Jika ditanya tentang pengalaman ke pasar malam saat masih kanak-kanak, saya tak akan bisa menjawab. Saya memang enggak pernah ke sana pas masih bocah. Dulu kami tinggal di kota kecil yang nggak pernah menyelenggarakan pasar malam. Kemeriahan serta gemerlap lampu-lampunya cuma saya tahu dari buku cerita dan majalah.
Setelah pindah ke kota besar di usia remaja, bukan berarti langsung ketemu pasar malam. Kalau pun ada, orang tua enggak bakalan kasih izin anaknya keluar malam tanpa pengawasan. Selain faktor keamanan, ada juga peristiwa tragis di pasar malam yang sempat membuat trauma warga sekitar. Lokasinya tak jauh dari rumah saya.
Jadi, saat itu ada pertikaian antara dua ormas perihal areal parkir. Sejak dahulu kala, parkiran merupakan objek seksi yang kerap jadi rebutan. Nah, saat pasar malam digelar, pertikaian kembali terulang dan langsung memanas. Sekali ini kericuhannya lebih seru karena ada dendam yang mengendap sejak lama. Ketika negosiasi antara dua ormas enggak berhasil, maka kelewang yang mengambil alih situasi.
Tahu kelewang, kan? Ini sejenis senjata tajam yang bentuknya seperti parang berukuran panjang. Tampilannya agak mirip samurai versi orang Jepang. Kelewang inilah yang mulai mengendalikan pertikaian. Anggota-anggota dari kedua ormas saling kejar-kejaran sambil mengayunkan kelewang. Hasilnya, jatuh beberapa orang korban jiwa.
Saya ingat dulu warga sekitar yang menyaksikannya langsung menjerit-jerit dan sembunyi masuk rumah. Para pria dewasa berjaga-jaga sambil memegang parang atau tongkat. Suasana saat itu sangat mencekam. Berita yang biasa muncul di surat kabar, sekarang ada di dekat rumah.
Sebenarnya, jarak antara pasar malam ke rumah kami enggak terlalu dekat. Meski demikian, hawa kepanikannya terasa seperti menusuk pori-pori. Warga khawatir kekacauan terus merembet dan terjadi pembakaran, seperti pada umumnya kasus kerusuhan. Namun, kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Karena aparat bertindak cepat dan sigap, kerusuhan pun dapat teratasi.
Sejak saat itu kegiatan pasar malam sempat dihentikan. Warga masih trauma dan cemas kerusuhan yang sama bakalan pecah kembali. Saat itu, pasar malam identik dengan perang antar ormas, jadi semua menghindari tempat ini. Nanti pas keliling-keliling, eh, tiba-tiba ada tawuran lagi. Alhasil, pengalaman jalan-jalan ke pasar malam hanya didengar dari cerita orang lain.
Atas : Pasar malam masih sepi saat mentari baru tenggelam
Bawah : Semakin malam, semakin meriah
Pasar Malam, Gemerlap Lampu yang Mengundang Penasaran
Itulah sekelumit cerita lampau pasar malam. Sekarang kisahnya sudah lain. Baru-baru ini ada pasar malam yang lokasinya lumayan dekat dari rumah. Letaknya berada di areal salah satu perumahan elite. Soal keamanan, cukup terjamin karena berada di pinggiran jalan protokol. Tempatnya ramai dengan hilir mudik kendaraan dari dalam dan luar kota. Kiri kanannya pun penuh dengan toko-toko terang benderang.
Saat pertama kali tahu ada pasar malam, saya sama sekali enggak tertarik. Dalam pikiran saya, pasar malam hanya penuh dengan permainan anak-anak. Sudah lewat usianya untuk saya. Situasinya sudah tak cocok lagi. Enggak mungkin, kan, saya ikutan naik odong-odong atau tong berputar. Sudah puas, kok, dulu bermain di masa kanak-kanak.
Namun, akhirnya saya penasaran juga ingin tahu kayak apa pasar malam zaman sekarang. Apalagi lokasinya pun aman, dijamin tidak ada kerusuhan antara ormas seperti dulu lagi. Situasi sudah berbeda. Jaraknya tak jauh-jauh amat dari rumah saya. Asal enggak pulang kemalaman, masih okelah untuk dikunjungi.
Hasilnya, pas akhir pekan kemarin jadilah saya berkunjung ke sana. Perginya agak sorean supaya bisa pulang lebih cepat. Enggak lama-lama di sana, cuma mau lihat suasana saja. Jangan kemalaman, nanti ketakutan sendiri di jalan. Saya selalu ingat pesan ortu dulu supaya jangan pulang larut. Anak baik selalu ingat-ingat pesan Mama. Iya, kan?
Dulu pasar malam identik dengan hiburan kalangan menengah ke bawah. Wahana permainan seadanya, bahkan tampilannya tua dan rongsokan. Harga komoditi yang diperdagangkan cukup murah. Pengunjungnya hanya warga sekitar. Pokoknya, biasa-biasa saja, apalagi arena permainan anak-anak di mal mulai menjamur.
Ragam permainan anak
Kalau sekarang, jangan ditanya. Pengelola pasar malam lebih kreatif membidik pasar. Mereka tahu orang-orang sekarang butuh hiburan melepas stres dari tekanan hidup. Stres tidak pernah mengenal kelas sosial, siapa pun bisa terjangkit. Semua butuh hiburan untuk menenangkan fisik dan mental. Pasar malam bisa menjadi healing pereda stres. Agar ramai dikunjungi orang, kuncinya lokasi yang tepat
Pasar malam versi lama sering diselenggarakan di daerah pelosok yang jauh dari jalan utama. Kadang hanya warga sekitar yang tahu sedang ada pasar malam di lokasi tertentu. Beda dengan sekarang. Zaman now perumahan elite yang dipilih menjadi lokasinya. Letaknya di pinggiran jalan lintas kota. Lampu-lampunya yang gemerlap menjadi daya tarik untuk berkunjung. Orang ramai hilir yang mudik di jalan pasti penasaran melihat wahana-wahana yang meriah. Lumayan, lokasinya bisa menjadi promosi gratis.
Pengunjungnya jangan ditanya. Mulai dari balita yang masih digendong sampai nenek kakek semua ada. Mereka datang dengan naik angkot hingga mengendarai mobil. Lapangan parkir dan pinggiran jalan penuh dengan kendaraan bermotor. Areal pasar malam yang tak lebih luas dari lapangan sepak bola, tumpah ruah dengan orang-orang lalu lalang. Semua sibuk melihat keseruan pasar malam tanpa memandang status sosial.
Jenis wahana paling ramai pengunjung adalah yang paling berisik dengan jeritan pengunjung. Semakin heboh pekikannya, semakin banyak orang yang mengantre. Ada salah satu wahana yang bergerak ke kiri kanan seperti ayunan raksasa. Teriakan ketakutan pengunjung meriah sekali dari atas. Orang-orang menonton dan mengantre untuk mencoba wahana tersebut. Saya melihatnya saja sudah takut. Aneh, ya, ternyata ketakutan pun laris manis kalau dijual.
Citra pasar malam yang identik dengan kalangan menengah bawah, sepertinya perlu diralat. Komoditas yang diperjualbelikan enggak murah-murah amat. Harganya sama dengan yang tercantum di pasar lain, walaupun memang masih lebih murah daripada label mal. Jadi, masih miriplah dengan berbelanja ke pasar biasa. Bedanya, belanja di sini pas malam hari disorot oleh lampu-lampu nan gemerlap
Tujuan saya ke pasar malam selain bersantai-ria, ya, sekalian memantau siapa tahu ada kuliner unik. Soalnya, saya melihat di medsos katanya kuliner di sana agak berbeda. Ternyata? Sama saja. Di pasar malam dijual beragam makanan kekinian, seperti bakso, nasgor, sate, gorengan sosis, nugget, dan aneka jajanan pasar. Kirain tadi ada jajanan jadul. Pingin icip-icip makanan yang jarang dijual di toko. Tapi, nggak apa-apa, kok. Pengunjung tetap punya banyak pilihan sesuai isi kantong.
Beragam belanjaan dan permainan anak berdampingan di pasar malam
Pasar Malam, Meriah di bawah Sorotan Lampu dan Bintang
Pasar malam bukan lagi dianggap sebagai sumbernya kericuhan areal parkir. Kalau dulu anggota ormas berani unjuk gigi, sekarang jika ada yang petantang-petenteng di ranah publik bakalan dirame-ramein masyarakat. Apalagi zaman viral-viralan begini. Kalau berani mengancam, wajah dan tingkah lakunya langsung nge-top di medsos.
Jalan-jalan ke pasar malam sekarang sudah lebih aman. Hampir tidak ada lagi kabar tentang pertikaian di sana. Pengunjung bisa menikmati aneka makanan, mencoba berbagai wahana, hingga sekadar keluyuran keliling lokasi tanpa khawatir ada yang kejar-kejaran sambil mengacungkan kelewang. Tempat ini sudah menjadi rekreasi dalam kota yang perlu dikunjungi bersama teman atau keluarga.
Jangan pula masih menganggap pasar malam hanya untuk kalangan kelas menengah ke bawah. Kalau boleh saya sarankan, jika ke pasar malam sebaiknya siapkanlah anggaran lebih dari cukup. Apalagi jika membawa anak-anak. Siapa tahu mereka ingin mencoba arena permainan. Tahulah anak-anak, sekali ditolak permintaannya bakalan susah nanti mengajaknya pulang.
Bukan hanya anak-anak, kita yang sudah dewasa pun perlu anggaran tambahan ke sana. Berjalan mengelilingi areal yang cukup luas, bisa membuat perut keroncongan dan tenggorokan kering. Ragam makanan dan minumnya benar-benar menggugah selera. Sayang kalau dilewatkan, apalagi dalam darurat kelaparan. Lagi pula kita perlu tenaga untuk ikut ragam permainan yang tersedia, seperti lempar bola. Lumayan, lho, hadiahnya.
Di tempat ini semua pengunjung tumpah ruah mengisi malam panjang di akhir pekan. Sekarang pasar malam sudah menjadi alternatif hiburan menarik selain nge-mal. Di bawah sorotan lampu-lampu, kita nggak merasa mengantuk mengitari stan demi stan walaupun hari semakin larut. Sejenak pulau kasur boleh diabaikan demi melihat suasana malam yang meriah.
Yuk, refreshing sejenak dari kepenatan dengan menyusuri pasar malam.
Foto : Dok. Pribadi
Komentar
Posting Komentar