Ada yang belum kenal tomat?
Sepertinya
sekarang sulit menemukan orang yang belum mengenal tomat, meskipun tidak
hobi memasak. Tomat kerap diolah dengan sayuran sebagai hidangan keluarga. Selain diolah di rumah, sudah banyak makanan
kemasan yang dicampur dengan tumbuhan ini, seperti saos tomat. Jus tomat juga populer sebagai teman kuliner.
Selain
populer, pohon tomat yang rimbun merupakan pemandangan menarik yang sering saya
lihat di media. Saya pun jadi ingin memiliki pohon tomat di rumah. Dulu pernah
mencoba menanamnya di pekarangan. Hasilnya?
Gagal total! Tomatnya busuk dan
batangnya perlahan mati. Padahal setiap hari saya siram. Ternyata menyiram saja tidak cukup.
Kata orang, sayur-sayuran dan buah-buahan sulit tumbuh di daerah berhawa panas. Saya bermukim di Medan dengan suhu udara yang cukup terik. Tomat tumbuh optimal pada daerah bersuhu sekitar 18°C – 25°C pada siang hari. Sementara saya tinggal di ko bersuhu sekitar 24°C – 31°C pada siang hari (menurut catatan BMKG), bahkan, pada bulan April kemarin pernah mencapai 36,5 C.
Itu baru masalah suhu udara, belum lagi kondisi lahan. Pekarangan rumah saya sudah dimarmer seluruhnya. Kalaupun mau bercocok tanam, ya, harus menggunakan pot berisikan. Namun, solusi ini pun bukan tanpa kendala. Tanah di seputaran rumah kurang subur karena telah bercampur pasir hasil renovasi bangunan.
Jadi,
saya pikir, sudahlah lupakan saja keinginan untuk budidaya tomat di rumah. Nanti busuk lagi kayak dulu, padahal sudah membeli bibit satu sachet.
Hasilnya nol besar. Kalau senang
melihat pohonnya, kapan-kapan bisa jalan-jalan ke ladang tomat. Iya, kan?
Ternyata
ada kejutan di kemudian hari.
Bibit Tomat dari Selokan
Suatu
hari saat jalan kaki olga keliling kompleks, saya melihat ada pohon tomat ranum
yang tumbuh subur di depan rumah tetangga. Wah, ini kejutan. Ternyata ada juga yang berhasil membudidayakan tomat. Kebetulan pemiliknya ada di depan
rumah, jadi langsung saja saya tanya.
"Nggak ditanam itu, Kak. Dia tumbuh sendiri di depan rumah. Disiramnya pun kalo ingat.” Demikian jawaban pemilik rumah.
Saya cuma manggut-manggut. Dia kelihatan tidak peduli dengan tumbuhan tersebut. Kalau mau tumbuh syukur, kalau nggak juga bukan masalah. Pohon itu ditanam seadanya di dalam pot, lengkap dengan tiang penyangga. Daun-daunnya pun agak layu.
Waduh, kasihan si tomat. Ketika
saya lewat beberapa minggu kemudian, pohon tersebut sudah tinggal batang
dengan beberapa helai daun.
Kemudian, saya perhatikan ada dua pohon tomat lagi yang tumbuh di seputaran komplek, bahkan salah satunya tumbuh liar. Begitu mudahkah tanaman ini berkembang biak walaupun di daerah panas?
Saya pun mengambil kesimpulan,
tomat mungkin bisa tumbuh di daerah panas, asalkan dirawat dengan tekun. Apapun yang diabaikan, biasanya nggak pernah
memberi hasil optimal.
Jadi,
gimana? Mau mencoba bertanam tomat lagi?
Awalnya, saya malas mencoba karena sudah bosan berkali-kali gagal. Namun, pendirian saya goyah ketika melihat sebatang tomat yang rapuh tumbuh di pinggiran selokan pas depan rumah.
Tingginya baru sekitar 0,5 meter. Bentuknya mulai melengkung karena tidak ada tiang
penyangga. Kalau tidak diselamatkan, dia
mungkin akan menjuntai dan jatuh ke dalam selokan.
Saya berpikir, mungkin ini kesempatan untuk mempraktekkan kembali budidaya tomat di pekarangan rumah. Kemungkinan tumbuh tetap ada. Toh, sudah ada contohnya dari tetangga.
Tomat terbukti bisa tumbuh,
sekarang tinggal tergantung pemiliknya.
Mau dirawat atau terima nasib saja? Kalau jadi syukur, kalau nggak berarti bukan rezeki.
Akhirnya, pohon tomat tersebut saya pindahkan dari pinggiran selokan ke pot kecil. Dulu, saya kurang maksimal memelihara tumbuhan tersebut. Modalnya hanya siraman air tanpa ada pupuk tambahan. Siapa tahu beruntung, tomatnya bisa tumbuh sendiri.
Ternyata mengandalkan keuntungan saja nggak
akan memperoleh hasil maksimal.
Kalau dulu hanya menggunakan pengetahuan terbatas, sekarang saya mulai bertanya dengan kenalan yang paham pertanian. Istilahnya, belajar dari pengalaman orang lain.
Biasanya cara ini lebih sederhana dan mudah dipahami karena memakai
bahasa sehari-hari. Kalau membaca dari buku, saya justru semakin bingung karena
banyak istilah-istilah kurang familiar.
Saran
dari para kenalan itu ternyata cukup membantu. Perawatan tomat sederhana dan orang yang awam tentang pertanian bisa mempraktekkannya.
Berikut paparannya.
1. Sediakan
wadah tanaman yang tepat
Tantangan
pertama adalah harus
menyediakan wadah yang sesuai, jangan asal tanam. Saya segera mencari cara agar tomat memperoleh
tanah subur. Ini penting karena rumah sudah dibeton hingga ke pekarangan. Pot bisa menjadi pilihan.
Saya memindahkan tomat tersebut ke pot berdiameter 15 cm. Karena tomat tumbuh menjalar, harus
disediakan tiang penyangga. Supaya nggak ribet, saya menanamnya tepat
berdampingan dengan pagar rumah.
Tomatnya tumbuh, tapi masih malu-malu kucing alis kerdil. Saya ingat, beginilah tomat yang dulu ditanam. Pohon seperti ini cepat atau lambat akan mati, hanya menunggu waktu.
Menyerah? Ih, masa nyerah? Tanggung, lho. Sekali ini, saya nggak mau mengulangi kesalahan yang sama.
Seperti
manusia, tanaman pun perlu wadah atau tempat tinggal yang cukup nyaman untuk
berkembang. Saya melirik potnya, terlalu
kecil dan sesak. Maka, sayapun mengganti pot dengan ukuran lebih besar.
Hasilnya terbukti. Setelah ganti pot, pohon bertumbuh semakin subur. Batangnya bertambah tinggi, sampai merunduk ke marmer. Agar terlihat rapi dan indah, saya mengikat batang yang merunduk ke pagar dengan tali agar kokoh kembali. Dedaunannya pun mulai rimbun.
Nah, ini petanda
kemajuan. Pohon tomat saya zaman dulu
tidak mampu mencapai fase ini.
2. Gunakan
pupuk kompos
Di depan rumah ada sedikit tanah yang ditanami dengan pohon mangga dan jeruk lemon. Sayangnya, tanah tersebut sudah tidak subur lagi karena bercampur dengan pasir.
Lahannya pun pernah disemprot
dengan obat anti hama untuk membasmi rumput liar. Akibatnya, daun pohon lemon yang tumbuh di
atasnya mulai menguning seperti kekurangan nutrisi.
Kalau
tomat ditanam menggunakan tanah tersebut, berarti hanya mengulang kegagalan
terdahulu. Pohon jeruk lemon kokoh
saja hampir tumbang, apalagi batang tomat yang ringkih. Kalau mau berkembang dengan baik, harus
dicari alternatif agar tanaman tersebut tumbuh subur.
Untunglah di rumah ada persediaan kompos, yaitu tanah yang sudah dicampur dengan kotoran hewan. Saya sudah melihat hasilnya pada tumbuhan lain, kompos ini mampu menyuburkan tanaman.
Mudah, kok, memperoleh pupuk jenis ini.
Temukan saja pada penjual bibit bunga. Kalau di daerah saya, biasanya berlokasi agak ke pinggiran kota. Pupuk yang
dikemas dalam goni ini harganya cukup terjangkau, kok.
3. Pangkas
dedaunan yang terlalu rimbun
Saudara
saya yang berkecimpung sebagai petani, pernah memberi saran. Menurutnya, pohon dengan
dedaunan yang rimbun sulit menghasilkan banyak buah. Nutrisi dari akar dialihkan hanya
ke daun, sehingga tidak mengeluarkan buah-buahan. Benar atau nggak, nih?
Saya mencoba bertanya guru virtual, Google. Soalnya, baru sekali ini saya mendengar kalau daun bisa menghambat buah-buahan berkembang.
Setahu saya, daun justru
bermanfaat untuk fotosintesis yang menyerap nutrisi bagi tumbuhan. Dengan
bantuan sinar matahari, proses fotosintesis akan menyediakan makanan. Jadi, dedaunan itu penting sekali.
Ternyata
di Google pun nyaris tak ada fakta yang mengatakan kalau dedaunan bisa
menghambat buah pohon. Jadi, gimana nih?
Saya
pikir, ada kalanya ilmu bukan hanya diperoleh secara formal melalui pendidikan
akademis. Pengetahuan bisa diraih dari pengalaman saat berada di lapangan, bukan hanya ruangan. Saya pun memutuskan untuk mengikuti saran
tersebut.
Daun
yang berlebihan dipangkas, tapi jangan dibuang. Letakkan dalam pot karena akan membusuk hingga bermanfaat sebagai pupuk. Jangan
pula berlebihan membuang daun, nanti pohonnya tidak bisa lagi berfotosintesis
dan mati. Sayang, kan, sia-sia
semua jerih payah.
Ternyata saran tersebut manjur juga. Bunga-bunga tomat yang sebelumnya malu-malu, sekarang mulai bermunculan. Putik-putiknya yang halus kemudian menguncup dan berkembang menjadi bakal buah.
Wah, sepertinya
usaha saya mulai menunjukkan hasil. Memang kita perlu membuka telinga
lebar-lebar supaya memperoleh saran yang tepat.
4. Gunakan
sampah organik sebagai pupuk
Hampir setiap hari di rumah ada sampah organik yang berasal dari sisa sayuran mentah atau kulit buah-buahan. Kalau dibuang hanya menjadi sampah yang mengotori lingkungan.
Padahal jenis sampah ini bermanfaat
jika difungsikan sebagai pupuk organik, termasuk untuk tanaman tomat. Cuma, biji
buah-buahan jangan dipakai, ya. Nanti ikut bertumbuh di dalam pot dan akan
mengganggu tanaman utama.
Saya tidak secara langsung meletakkan sampah organik tersebut ke dalam pot. Biasanya, sisa-sisa sayuran atau buah saya rendam dulu dalam wadah yang berisi air selama beberapa hari. Setelah itu baru dituangkan ke dalam pot.
Disarankan
supaya menyediakan penutup wadah penampungan sampah organik, agar serangga
ataupun aroma kurang sedap tidak mengganggu penghuni rumah.
Bagaimana hasilnya setelah keempat point di atas diterapkan pada tanaman tomat? Buahnya memang semakin rimbun, walaupun ukurannya lebih mini daripada tomat yang biasanya dijual di pasar.
Harap maklum, budidaya ini dilakukan oleh
seorang petani otodidak dengan pupuk dan lahan terbatas. Jika ada kesempatan lain, mungkin bisa
belajar langsung dari pakarnya.
Meskipun
demikian, saya cukup puas. Eksperimen
ini mampu membuktikan kalau tomat memang bisa tumbuh pada daerah panas, bukan hanya di
lokasi pegunungan. Asal mau merawat,
rajin dipupuk serta disiram, hasil nggak akan pernah mengkhianati usaha.
Tanah Kita Subur seperti Kolam Susu
Ketika
pertama kali melihat bakal pohon tomat tumbuh di pinggir selokan, saya langsung
teringat lirik lagu Kolam Susu yang pernah
dipopulerkan oleh Koes Plus sekitar tahun 1970-an.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang datang menghampirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Begitu
mudah berbagai tanaman tumbuh subur di negeri ini. Hanya sebutir biji yang nyangkut di pinggiran
selokan, bisa bertumbuh menjadi pohon tomat versi rumahan. Hasilnya lumayan juga menambah olahan dapur.
Sekarang kalau mau memasak dengan campuran tomat, tinggal petik dari
tangkainya.
Kita beruntung memiliki negeri nan subur yang selalu disinari mentari. Apa pun jenis tumbuhan yang ditanam, bisa menjadi bibit unggul asalkan pemiliknya mau merawat dengan tekun.
Dari aktivitas ini saya memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru. Opini orang banyak yang selama ini beredar jangan langsung dijadikan alasan untuk enggan berusaha. Kerjakan saja dan buktikan, pendapat mayoritas belum tentu selalu benar.
Kalau beberapa orang tidak mampu mengerjakannya, bukan berarti kegiatannya nggak layak ditangani. Individu lain mungkin bisa menyelesaikannya.
Pohon
tomat yang tumbuh di depan rumah sudah memberi pelajaran. Selama mau berusaha, belajar, serta tekun,
segala sesuatu bisa terwujud.
Referensi :
▪︎ Foto merupakan koleksi pribadi yang diedit dengan Canva.
▪︎ BMKG : Suhu di kota Medan 24 - 31°C dengan Cuaca Berawan (22 April 2023)
▪︎. Suhu di Medan Capai 36,5°C, BMKG Beberkan Penyebab Cuaca Panas Menyengat.