebagai pemula, sempat minder melihat karya mereka yang oke punya. Namun, saya berpikir positif saja. Mereka bisa sampai ke posisi ini mungkin dari proses panjang, termasuk menulis dengan kalimat yang agak belepotan. Hebatnya, mereka mau terus berlatih hingga sampai pada posisi sekarang.
Ketika pertama kali membuat desain saya juga dapat kritikan dari teman. Katanya, desainnya kacau dan nggak jelas maksud serta tujuannya. Saya terima saja kritikan tersebut, karena memang mengerjakannya agak terburu-buru dan asal tempel. Ilmu saya pun masih kurang dan perlu belajar lagi agar hasilnya lebih menarik.
Salah satu cara belajar kreatif adalah dengan melihat karya content creator lain yang sudah mumpuni, tapi bukan diplagiat, ya. Saya cuma melihat bagaimana karya mereka, terus inovasi dengan ide sendiri agar hasilnya berbeda dan lebih unik.
Berkomunitas dan Komunikasi
Dulu ketika baru memulai, tidak pernah terbersit dalam pikiran kalau suatu hari nanti saya akan ikut komunitas blogger. Menurut saya, menulis ya cuma menulis, nggak ada lingkaran komunitas yang menaungi kegiatan ini (sempat juga terpikir kalau nggak perlu berjejaring alias mandiri).
Ternyata saya salah besar. Ngeblog juga perlu berkomunitas agar bisa belajar dan berbagi informasi penting tentang perbloggeran. Berkomunitas justru membuat blogger lebih berkembang, tidak hanya ilmu, tapi juga pertemanan, karena para blogger tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Melalui komunitas blog, kita bertemu dengan rekan-rekan dari seluruh Indonesia,
bahkan luar negeri
Jadi, kalau mau melihat konteks Bhineka Tunggal Ika sejati, bisa dilihat dari komunitas blogger. Tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang, mereka berkomunitas di dunia maya dan saling membagi opini serta kreasi.
Bisnis dan keuangan
Umumnya, ini adalah hasil akhir dari pergulatan berkarya dan berkreasi selama sekian waktu. Tulisan dan desain yang dibuat sudah mampu mendatangkan cuan yang lumayan.
Sebagai pemula, belum banyak nominal yang saya peroleh dari blog. Sekali dua kali blog ini ada memenangkan lomba, tapi masih dalam kategori juara harapan atau hadiah hiburan. Saya perlu jam menulis dan mendesain yang lebih tinggi agar dapat hasil yang lebih bagus.
Sejauh ini, saya senang dengan kegiatan ngeblog dan mendesain yang cukup menantang untuk mengasah ilmu. Saya berusaha mengerjakan karya terbaik, walau membuat kesalahan, belajar dari kesalahan, hingga memperbaiki kembali, dan menjadi lebih baik. Ini semua adalah pengalaman menarik saat bertualang di dunia maya.
Hampir dua tahun di rumah saja, akhirnya ada juga keahlian dan ilmu baru yang bisa saya terapkan. Waktu selama di rumah tidak berlalu dengan percuma, tapi bermanfaat untuk mengembangkan minat dan usaha.
Jaringan Internet di Rumah
Memasang internet di rumah sudah lama jadi prioritas, bahkan sebelum pandemi merebak. Karena sering menggunakan internet, sinyal sudah jadi kebutuhan sehari-hari yang harus ada, seperti makan dan minum.
Sebelum melanjutkan tulisan, saya ingin menyampaikan informasi yang siapa tahu bisa jadi masukan untuk pihak IndiHome, untuk kelak bisa meningkatkan layanan konsumen.
Sejak tahun 2018, kami sekeluarga memutuskan untuk memasang jaringan wifi di rumah. Atas rekomendasi teman-teman, kami memilih IndiHome sebagai provider. Kata mereka, sinyalnya bagus dan lancar untuk wara-wiri di dunia digital.
Namun, dalam hidup terkadang harapan lenyap di balik awan kenyataan.
Setelah menghubungi call center IndiHome untuk didaftarkan sebagai pelanggan baru, kami mendapat informadi kalau pelayanannya belum menjangkau daerah rumah kami. Hah? Apa karena rumah kami kejauhan?
Memangnya rumahnya di mana, Kak, sampai ke pelosok?
Iya, agak ke pelosok, tapi bukan pelosok pedesaan. Saya tinggal di pinggiran salah satu kota besar di Indonesia. Di pelosok kampung besarlah, tapi bukan daerah yang terpencil dari keramaian. Lokasinya memang agak jauh dari pusat kota, sekitar satu jam naik kendaraan kalau nggak kena macet.
Daerahnya berbatasan dengan kabupaten tetangga, yang saking dekatnya warga setempat lebih memilih jalan-jalan, refreshing, atau istilah kerennya healing, ke kabupaten sebelah. Tempatnya memang masih asri dan bercuaca sejuk, dibandingkan dengan pusat kota yang sumpek karena sudah jadi hutan beton.
Saya kurang tahu alasan layanan IndiHome belum menjangkau daerah kami. Padahal kalau ditinjau, lokasinyanya termasuk padat penduduk serta berpotensi untuk menjaring lebih banyak pelanggan.
Nah, baru-baru ini ada kabar kalau IndiHome sudah masuk ke daerah pemukiman. Saya memang melihat ada beberapa keluarga yang mulai beralih dari provider lama ke IndiHome.
Menurut cerita mereka, pendaftaran untuk pelanggan baru cepat ditangani. Hari ini mendaftar, esok harinya teknisi langsung datang ke lokasi dan memasang internet. Setelah pemasangan selesai dan jika ada keluhan, IndiHome langsung cepat tanggap dan menangani solusi untuk kenyamanan pengguna.
Selain teknisinya yang gercep, saya juga mencari informasi tentang inovasi yang sudah dilakukan IndiHome. Siapa tahu bisa jadi pertimbangan jika kelak ingin beralih ke provider dari Telkom Indonesia ini.
Layanan Akses Internet untuk Masyarakat hingga ke Zona Merah
Sejak pandemi merebak pada Maret 2020, yang belum tuntas hingga hari ini, jaringan internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat, terutama setelah muncul anjuran pemerintah untuk beraktivitas dari rumah.
Jaringan internet menjadi solusi agar individu senantiasa dapat terhubung ke dunia luar. Hampir semua kegiatan, seperti belajar dan bekerja, silaturahmi, hingga bisnis, maupun keuangan, dikerjakan dari rumah. Oleh sebab itu, sinyal internet sudah jadi keniscayaan, agar aktivitas bisa berjalan tanpa hambatan berarti.
Layanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sudah dibuktikan para teknisi IndiHome, yaitu mendatangi calon pelanggan ke kediaman mereka, walaupun pandemi belum mereda. Menariknya, di saat badai Covid19 meningkat, para teknisi tetap bekerja hingga ke zona merah.
Dengan tetap patuh pada ketentuan prokes, teknisi IndiHome memenuhi permintaan akses internet di Rumah Sakit Darurat Covid19 (RSCD) Wisma Atlet Kebayoran. Di lokasi ini, jaringan digital menjadi salah satu faktor pendukung pekerjaan para medis, petugas gugus tugas, serta pihak-pihak yang bertanggung-jawab atas pendataan pasien.
Demi mengabadikan dedikasi, kontribusi, kegigihan, dan semangat pantang menyerah mereka untuk kebaikan dan keselamatan bangsa, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), bekerjasama dengan film director kondang Dimas Djayadiningrat membuat sebuah karya video.
Dalam tayangannya, video ini bercerita tentang perjuangan para teknisi IndiHome untuk memenuhi pelayanan pemasangan jaringan internet pada masyarakat, termasuk menembus hingga ke zona merah Covid 19.
Berikut videonya :
Mendukung Aktivitas Daring Masyarakat Indonesia
Pada akhir Maret 2021, pelanggan IndiHome mencapai jumlah terbanyak, yaitu 8,1 juta. Angka ini adalah gambaran dari hasil pelayanan IndiHome untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, agar tetap aktif dan produktif selama pandemi.
IndiHome telah menyiapkan tenaga-tenaga yang terampil dalam melayani pelanggan. Di barisan depan ada teknisi yang setia dan senantiasa siaga memastikan kualitas jaringan IndiHome. Diikuti tim CSR (Corporate Social Responsibility) yang menangani keluhan pelanggan. Selanjutnya tim Sales Force yang menangani masyarakat yang ingin melakukan pendaftaran baru layanan IndiHome.
Melalui keterampilan mereka, IndiHome berhasil melaksanakan akses internet Indonesia melalui layanan Dual Play (Internet + telephone ataupun Internet + TV interaktif), serta Triple Play (Internet + telephone + TV interaktif).
Bersama mereka bekerja memberikan solusi lengkap, hingga pelanggan bisa tetap beraktivitas dari rumah. Hasil kerja dari tim ini telah menghadirkan add on, yaitu IndiHome Smart (CCTV), Decoder TV tambahan, Langit Musik, IndiHome Study, Wifi Extender, MOLA, We TV, dan program lainnya yang mencapai sekitar 238 channel.
Jaringan Internet yang Cepat dan Stabil
Agar upload pelanggan semakin cepat dalam bidang digital connectivity, maka IndiHome telah melakukan perubahan pada ratio Upload dan Download (UL : DL) pada angka 1 : 3 dari sebelumnya 1 : 5. Perubahan ini sudah mencakup pada semua pelanggan, hingga mereka bisa menggunakan internet yang cepat dan stabil.
Melalui motto Aktivitas Tanpa Batas, IndiHome bersama Telkom Group Terus Berupaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Untuk menanggulangi ketidaknyamanan pelanggan akibat arus trafik yang padat, Telkom menambah bandwidth pada lokasi tertentu. Bandwidth adalah kecepatan jaringan internet agar dapat mengirim data per detik. Semakin besar angkanya berarti semakin baik kecepatannya, dan bandwidth IndiHome mencapai 102%.
Perbaikan dan monitoring jaringan pelanggan selalu diperhatikan Telkom Group, agar internet pelanggan bisa bebas tanpa hambatan. Layanan terbaik ini bisa diberikan untuk warga karena IndiHome adalah satu-satunya provider yang memiliki jaringan kabel laut SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) yang menjangkau Sabang sampai Merauke.
Inovasi layanan IndiHome
Peningkatan Kecepatan Internet Tanpa Biaya Tambahan
Untuk meningkatkan kenyamanan pelanggan agar tetap mengakses internet cepat dan stabil, IndiHome Higher Speed Sesame Price (HSSP). Dalam layanan ini, pelanggan ikut memperoleh penyesuaian peningkatan kecepatan internet, tanpa dikenakan biaya tambahan.
Kualitas jaringan selalu mendapat prioritas dari pihak IndiHome, karena sejak akhir Desember 2021 sebanyak 74% pelanggan memilih kecepatan di atas 20 Mbps. Perbaikan jaringan terbaik juga senantiasa terjaga, agar pelanggan puas dengan layanan yang mereka terima.
Dengan berinovasi dalam pelayanan tanpa batas, IndiHome internetnya Indonesia, mampu menjadi garda terdepan membangun jaringan internet cepat dan stabil tanpa batas di nusantara.
Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia, pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan kesejahtearaan masyarakat dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati Sumber : Pixabay Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...
Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek. "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata. Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu, bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh. Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...
Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen. Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...
Komentar
Posting Komentar