Gadget sudah mengambil perhatian
mayoritas anak-anak. Sebagian waktu mereka telah tersita oleh layar warna-warni
dari alat elektronik tersebut. Menurut
penelitian dari lembaga riset Childwise yang berbasis di Inggris, anak-anak
usia 5 – 16 tahun menghabiskan waktu 6,5 jam di depan layar gadget. Sementara, normal penggunaan gadget pada
anak-anak usia sekolah adalah 2 jam.
Ketika gadget belum beredar masif
seperti sekarang, permainan tradisional anak merupakan wadah untuk para bocah
bergembira dan bersosialisasi dengan teman sebaya. Sore hari, halaman rumah atau lapangan
bermain penuh dengan tawa ceria mereka. Kini,
kegiatan tersebut mulai berkurang sejak gadget menjadi teman mereka
menghabiskan waktu di rumah.
Oleh sebab itu, perlu kembali
memperkenalkan beberapa permainan anak-anak tradisional pada generasi penerus
ini. Permainan tersebut merupakan
warisan budaya yang patut dijaga kelestariannya
karena turut membentuk karakter anak-anak. Melalui permainan tradisional, mereka
diajak untuk sportif, berkomunikatif, disiplin, mahir berstrategi, berani
berinisiatif, dan menjaga kesehatan dengan aktif bergerak.
Ada beberapa permainan tradisional
anak berkelompok yang perlu diketahui oleh anak-anak. Permainan ini membutuhkan minimal tiga orang
peserta. Semakin ramai yang ikut serta,
semakin seru kegiatannya. Anak-anak pun
memiliki lebih banyak teman. Dengan
beragam kawan, mereka bisa belajar bersosialisasi dan berelasi dengan
orang-orang dari latar belakang yang berbeda.
Permainan berkelompok ini umumnya
terbagi atas dua regu, yang satu menjadi pemain dan yang lainnya menjadi
lawan. Kedua regu berkompetisi secara
sportif untuk memenangkan permainan. Karena bukan perlombaan, tidak ada piala atau hadiah yang
diperoleh. Kegembiraan dan kebersamaan
merupakan bonus dari permainan tradisional.
Ada pula permainan yang tidak dibagi
menjadi regu, tapi terdiri dari satu penjaga dan peserta lain menjadi
pemain. Biasanya penjaga akan mengejar
kawan-kawannya agar dia sendiri bisa berganti menjadi pemain. Anak yang tertangkap, akan menjadi penjaga
berikutnya.
Dunia anak, dunia bermain
Apa saja permainan tersebut dan
bagaimana peraturannya? Yuk, simak
ulasan berikut.
Cara memilih Teman Seregu atau Penjaga dalam Permainan Tradisional Anak
Sebelum memulai permainan, terlebih
dahulu ditentukan siapa yang menjadi penjaga dan pemain, atau pembagian regu. Supaya adil dan tidak menimbulkan
perselisihan, anak-anak menggunakan dua cara, yaitu.
* Hompimpah
Melalui hompimpah, anak-anak
mengibaskan tangannya sambil menyanyikan lagu berikut.
Hompimpah alaiyum gambreng
(kalimat ini berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya dari Tuhan
kembali ke Tuhan. Kalimat ini juga
menyampaikan tentang musyawarah dalam permainan anak-anak, yaitu kesepakatan
memilih penjaga atau pemain).
Bersama lagu selesai, semua anak
mengulurkan telapak tangan. Sebagian,
sebagian menegadah. Jika menengadah atau
menelungkup lebih sedikit, maka jumlah minoritas ini keluar dari hompimpah. Kemudian permainan dilanjutkan dengan bernyanyi
lagi sambil mengayunkan tangan, hingga menyisakan dua pemain.
* Suit
Jika hasil akhir hompimpah menyisakan
dua pemain, maka suit yang menjadi penentunya.
Sebelum bersuit, dua anak yang masih tersisa setelah hompimpah
mengepalkan sebelah tangannya. Setelah
dikeluarkan aba-aba ‘suit’, secara serentak mereka mengulurkan salah satu
jarinya. Dalam suit, pemain hanya
menggunakan tiga jari sebagai simbol.
Ibu jari dianggap sebagai gajah,
telunjuk sebagai manusia, dan kelingking menyimbolkan semut. Ibu jari
mengalahkan telunjuk, telunjuk mengalahkan kelingking, dan kelingking
mengalahkan ibu jari. Jika kedua anak mengulurkan jari yang sama, maka suit
diulang sampai menemukan pemenangnya.
Beberapa
Jenis Permainan Tradisional Anak Berkelompok
Ada beberapa permainan tradisional
anak yang bisa hanya dimainkan oleh dua orang anak, misalnya congklak, bola
bekel, engklek. Umumnya anak tersebut
bermain dengan teman akrab. Kegiatan ini
tepat untuk anak yang mungkin agak pendiam, pemalu, dan memiliki teman lebih
sedikit.
Namun jikalau memungkinkan, ajaklah
anak bergabung pada permainan tradisional yang diikuti oleh lebih dari tiga
orang. Kenalannya akan bertambah. Semakin banyak kenalannya, semakin mampu bersosialisasi.
Selain belajar beradaptasi, permainan tradisional beregu atau berkelompok,
mengajar anak untuk bekerja sama dan bergotong royong dengan kawan-kawan. Dalam
permainan, mereka belajar menentukan strategi untuk memenangkan permainan.
Ada banyak permainan tradisional anak
berkelompok, seperti.
@ Permainan Cendak Beralih
Diikuti oleh minimal tiga orang anak,
pecendak (penjaga) ditentukan oleh hompimpa atau suit. Setelah pecendak terpilih, maka anak-anak
lain langsung menyilangkan tangan di dada.
Namun, dalam waktu tertentu mereka harus membuka tangannya. Pada saat
tangan teman-temannya terbuka, pecendak harus menyentuh mereka sebelum kembali
menyilangkan tangan. Siapapun yang
tersentuh sebelum menyilangkan tangan, harus menggantikan posisi pecendak
tersebut. Begitulah permainan berlanjut
hingga selesai.
Permainan tradisional cendak beralih
Pemain dan penjaga adu kecepatan. Cendak
beralih membutuhkan ketangkasan anak dalam membuka dan menyilangkan tangan. Anak-anak
bermain cendak beralih sambil becanda dengan penjaganya. Meski sibuk bercengkerama, para pemain harus
tetap fokus melipat dan membuka tangannya. Sedikit saja mereka lengah, maka pecendak akan menyentuh mereka. Dengan demikian, beralihlah posisi pecendak
dengan anak yang baru tersentuh.
Cendak beralih melatih kemampuan anak
untuk fokus menjaga gerakan tangannya agar lolos dari giliran pecendak. Tapi jangan terlalu lama, karena terus
menerus menyilangkan tangan akan diprotes dengan teman-temannya. Pesertanya
sebaiknya berani. Mereka juga dilatih sportivitas agar jangan mudah merajuk
atau cemberut ketika harus menjadi pecendak.
@ Permainan Bakiak (Terompah Panjang)
Berasal dari Sumatera Barat, tapi
permainan ini mempunyai nama yang berbeda di Jawa, yaitu teklek. Pesertanya
menggunakan terompah panjang dengan kayu ringan yang dibuat berderet untuk tiga
orang.
Bakiak yang dimaksud dalam permainan
ini bukan sandal biasa dipakai orang-orang dulu. Bakiak ini berukuran panjang berupa sepasang
kayu panjang memuat tiga karet di masing-masing permukaannya. Jadi, seperti
tiga pasang bakiak yang dipadu lebur menjadi satu sandal berukuran maksimal.
Bakiak dan keselarasan melangkah
Permainan ini membutuhkan kekompakan
dan kerjasama pesertanya. Tiga orang anak yang mengenakan bakiak tersebut harus
berjalan selaras. Apabila ada yang tidak
fokus, maka ketiganya bisa jatuh bersamaan.
Mereka berusaha melangkah seirama dan kompak untuk mencapai garis akhir.
Pada perayaan tujuh belasan,
permainan ini sering dijadikan ajang perlombaan antara beberapa regu. Penonton
bersorak menyaksikan keseruan pertandingan. Ada regu yang gesit, ada pula yang
jatuh bangun. Regu yang lebih dulu menyentuh garis akhir dinyatakan sebagai
pemenang.
@ Permainan Gobak Sodor
Gobak sodor merupakan
permainan tradisional anak yang berasal dari Jawa. Ada beragam nama disematkan dari berbagai
daerah, seperti
- Galah asin dari Jakarta
- Galasin dari Jawa Barat
- Selodor dari Balikpapan
- Selodoran dari Malang
- Main galah dari Riau
- Adang-adangan dari Jambi
Anak-anak yang ikut bermain dibagi menjadi dua regu. Masing-masing kelompok terdiri dari minimal 3 orang. Permainan ini tidak menggunakan alat, tapi membutuhkan lapangan luas dan datar.
Pada
lapangan dibentuk garis-garis persegi empat berukuran sekitar 5m x 3m dengan
batas-batas yang terlihat jelas oleh pemain. Lapangan gobak sodor bergaris ini
terdiri dari dua kolom dan tiga baris yang diilustrasikan sebagai berikut.
Penjaga terdiri dari satu orang
bertugas mengamankan garis horizontal pertama, kemudian satu orang lagi menjaga
garis horizontal kedua. Sedangkan garis
vertikal yang berada di tengah lapangan, dijaga oleh satu orang yang bebas
bergerak di sepanjang lintasan.
Lapangan gobak sodor
Permainan dimulai dari garis awal
paling atas menuju garis akhir paling belakang.
Setelah sampai garis akhir, pemain harus mencapai ke garis awal. Regu
pemain dinyatakan menang jika anggotanya ada yang bisa kembali ke garis
awal. Namun, regu pemain kalah jika ada
salah satu anggotanya yang tersentuh oleh regu penjaga. Dengan demikian,
terjadi pergantian regu pemain.
Walaupun terdiri dari minimal tiga
orang pemain, untuk memenangkan permainan ini tidak perlu semua anggota regu
menyelesaikan lintasan dari awal hingga akhir. Cukup satu orang anggota regu saja yang menembus pertahanan lawan dari
garis awal hingga akhir, maka dia dan teman-temannya sudah memenangkan
permainan.
Gobak sodor merupakan permainan yang
melatih kekuatan fisik, konsentrasi, memecahkan masalah berkelompok, keberanian
dan inisiatif pribadi untuk mengambil keputusan. Permainan ini mengajak
anak-anak untuk menjaga kekompakan tim serta fokus pada tujuan.
Selain bekerja sama, agar dapat
memenangkan permainan ini diperlukan kecepatan berlari, kegesitan, strategi,
serta jeli melihat gerakan lawan.
@ Permainan Tarik Tambang
Tarik tambang merupakan permainan yang sering diperlombakan pada perayaan tujuh belasan. Kegiatan yang mengandalkan kekuatan fisik ini melibatkan dua regu dengan anggota minimal 5 orang.
Peserta menggunakan tali kokoh dan tidak mudah terputus sebagai alat adu. Selain tali, permainan ini tidak memerlukan peralatan lain, hanya dibutuhkan lapangan luas dan datar agar peserta bebas bergerak.
Cara permainannya sebagai berikut.
- Dua kelompok tersebut berdiri berhadap-hadapan sambil memegang erat tali.
- Ada pita tepat pada pertengahan tali.
- Ditarik garis pembatas di atas tanah lokasi pertandingan.
- Setiap regu berusaha sekuat tenaga menarik kelompok lawan agar pita pada tali melewati garis pembatas di atas tanah.
- Regu yang berhasil menarik lawan melewati garis dinyatakan sebagai pemenang.
- Permainan biasanya dilakukan dua kali dengan posisi tim bergantian.
- Jika seri, maka permainan dilanjutkan sekali lagi untuk menentukan pemenang.
Keseruan tarik tambang
Permainan ini seru dan perlu
ditunggu aksinya pada acara tujuh belasan. Keseruannya
semakin mengundang tawa apabila kedua regu kelihatan tidak seimbang. Salah satu regu tampak lebih kekar dari
lawannya. Meskipun demikian, regu lawan
tidak gentar dan tetap berusaha sekuat tenaga memenangkan pertandingan.
Permainan ini mengajarkan semangat
gotong royong, kerja sama, semangat pantang menyerah, sportivitas, serta
berusaha keras untuk meraih kemenangan. Tarik tambang juga mengajak pesertanya
agar tetap bersemangat walaupun regu lawan kelihatan lebih kekar. Dalam aktivitas ini yang penting sudah
berusaha mengeluarkan tenaga maksimal dan memberikan upaya terbaik.
@ Permainan Ular Naga
Permainan ini mempunyai istilah
berbeda dari beberapa daerah, seperti
- Wak wak gung dari Jakarta
- Tam tam buku dari Sumatera Utara dan Sumatera Selatan
- Dor salindor dari Madura
- Lemon nipis dari Irian Jaya
- Sleboran dari Gresik, Jawa Timur
Diikuti minimal 10 orang anak,
permainan ini dilakukan sambil menyanyikan lagu berikut.
Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu
kian kemari
Umpan yang lezat itulah
yang dicari
Ini dianya yang
terbelakang
Permainan ular naga
Kemudian, anak-anak berjalan sambil
memegang pundak teman di depannya untuk melewati terowongan. Terowongan yang
dimaksud di sini bukan terowongan pegunungan, tapi rangkaian dari sepasang
tangan ketua kelompok. Dua orang pemain yang dipilih sebagai ketua kelompok berdiri berhadapan
sambil berpegangan tangan. Kedua pasang tangan anak tersebut diangkat ke atas
sambil ikut bernyanyi.
Pada lirik terakhir, seorang pemain
dijepit oleh rangkaian tangan ketua kelompok.
Anggota yang terjepit segera keluar.
Ketua kelompok membisikkan dua pilihan pada anggota tersebut, misalnya
memilih anggur atau jeruk. Pilihan tersebut merupakan cara untuk ikut salah
satu dari grup ketua kelompok. Anak yang telah memilih, berdiri di belakang
ketua kelompoknya.
Setelah semua anggota habis terpilih,
permainan dilanjutkan dengan perebutan anggota kelompok. Regu yang beranggota
lebih banyak menjadi kelompok induk ayam dan anaknya. sementara anggota yang lebih sedikit menjadi
serigala. Regu serigala akan berusaha merebut anak-anak ayam dari induknya.
Tugas induk ayam adalah melindungi anak-anaknya dengan merentangkan
tangan. Permainan selesai jika serigala
mampu merebut semua anak ayam.
Ular naga mengajak anak untuk berani
menentukan pilihan. Apapun pilihannya,
setiap anak ikut bekerja sama melindungi regu mereka. Kalah menang dalam permainan merupakan hal
yang lumrah, kekompakan dan setia kawan senantiasa terjalin dari aktivitas ini.
@ Permainan Benteng-bentengan
Permainan kelompok yang membutuhkan
ketangkasan, kecepatan berlari, dan strategi handal. Benteng-bentengan
merupakan adu kegesitan antara dua regu yang bertujuan untuk menangkap anggota
regu lawan dan merebut bentengnya. Permainan ini bisa dilakukan di tanah luas
dengan dua tiang berjarak minimal 10 meter, serta melibatkan dua tim yang
terdiri dari 4 – 8 orang anak.
Cara permainannya sebagai berikut.
- Setiap tim memiliki tiang sebagai benteng. Benteng bisa berupa tiang ataupun dahan pohon.
- Untuk memenangkan pertandingan, selain merebut benteng lawan, mereka juga harus menawan sebanyak mungkin anggota regu lawan.
- Pemain harus sering kembali ke bentengnya sendiri karena “penawan” dan anggota “tertawan” ditentukan oleh siapa dulu yang paling dekat waktunya menyentuh benteng sendiri.
- Pemain yang menyentuh benteng dengan waktu terdekat berhak menjadi “penawan”.
- Penawan akan berusaha menangkap anggota regu lawan menjadi tertawan. Anggota yang tertawan tidak bisa kembali ke bentengnya sendiri dan menjadi tawanan.
- Semakin banyak lawan yang ditawan, semakin besar peluang tim penawan untuk merebut benteng lawan dan memenangi permainan.
- Pemenang permainan adalah tim yang pemainnya dapat menyentuh benteng lawan sambil berteriak “Benteng!”
Menggunakan batang pohon sebagai bentengan
Permainan ini mengajarkan
kehati-hatian dan kecermatan membuat strategi. Kecermatan itu dilengkapi dengan
kemampuan mengecoh lawan sehingga mereka lengah, termasuk mengejar lawan agar
semakin jauh dari bentengnya.
Bentengan juga membutuhkan kekompakan
dan kerjasama antara anggota regu untuk tetap solid menjaga benteng mereka.
Dalam satu regu, anggota bisa bergiliran menjaga. Teman yang berlari paling cepat dan gesit
bisa menjadi andalan untuk menangkap lawan agar memenangkan permainan.
@ Permainan Domikado
Permainan ini sederhana dan tak
memerlukan alat. Para peserta hanya perlu duduk bersama membentuk lingkaran
sambil menyanyikan lagu berikut.
Domikado ... mikado ... mikado
Eska ... eskado ...
eskado ...piye ... piye
Cis ... cis ... one ...
two ... three ... four ...
Peserta membuka tangan dan
menggabungkannya dengan orang di sampingnya, yaitu meletakkan tangan kirinya di
bawah tangan kanan teman di sebelah. Selanjutnya, sambil menyanyikan lagu
tersebut, tangan kanan peserta menepuk tangan kanan teman yang berada di atas
tangan kirinya. Peserta yang kalah
merupakan orang yang tangannya ditepuk tepat saat lagu berakhir.
Tepukan ala domikado
Kejutan biasanya terjadi pada saat lagu
mendekati akhir lirik. Peserta terakhir
tidak menduga dan kaget ketika tangannya ditepuk pas lagu berhenti. Gelak tawa segera pecah melihat raut wajah
korban kebingungan dan harus keluar dari lingkaran. Yap, permainan ini bertujuan mencairkan
komunikasi antar peserta. Jangan pula ada yang tersinggung karena harus meninggalkan
arena.
@ Permainan Kucing-kucingan
Terinspirasi dari hewan di alam
nyata, permainan ini mengisahkan tentang kucing yang hendak memangsa
tikus. Kejar-kejaran segit terjadi
antara kedua pemain yang berlakon sebagai dua hewan bermusuhan tersebut, yaitu
kucing penjaga dan tikus pemain. Kesegitannya ditambah dengan peserta lain yang
berperan sebagai tikus penjaga dan berusaha melindungi tikus pemain. Semakin
luas lingkarannya, semakin seru permainannya.
Dari semua peserta yang ikut, anak
yang kalah hompimpah akan menjadi kucing. Kemudian dipilih satu anak menjadi tikus pemain. Anak-anak yang lain
berpegangan tangan membentuk lingkaran menjadi penjaga tikus. Jika tikus pemain
berada di dalam lingkaran, kucing berada di luarnya. Kucing akan berusaha
menerobos lingkaran. Namun, para tikus penjaga tetap mengawal temannya dengan saling
berpegangan tangan erat pada lingkaran.
Jika pegangan tangan terlepas dan
kucing berhasil masuk ke dalam lingkaran, maka para tikus penjaga mengeluarkan
temannya dari lingkaran.
Sebaliknya, mereka menjaga kucing
tetap di lingkaran dengan terus berpegangan erat. Demikian seterusnya hingga
tikus pemain tertangkap. Jika
tertangkap, maka dia akan menjadi kucing berikutnya.
Permainan kucing-kucingan
Permainan ini mengajak anak
untuk bekerja sama menjaga teman mereka dari hal yang tidak diinginkan, seperti
kucing pengganggu. Mereka bergotong royong dan bergandengan tangan agar teman
mereka selamat. Kekompakan merupakan
kunci agar perlindungan tersebut tetap solid.
@ Permainan Sepak Sawut
Peraturan permainan ini sama seperti sepak bola
pada umumnya. Hanya saja, pemain
menggunakan bola api. Bahan bola berasal dari bongkahan sabut kelapa yang tak
ada lagi unsur airnya. Bongkahan yang sudah kering tersebut direndam dalam
minyak tanah selama beberapa hari. Ketika permainan hendak dimulai, api mulai
dinyalakan.
Sepak sawut biasanya berlangsung pada
malam hari, tapi bisa juga berlangsung siang hari. Bedanya, kalau malam hari maka pancaran api
dari bola semakin jelas dan menambah pijar keseruan permainan. Bola api yang
ditendang bergiliran antar pemain menjadi pemandangan menarik pada suasana
gelap.
Menarik jika mengamati sepak sawut
dengan bola api menyala. Bola berpijar seperti melambangkan simbol keberanian
dan keyakinan. Kalau malam hari, di tengah suasana gelap gulita dan tanpa
harapan, seperti ada secercah cahaya yang menjadi pedoman untuk terus melangkah
mencapai tujuan. Sementara untuk siang hari, bola bersuhu panas tersebut
menjadi tantangan untuk terus ditendang demi meraih kemenangan.
Keseruan sepak bola sawut
Permainan sepak bola sawut ini memberi pesan. Jangan menyerah dalam kegelapan dan situasi sulit karena
masih ada sinar menjadi penuntun langkah.
Apalagi dengan bekerja sama dan kompak dengan teman seregu, kemenangan
bukan hal mustahil untuk diraih.
Anak-anak yang sering bermain sepak
sawut diharapkan selalu mengingat falsafah dari bola api tersebut. Dalam kerumitan, teruslah melangkah dengan
keyakinan. Akan ada secercah harapan
yang menjadi penuntun, jika kita berani berjuang meraih cita-cita.
@ Permainan Boi-boian
Permainan beregu yang mengandalkan
ketangkasan dan kecepatan bergerak serta berlari ini, memiliki beberapa nama
berbeda dari berbagai daerah.
-
Boi-boian
dari Jombang
-
Gebokan
dari Malang
-
Pai-paian
dari Ketapang Sampang Madura
-
Pecah
piring dari Sumatera Utara
Boi-boian membutuhkan perlengkapan
yang sederhana, yaitu tumpukan batu pipih atau genteng berjumlah sekitar sepuluh
keping, yang disusun seperti menara. Kemudian, sediakan pula bola yang tidak
terlalu besar dan berat, seperti bola kasti. Berjarak empat atau lima meter
dari lokasi menara batu tersebut, ditarik garis pembatas bagi regu pemain melempar
bola. Sedangkan untuk arena permainannya, diperlukan lapangan yang cukup aman
dan luas tempat anak-anak berlarian.
Permainan dimulai dengan hompimpah,
yaitu untuk membagi anak-anak menjadi dua regu.. Kemudian, dipilih ketua regu yang bersuit
untuk menentukan siapa yang menjadi pemain dan penjaga. Pemain adalah regu yang
melempar bola pada tumbukan menara batu.
Sedangkan regu penjaga merupakan lawan yang akan mengejar mereka.
Anggota regu pemain secara bergiliran
melempar bola ke arah menara batu. Jika
bola mengenai menara batu yang kemudian jatuh berhamburan, semua regu pemain
harus lari berpencar. Regu penjaga atau
lawan mereka akan melempar satu persatu anggota regu pemain yang mencoba
menyusun kembali menara batu sampai utuh.
Menyusun pecahan batu melalui boi-boian
Jika bola mengenai salah seorang
anggota regu pemain, maka anak yang bersangkutan tidak boleh lagi ikut menyusun
batu. Demikian seterusnya sampai semua
anggota regu pemain terkena lemparan bola.
Jika sudah demikian, maka terjadi pertukaran regu. Regu penjaga sekarang beralih menjadi pemain.
Namun, apabila ada anggota regu
pemain mampu menyusun kembali menara batu hingga utuh tanpa pernah tersentuh
bola, maka mereka memenangi permainan. Regu yang sama tetap menjadi pelempar
bola pada seri berikutnya. Regu penjaga kembali berjaga-jaga sampai mereka
mampu melempar semua regu lawan.
Permainan ini mengajak anak-anak
untuk kompak bekerja sama dan mempunyai strategi jitu menghadapi lawan. Untuk
terus menyusun menara batu kembali utuh, regu pemain memerlukan keberanian
menghadapi regu lawan yang agresif menyerang. Mereka berpencar dan berusaha
mengalihkan fokus regu lawan. Apabila
bola yang dilemparkan melesat jauh, semakin banyak waktu untuk menyusun menara
batu.
Demikian juga regu penjaga, mereka
membutuhkan kekompakan saat melempar bola dengan rekannya. Diperlukan kerjasama agar mereka bisa jitu
membidik lawan agar tidak boleh lagi ikut menyusun batu. Lemparan diusahakan jangan lengah dan melesat
terlalu jauh karena hanya menguntungkan lawan.
@ Permainan Cublak-cublak Suweng
Mungkin banyak yang sudah familiar
dengan lagu ini. Syairnya sering
dilantunkan pada avara-acara musik nasional.
Walaupun berasal dari Jawa, mayoritas masyarakat kita pernah mendengar
lagu ini.
Ternyata ada permainan tradisional anak
yang mengiringi lagunya. Persis dengan
judulnya, permainan ini juga menggunakan nama yang sama. Liriknya yang singkat
dan mudah diingat, membuat anak mahir melantunkannya bersama teman-teman,
seperti berikut.
Cublak-cublak suweng
(Merupakan
tempat anting perhiasan untuk wanita Jawa)
Suwenge teng gelenter
(Mengilustrasikan anting perhiasan yang berserakan)
Mambu ketundhung gudel
(Seperti bau anak kerbau)
Pak empong lera lere
(Bapak ompong melihat kiri kanan)
Sapa ngguyu ndelikkake
(Siapa
tertawa dia yang menyembunyikan)
Sir sir pong dele kopong
(Hati nurani seperti kedelai kosong tanpa isi)
Sir sir pong dele kopong
(Hati nurani seperti kedelai kosong tanpa
isi)
Krikil sebagai alat bantu permainan cublak-cublak suweng
Tata cara permainannya sederhana. Tidak memerlukan peralatan
khusus, anak-anak hanya membutuhkan biji-bijian atau kerikil. Ukurannya disesuaikan, asalkan bisa digenggam oleh
telapak tangan mungil mereka. Peserta Cublak-cublak
Suweng terdiri dari 3 – 5 orang
anak. Satu orang anak bertugas sebagai
penjaga (Pak Empong) dan yang lainnya bermain.
Adapun peraturan permainannya sebagai berikut.
- Permainan dimulai dengan cara bersuit atau hompimpah untuk menentukan siapa yang bertugas jaga (Pak Empong) dan anak-anak yang bermain.
- Para pemain duduk membentuk lingkaran mengelilingi Pak Empong yang telungkup di tengah lingkaran.
- Para pemain membuka telapak tangan menghadap ke atas dan meletakkannya tepat di atas punggung Pak Empong.
- Biji-bijian atau kerikil dipindahtangankan antar pemain sambil terus menyanyikan lagu Cublak-cublak Suweng.
- Pada saat menyanyikan lirik Sapa ngguyu ndelikkake, biji-bijian atau kerikil diserahkan kepada salah seorang pemain untuk disembunyikan dalam genggaman.
- Setelah lagu selesai, Pak Empong bangun dan menebak anak yang menyembunyikan biji-bijian atau kerikil.
- Jika benar, maka anak yang menggenggam biji atau kerikil menjadi Pak Empong berikutnya.
- Jika salah, anak yang menebak tersebut kembali menjadi Pak Empong.
Permainan ini mengajak anak untuk
mengontrol emosi. Jika salah menebak,
anak sebaiknya jangan mudah kesal atau putus asa, apalagi merajuk dan berhenti
bermain. Diperlukan kesabaran untuk dapat menemukan teman yang
menggenggam batu. Semakin banyak
pesertanya, semakin sulit Pak Empong menebak.
Selain permainannya yang mengajak
anak untuk teliti menebak, syair lagu ini juga membawa pesan tentang prinsip
hidup. Liriknya mengumpamakan orang yang mencari harta dengan penuh keserakahan
dan keegoisan. Karena diselubungi oleh
keserakahan, mereka menghalalkan segala cara. Orang-orang demikian tidak
peduli apabila tindakan mereka merugikan yang lain.
Walaupun berhasil memperoleh harta
duniawi, pada akhirnya mereka merasa kosong, berjiwa hampa, dan sendirian. Ternyata harta duniawi tak mampu mengisi jiwa
yang melompong. Kerabat hanya mendekat jika ada
keperluan.
Padahal jika mereka memiliki jiwa
bening, harta sejati sebenarnya sudah ada dalam diri mereka sendiri. Menghargai
orang lain, melepaskan keserakahan pada harta duniawi, rendah hati, dan mau
membantu sesama, merupakan harta yang tersebar di berbagai tempat. Mereka tak perlu khawatir karena harta jenis
ini tidak pernah habis.
@ Permainan Patung-patungan
Ta’patung, patung-patungan, atau Puteri
Salju merupakan permainan tradisional yang beranggotakan minimal 3 hingga 5
anak. Semakin banyak anak yang ikut
serta, semakin seru. Karena anak-anak saling mengejar dan berlarian riang,
permainan ini membutuhkan lapangan luas agar mereka bebas bergerak.
Melalui hompimpah dan suit, anak yang kalah berperan sebagai ‘dadi’. Tugas dadi adalah menjadi pusat perhatian dan
penjaga dari permainan ini. Dia berdiri di tengah anak-anak yang membentuk
lingkaran. Kemudian mereka serentak
menyanyikan lagu berikut.
Putih-putih melati, Alibaba ... merah-merah delima, Pinokio
Siapa yang baik hati, Cinderella ... tentu disayang Mama
Mamaku Lady Diana
Papaku Pangeran Charles
Nenekku Ratu Inggris Elizabeth
Berbagai pose anak dalam permainan patung-patungan
Setelah lagu selesai, semua anak
kecuali dadi berubah menjadi patung alias tidak boleh bergerak. Dadi mulai
menghitung dari angka 1 sampai 10. Pada
setiap angka yang diucapkan, semua pemain harus berganti pose atau gaya mematung. Pada semua hitungan tersebut, tidak boleh ada
pemain yang tertawa atau tersenyum apalagi kelihatan giginya. Jika ada yang tertawa, maka pemain tersebut
menjadi dadi berikutnya.
Jika semua pemain mampu melewati
sampai angka 10 tanpa ada yang tertawa, maka mereka semua berlari berhamburan
dikejar dadi. Jika dadi berhasil menyentuh
salah satu pemain, maka tugas dadi pun berganti.
Jika pemain kelelahan dan berhenti
berlari, maka dia harus mematung. Dadi
mengejar pemain lain yang masih berlarian.
Pemain yang mematung tidak bisa sembarangan hidup kembali. pemain lain
harus menepuknya sambil berucap, “bangun!”
Jika semua anak telah mematung, maka
anak yang terakhir menjadi patung akan mengganti posisi dadi. Oleh sebab itu agar mereka tidak menjadi dadi
berikutnya, para pemain harus bekerja sama dan menyentuh temannya yang mematung. Dengan demikian tidak ada yang menjadi patung
terakhir. Sekarang mereka hanya perlu ketangkasan untuk menghindari kejaran
dadi.
@ Permainan Cician
Cician terdiri dari dua tim yang
beranggotakan minimal tiga orang anak.
Tidak ada peralatan yang diperlukan untuk aktivitas ini, hanya
dibutuhkan kemampuan fisik untuk berlari lama dan gesit. Agar anak-anak bebas berlarian, sebaiknya
permainan dilakukan di lapangan terbuka.
Peserta dibagi menjadi dua regu. Permainan
dimulai dengan menentukan garis tengah lapangan sebagai batas daerah kekuasaan
masing-masing regu. Setelah disuit, salah satu anggota regu pemenang harus
berlari di daerah lawan sambil berusaha menyentuh pemain lawan. Selama
mengejar, anggota regu lawan tersebut tidak boleh berhenti mengucapkan
“ci”. Apabila berhenti, maka dia menjadi
anggota dari regu lawan.
Menangkap teman dalam permainan cician
Sementara anggota regu lawan bisa
lari menghindar agar tak terpegang. Apabila terpegang pengejar, maka korban menjadi anggota regu lawan dan
ditarik ke daerah seberang. Namun, jika
dia sempat dipegang oleh teman seregu, maka korban kembali menjadi anggota
regunya.
Permainan ini dilakukan secara
bergantian antar kelompok. Anggota yang
duluan habis dinyatakan sebagai regu yang kalah. Untuk menjaga agar jumlah
anggotanya jangan terus berkurang, anggota seregu harus saling menolong anggota
yang sudah tersentuh regu lawan. Kekompakan merupakan kunci memenangkan permainan ini.
@ Permainan Petak Jongkok
Ada beberapa istilah permainan ini
dari beberapa daerah, seperti.
·
Maling-malingan
dari Sidoarjo
·
Naga
bonar dari Kalimantan
·
Kucing
pati di Jawa Tengah
Dalam memulai permainan, pertama-tama
dipilih anak pemeran pemburu melalui hompimpa atau suit. Setelah ditentukan
pemburunya, maka dia harus mengejar dan menangkap teman-temannya. Namun sebelum bergerak, pemburu memberi waktu
sampai hitungan ketiga agar teman-temannya dapat menentukan posisi.
Jika pengejaran sudah berlangsung,
maka teman yang hampir tertangkap harus berjongkok. Kalau penjaga berhasil menangkapnya sebelum
berjongkok, maka anak tersebut menjadi penjaga berikutnya.
Apabila anak buruan sudah jongkok,
pemburu tidak boleh lagi menangkapnya.
Dia harus menangkap teman-teman lain yang masih berlari. Sementara anak yang sudah berjongkok tidak dapat
langsung berdiri, kecuali diselamatkan oleh temannya dengan cara
menyentuh. Mereka membutuhkan bantuan
dari kawannya untuk kembali berdiri.
Lomba jongkok dalam permainan petak jongkok
Kalau semua pemain sudah berjongkok
dan tidak ada lagi dalam posisi bebas, maka pemain terakhir yang jongkok beralih
menjadi pemburu baru. Begini dilakukan
berulang-ulang tanpa batas waktu.
Permainan berhenti atas kesepakatan bersama.
Antara
Gadget dan Permainan Tradisional Anak
Dunia anak adalah dunia bermain. Tertawa riang bersama teman-teman di luar,
berlarian, berkejaran, hingga konflik kecil-kecilan, merupakan warna dari dunia
mereka yang ceria. Bermain bersama teman merupakan cara mereka belajar
bersosialisasi, bekerja sama, bergotong-royong dan berkomunikasi dengan orang
lain. Apalagi jika permainan tersebut melibatkan banyak peserta.
Namun, sebaiknya tentukan batas
gotong royong dan bekerja sama yang bisa ditolerir. Menutupi kesalahan teman, sepakat membohongi
orang tua atau guru, setia kawan untuk melanggar peraturan sekolah, bukan jenis
gotong royong atau kerja sama yang ditolerir.
Ada konsekuensi dari setiap pelanggaran yang dibuat dengan sengaja oleh
mereka. Jadi, sebaiknya hindari karakter demikian.
Dalam permainan bersama, biasanya
semakin banyak teman semakin sering muncul konflik kecil akibat kesalahpahaman.
Gesekan dalam bermain bisa mengajak anak untuk berpikir kreatif dan kritis
mengatasi masalahnya. Mereka belajar
untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, serta menemukan solusi
agar bisa kembali bermain seperti sedia kala.
Bagaimana dengan gadget? Dengan
permainan tradisional, bukan berarti menjauhkan gadget dari anak karena teknologi
merupakan masa depan mereka. Yuk, temukan keseimbangan antara penggunaan gadget
dan waktu anak bermain di luar rumah. Mudah-mudahan dengan pembagian waktu yang
berimbang akan membentuk generasi muda yang cerdas sekaligus sehat secara fisik
dan mental.
Referensi :
- - Gambar
diedit oleh Canva.
- Achori, Keen. 2012. Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak melalui Permainan Tradisional. Penerbit Javalitera. Yogyakarta.
- . Dr. Dra. Iswinarti, Msi, Psikolog. 2017. Permainan Tradisional, Prosedur, Analisis, dan Manfaat Psikologis. Penerbit Universitas Muhammadiyah. Malang.
- - Mulyani,
Sri. 2013. 45 Permainan Tradisional Anak
Indonesia. Langensari Publishing.
Yogyakarta.
- - Yani,
Huri. 2018. Permainan Tradisional Anak
Negeri. Redaksi Balai Pustaka. Jakarta.
- - Julie,
Sabrina. 2022. “Bermakna Religius, Arti
Kata ‘Hompimpa Alauim Gambreng’ dalam Permainan Anak-Anak.” www.liputan6.com. 27 Februari.
- - Fajrina, Hani Nur. 2015. “Riset : Anak Masa Kini Habiskan 6,5 Jam Pakai Gadget.” www.cnnindonesia.com. 5 April.
- - Fadila,
Ihda. 2023. “7 Manfaat Sikap Gotong
Royong dan Cara Mengajarkannya pada Anak.” www.hellosehat.com. 15 Maret.
- - Sitoresmi,
Ayu Rifka. 2021. “20 Macam Permainan
Tradisional Indonesia yang Perlu Dilestarikan.” www.liputan6.com. 3 Agustus.
jaman kita kecil, banyaakk bgt permainan kyk gini.
BalasHapussemoga tetap lestariiii
Semoga anak-anak kita tetap melestarikannya.
HapusWah... Dengan adanya permainan tradisional nih bisa anak jadi ikut melestarikan seni budaya Indonesia. Permainan ini seru loh
BalasHapusIya padahal seru banget lho permainan-permainan berkelompok ini dan banyak manfaatnya. Namun anak-anakku hanya beberapa permainan tradisional aja yang suka dimainkan. Sebab, terkadang terbatas tempat bermainnya, anak-anak juga gak leluasa main di luar rumah Seperri zaman kita dulu.
BalasHapusSeru banget! Alhamdulillaah aku dan mbak-mbak di sini pernah main permainan2 di atas ya! Ketawa, keringetan, kotor-kotoran, kadang berantem sama teman terus merajuk abis itu baikan lagi gara2 rebutan siapa yang duluan main. It's an awsome memories :')
BalasHapusMeski beda istilah,. Saya pernah memainkan permainan anak jadul itu. Hanya disini ga ada permainan karet ya? Di Sunda disebutnya sapintrong. Karet gelang yg diuntun memanjang lalu jadi media untuk salto, melompat dan sebagainya
BalasHapusBiasanya anak perempuan yg main. Tapi Anak laki juga ada yang jago kok
Banyak sekali ya ragam permainan tradisional. Dibandingkan sekarang yang ramai game digital, manfaat permainan jadul ini ternyata besar juga
BalasHapusAaah, beneran permainan anak zaman dulu sebelum ada gadget tuh sungguh beragam ya.. Aku main boi-boian, gobak sodor, engklek, bekel, sampe lomba panjat tiang masjid, heheh.. pokoknya temennya seru, maiiin aja deh..
BalasHapusMasalah aturan, ntar dibikin pas uda main.
Rame banget si..kalo uda main. Dan ujung-ujungnya jadi seneng ke masjid karena pasti ketemu temen main yang seru.
Membaca artikel ini berasa nostalgi..permainan yang saya lakukan saat kecil ini, hampir semua pernah saya mainkan ...duh senangnya . Kini anak-anak saya di Jakarta main sama tetangga aja jarang karena ga ada yang sebaya. Paling sama teman sekolah main di sekolah, itu pun jarang permainan tradisional
BalasHapusKangen dengan semua permainan ini. Benar sekali semua permainan ini mulai banyak ditinggalkan bahkan mungkin asing bagi anak-anak zaman sekarang.
BalasHapusAh...jadi kangen masa kecil yang tiada hari tanpa main terutama benteng-bentengan, tapi anak-anak sekarang memang sudah jarang bahkan hampir ngak ada yang bermain jenis permainan ini kecuali tarik tambang, setiap 17 Agustus masih dimainkan di sekolah. Masanya sudah berbeda ya, padahal permainan fisik seperti ini bisa membantu mengasah kemampuan motorik anak lho.
BalasHapusSaya juga dulu suka bermain benteng-bentengan.
HapusBaca ini jadi nostalgia masa kecil
BalasHapusBetapa dulu Saya mengabiskan waktu dengan bermain permaianan tradisional bersama teman-teman
Seru banget pastinya
Di Surabaya ada komunitas kampung dolanan mba, jadi permainan seperti ini masih dilestarikan oleh mereka
BalasHapusMakasih infonya, Mbak. Suatu hari nanti mau ke sana.
Hapusiya nih sekarang memang sudah jarang banget ya kita melihat anak-anak bermain gobak sodor dan sebagainya. malah mungkin mereka bingung sama permainan itu. anak-anak di komplek juga kalau main mereka paling mainnya lari-larian aja nggak ada main gobak sodor gitu
BalasHapusAku dulu jago banget main galah asin, sampe kecapean, sampe jatuh karena capek tapi masih bersemangat, haha. Kangeeenn banget yaaa berkeringat dan bergerak kaya dulu...
BalasHapus