Langsung ke konten utama

Usia Emas dan Ragam Cerpen Anak Bersama Bobo




Pada 14 April 2023 lalu, majalah Bobo genap 50 tahun. Media berusia emas yang sudah memberikan bacaan bermanfaat bukan hanya untuk bocil, tapi juga semua jenjang usia penggemar cerita anak. 


Beragam dongeng online telah merebak seiring perkembangan teknologi. Namun, Bobo tetap tangguh menghadapi gempuran online. Sementara adiknya, Bobo Junior, sudah tiarap menyerah dan berhenti terbit pada Desember 2022.


Menjelang ulang tahunnya yang ke-50, saya rajin memantau, apa kira-kira perayaan yang akan diselenggarakan majalah ini?  Karena masih sering mengintip isinya, saya tahu kalau ultahnya dirayakan bersama pembaca secara sederhana melalui online. Walaupun demikian, pesertanya cukup ramai, mulai dari anak-anak hingga om dan tante.


Peserta yang berminat kemudian dikumpulkan dalam grup yang masih aktif sampai acara perayaan selesai. Dari grup ini, kita sering mendapat informasi mengenai produk terbaru Bobo. Kalau ada promosi atau peluncuran program anyar, anggota pasti diberi informasi. 


Nah, suatu hari, grup yang biasanya sunyi senyap mendadak ramai. Ada apa, nih?


Ternyata Bobo mengeluarkan kumpulan cerita terbaik sepanjang masa. Isinya bukan cerpen, tapi kisah berbagai tokoh cergam Bobo yang melegenda, seperti Keluarga Kelinci, Nirmala dan Negeri Dongeng, Deni Manusia Ikan, Juwita dan si Sirik, hingga Paman Kikuk dan Husin. Mayoritas anak-anak jadul pernah membaca kisah tersebut.


Cergam Bobo


Selain tokoh cergam di atas, cernak alias cerpen anak yang pernah dimuat Bobo juga tak kalah menarik. Tokoh-tokohnya unik dan jalan ceritanya sulit ditebak alias plot twist. Pembaca digiring kepada suatu opini tertentu, eh, di ujung cerita ternyata penulis sudah menyiapkan akhir yang tak disangka-sangka.


Kisah-kisah dongeng di majalah ini juga berbeda. Kalau cernak tokohnya adalah manusia, sementara dongeng menuturkan tentang mahluk fiktif, seperti hewan yang bisa berbicara, peri, atau kurcaci. Banyak kisah keajaiban disuguhkan dalam dongeng.


Alur dongengnya mendidik karena mengajak pembaca untuk sabar berproses dalam meraih impiannya. Nggak ada cerita bim salabim, abrakadabra, zip, zip ... semua keinginan langsung terwujud. Katakan tidak pada cara-cara instan! Begitu maksudnya. Walaupun ada Ibu peri, tapi tokohnya harus berupaya maksimal mewujudkan keinginan.


Kisah-kisahnya bagus untuk melatih mental agar nggak mudah menyerah atau memilih jalan pintas. Pantang menyerah dan tekun berproses. Beda dengan cerita di media lain yang memuat kisah dongeng agak keluar dari jalur logika.  


Dongeng ataupun kisah fiksi lain memang sebaiknya tetap pada rambu-rambu yang diterima akal sehat. Dengan demikian, pembaca tetap diajak berpikir rasional, bukan berhalusinasi tanpa batas. Jadi, jangan hanya bermimpi. Berjuanglah untuk meraih mimpi.


Lain Dulu, Lain Sekarang

Seiring dengan waktu yang terus berputar, semua berubah. Media anak-anak yang sudah berusia puluhan tahun pun ikut berubah, termasuk Bobo.


Kalau ditanya, yang mana lebih menarik, majalah Bobo dulu atau sekarang?


Untuk saya, jawaban tergantung.  Kalau dilihat secara fisik, majalah sekarang lebih berwarna-warni.  Ilustrasinya menarik dengan tata letak menawan. Gambar-gambarnya pun beragam dan memanjakan mata.  


Kalau majalah Bobo dulu, ilustrasinya lebih sederhana dengan corak hitam putih. Cergam sudah ada, tapi tidak sekinclong sekarang.  Untuk ukuran anak-anak dulu sudah baguslah. Beda dengan sekarang. Kalau melihatnya ilustrasi jadul di internet saat ini, kita seperti ditarik melalui mesin waktu.  


Namun, kalau membahas isinya, lain lagi. Majalah dulu lebih banyak memuat cerita mulai dari cergam hingga cernak. Kalau majalah sekarang umumnya memuat aktivitas Bobo di sekolah-sekolah atau artikel pengetahuan.


Ini mungkin membahas mengenai selera. Setiap orang punya selera yang berbeda. Kalau saya membaca majalah itu karena ada cerita fiksi dan sejenisnya.  Jika kebanyakan membahas pengetahuan, seperti memperpanjang waktu pelajaran sekolah. Padahal, membaca majalah, kan, untuk santai.


Seingat saya dulu dalam satu edisi majalah Bobo bisa memuat sampai tujuh cerpen, belum termasuk cergamnya.  Seru, ya.  Puas membacanya. Kalau sekarang, dalam satu edisi  hanya memuat dua atau tiga cerpen saja.  Memang cergam masih ada. Cuma, saya lebih suka cerpen-cerpen yang menghibur daripada melihat cergam.


Arikelnya pun sebenarnya bagus dengan gambar yang menawan.  Hanya saja yang namanya selera agak sulit diseragamkan. Cerpen tetap idola. Alur cerpen-cerpen Bobo nggak pasaran. Terkadang endingnya susah ditebak. Seharusnya cerita demikian justru ditambah porsinya. Saya kurang tahu alasannya mengapa rubrik cerpen dikurangi. Sayang, kan, cerita bagus tenggelam begitu saja.


Kumpulan Dongeng yang Diterbitkan Pustaka Ola


Dulu melalui Pustaka Ola, Bobo pernah menerbitkan edisi khusus cerpen atau dongeng.  Dipisah, ya, bukan digabungkan cerpen dan dongeng dalam satu buku. Dalam satu edisi biasanya memuat 20 cerpen atau dongeng. Harganya pun cukup terjangkau oleh kantong sejuta umat.



Kalau terbit, saya sering membeli. Walaupun usia bukan kanak-kanak lagi, tapi kisah-kisahnya masih menggigit Cernaknya sering memuat cerita lucu yang mengundang tawa.  Dongengkan menuturkan tentang tokoh imajinatif yang unik. Majalah ini menjadi teman pas mengisi waktu.


Namun, edisi spesial tersebut akhirnya berhenti dan saya harus gigit jari. Berkurang lagi bahan bacaan. Kenapa, ya, tulisan-tulisan berkualitas kebanyakan berumur panjang singkat?


Jangan Berhenti Hanya Sebagai Pembaca

Kalau suka membaca cernak, jangan hanya berhenti sebagai pembaca. Lanjutlah sebagai penulis anak.  Istilahnya, jangan hanya mengkonsumsi saja, tapi jadilah produktif.


Bertahun-tahun membaca tulisan orang lain di Bobo, saya pun tertantang untuk ikut menyumbangkan tulisan ke majalah tersebut. Lumayan, kan, kalau dimuat berarti ada karya kita yang pernah nangkring di media nasional. Jarang-jarang, lho.


Setelah dijalani, ternyata prosesnya nggak mudah, tapi bukan berarti mustahil.  Beberapa kali gagal dan mencoba lagi, akhirnya ada tulisan saya yang dimuat. Wah, ternyata saya bisa juga.








Karya-karya yang Pernah Dimuat di Bobo


Tulisan itu kemudian saya simpan dan nanti bisa jadi kenang-kenangan. Suatu saat nanti kalau membongkar lemari dan ketemu lembarannya, saya bisa bergumam. Nah, inilah pengalaman menulis pertama dulu.  Hmm ....

Panjang Umur Untuk Bobo

Akhir kata, selamat ulang Tahun ke-50 untuk Bobo. Tetap sukses selalu. Ayo, tetaplah tarik napas panjang agar umurnya tetap awet. Jangan mau kalah melawan gempuran media online. Cukup Bobo Junior yang meninggalkan nama, kakaknya harus panjang umur sampai 100 tahun.


Kalau boleh usul, lain kali terbitkanlah kumpulan cerpen atau dongeng anak seperti dulu lagi.  Penerbitan koleksi terbatas 50 tahun disambut meriah oleh penggemarnya. Bukan hanya anak-anak, tapi penggemar usia veteran ikut memesan. Kisah-kisah Bobo tetap melekat di benak pembaca melewati batas umur.


Ditunggu karya selanjutnya.

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...