Langsung ke konten utama

Ini Perbedaan Hoarder dan Penyayang Hewan Sejati

 


Bertemu dengan orang yang peduli dengan hewan terlantar merupakan hal langka. Bagaimana tidak? Di zaman yang cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, masih ada yang mau merawat makhluk yang kerap diabaikan. Padahal, hewan tersebut tidak mungkin membayar biaya hidup. Namun, tetap ada yang mau mengurusnya tanpa pamrih.


Meskipun kelihatan mulia, tapi ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan pada individu yang suka mengumpulkan hewan. Segala sesuatu yang terlalu biasanya kurang baik, termasuk terlalu banyak mengurus binatang. Akibatnya, bukan hanya berdampak pada pemiliknya, tapi juga masyarakat sekitar dan hewan yang tinggal dalam rumah.


Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan memelihara hewan di rumah, asalkan terjamin kebersihan dan kesehatannya. Mahluk-makhluk itu sebaiknya dirawat dan tidak menimbulkan keresahan warga. Hewan hendaknya memperoleh makanan cukup dan keadaan rumah penampungan tetap bersih. Ini baru namanya pemilik bertanggung-jawab.


Peliharalah hewan dengan telaten


Karakter ini berbeda dengan animal hoarding, atau pelakunya disebut hoarder. Dilansir dari American Society for Prevention of Cruelty to Animal (ASPCA), animal hoarding merupakan orang yang memelihara banyak hewan  di luar batas kemampuan. Hoarder tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar piaraannya, seperti makanan dan kesehatan, sehingga banyak yang kurus, sakit, bahkan mati.


Aroma kotoran juga menyesakkan rumah. Perabot di dalam banyak yang berantakan terkena bekas cakaran atau gigitan. Kotoran hewan bertebaran di seputar lokasi. Kondisi kediaman hoarder berantakan, bahkan memiliki peralatan elektronik yang rusak terbengkalai. Kekacauan ini sangat mengganggu jika ada yang berkunjung ke rumahnya.


Memang salah memelihara banyak hewan? Enggak juga, tergantung situasinya. Ada beberapa shelter hewan yang sudah berdiri selama bertahun-tahun. Jumlah penghuninya lebih banyak dari penduduk se-RT, tapi semua tetap terawat dengan baik. Di sinilah letak perbedaannya dengan hoarder. Pelaku animal hoarding tidak mampu menangani kebutuhan hewan, tapi tetap menyangkal kalau tindakannya sudah menyiksa mereka.


Jadi, jika bertemu dengan orang yang memelihara hewan, jangan langsung dihakimi. Mereka belum tentu hoarder. Kualitas hidup hewan menjadi standar apakah pemiliknya bisa dikategorikan hoarder atau tidak. Asalkan jumlahnya tidak berlebihan, serta makan cukup dan sehat, orang demikian bukan hoarder. Apalagi kalau pemilik dan rumahnya tetap bersih tanpa gangguan berarti.



Hewan dan kebersihan rumah 


Lagi pula, tujuan dari hoarder tersebut sebenarnya baik, hanya caranya yang kurang tepat. Ingin membantu makhluk hidup, bukan berarti mengabaikan batas kemampuan sendiri. Semua ada pagarnya, kalau melewati standar normal bakalan muncul sebab akibat. Jangan sampai hewan yang seharusnya diurus, justru tersiksa. Pemiliknya pun mendapat cap negatif dari lingkungan. Ribet, kan.


Penyebab dan Karakter Pelaku Animal Hoarding

Sebelum beramai-ramai menuding hoarder sebagai penyiksa terselubung, ada baiknya ditelaah dulu faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku animal hoarding. Segala sesuatu tentu punya alasan. Artinya, bukan begitu bangun pagi, mendadak karakter orang langsung berubah. Biasanya, ada  kejadian yang mendahului perubahan perilaku.


Dilansir dari situs Anxiety & Depression Association of America (ADAA), umumnya animal hoarding tinggal sendirian dan terisolasi dari masyarakat. Sebelumnya, mereka pernah mengalami kesedihan karena kematian orang terdekat, trauma akibat peristiwa tertentu, hingga mengidap suatu penyakit. Orang-orang ini sulit menemukan teman-teman atau kerabat yang mampu memahami situasi tersebut.


Kemudian mereka melihat hewan sebagai tempat mencurahkan kasih sayang. Hoarder merasa senang karena mampu memberikan limpahan perhatian dan kasih sayang kepada peliharaannya. Bersama hewan, mereka pun bebas dari konflik karena mahluk-mahluk itu cenderung penurut. Rasanya senang sekali bersama mereka. Jadi, jangan heran kalau jumlah hewan di rumah terus bertambah.



Pelaku animal hoarding cenderung penyendiri


Dengan pola pikir demikian, mereka seperti menutup mata pada kenyataan kalau sebenarnya keadaan di rumah sudah kelebihan populasi. Ada batasan untuk memelihara hewan, misalnya maksimal dua atau tiga ekor agar pemilik fokus mengurusnya. Jika sudah berlebihan, bukan ketenangan, tapi malah kekacauan yang terjadi.


Hoarder seperti menyangkal  ketidakmampuannya untuk menyediakan tempat penampungan yang bersih, sehat, aman, dan nyaman. Mereka pun menolak tuduhan kalau tindakannya justru membuat hewan semakin menderita. Hoarder menganggap perilaku mengutip binatang dari jalanan sudah menolong nyawa binatang. Meskipun kenyataannya tidak demikian.


Adapun karakter hoarder dapat dirinci sebagai berikut,


¤ Jumlah Hewan Peliharaan Melebihi Batas Normal.

Mempunyai hewan peliharaan juga perlu perhitungan. Mahluk-mahluk ini tidak dapat mengurus dirinya sendiri, serta tergantung pada pemilik. Apa jadinya kalau pemiliknya mulai kewalahan mengurus mereka? Yang ada hewan akan diabaikan karena pemiliknya tak sanggup lagi menangani semua urusan rumah.


Bayangkan saja, bagaimana kalau di rumah ada lebih dari sepuluh ekor anjing atau kucing? Jika berasal dari keturunan sultan dengan dana tanpa batas, serta halaman rumah seluas lapangan sepak bola, enggak ada masalah. Namun, bagaimana kalau orang tersebut tinggal di rumah sempit dengan dana terbatas? Apakah hewan tersebut tidak membuat pemiliknya kelimpungan? Kalau iya, maka akibatnya menyambung pada poin berikut.


¤ Pemilik Hewan Tidak Mampu Memenuhi Kebutuhan Dasar Hewan Peliharaan.

Bukti kasih sayang dengan hewan adalah memberikan makanan dan tempat tinggal yang layak. Bagaimana mungkin bisa memberikan penghidupan layak, kalau semua fasilitas serba terbatas? Yang ada para hewan menjadi kurus, sakit-sakitan, hingga stres karena kurang terawat. Ingin menyejahterakan, tapi justru membuat mereka semakin menderita.


Rumah kotor dan penuh hewan merupakan salah satu indikasi hoarder


Pada beberapa kasus, ada hewan yang dikurung beramai-ramai dalam satu kandang. Kotor, kumuh, aroma tak sedap berbaur menjadi satu. Meskipun demikian tetap ada hoarder yang menolak disebut menyiksa hewan. Bagi mereka, lebih baik piaraannya tinggal di kandang daripada berkeliaran di jalanan.


¤ Pemilik Hewan Menolak Respons dari Masyarakat.

Nah, ini sumber masalah berikutnya. Pemilik binatang sulit melihat masalah secara objektif. Sudah jelas hewan-hewannya terlantar, tapi dia tetap merasa telah menolong mereka dengan menyediakan tempat tinggal. Padahal, kalaupun ada tempat tinggal tapi kurang makan, hasilnya sama saja. Sama-sama terlantar.


Situasi begini pun kerap menjadi konflik dengan masyarakat sekitar. Warga mulai terganggu dengan kehadiran hewan malang tersebut. Biasanya, petugas keamanan atau komunitas penyayang hewan dipanggil untuk menengahi. Tetapi, enggak mudah meyakinkan hoarder. Mereka umumnya menolak hewannya dibawa ke penampungan.


Animal hoarding bisa menyebabkan pertikaian dengan tetangga


Jadi, gimana menindaklanjuti kejadian demikian? Bukan mudah menangani pelaku hoarding, tapi bukan berarti tidak bisa.


Upaya mengatasi Animal Hoarding

Animal hoarding bukan hanya menyiksa hewan dan meresahkan masyarakat, tapi juga berdampak dengan kepribadian pelaku. Hoarder semakin terisolasi dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Jadi, perlu upaya agar pelaku mampu keluar dari perilaku ini, agar dapat hidup normal seperti orang lainnya.


Berikut ada beberapa cara untuk menangani pelaku animal hoarding.


¤ Pendampingan dari Keluarga atau Teman

Umumnya, hoarder adalah orang yang hidup menyendiri. Mereka terisolasi dari lingkungan sekitar, bisa disebabkan karena sengaja menarik diri, atau memang dikucilkan karena jumlah piaraannya yang membeludak. Mereka merasa kesepian dan menjadikan hewan-hewan yang berkeliaran di sekitar rumah menjadi temannya.


Bukan mudah berdiskusi dengan hoarder karena pelakunya cenderung tidak mudah percaya dengan siapapun. Mereka menganggap orang yang datang ke rumahnya hanya mau mengambil peliharaannya. Hoarder tidak yakin ada yang sanggup merawat hewan-hewannya dengan baik. Mereka curiga kalau peliharaannya akan disuntik mati (eutanasia).


Oleh sebab itu, penting menghadirkan teman atau keluarga yang dikenalnya. Ajak mereka mengobrol dan membicarakan solusi yang mungkin bisa ditangani. Mudah-mudahan hoarder mau mendengarkan saran atau imbauan dari kenalannya. Dengan demikian, siapa tahu perilaku hoarder bisa segera diatasi.


¤ Meminta bantuan Tenaga Profesional

Animal hoarding merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental yang perlu ditangani profesional. Masalahnya, belum tentu semua orang mau mengakui kalau dia mengalami gangguan mental, serta perlu pertolongan tenaga profesional. Hoarder pun demikian. Mereka menganggap tindakan mereka masih dalam batas normal.



Perlu tenaga profesional untuk menangani hoarder


Untuk itu, lagi-lagi perlu pendampingan dari orang-orang yang dipercayai pelaku. Sebaiknya, dampingi hoarder untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional. Jika tidak demikian, dikhawatirkan suatu hari nanti perilakunya akan kambuh dan mengganggu lagi. Begitu terus menerus jika tidak ditangani.


¤ Bergabung dengan Komunitas Pencinta Hewan

Jika di tempat domisili ada komunitas penyayang hewan, bolehlah mengajak hoarder berkunjung ke sana. Di tempat demikian, mereka bisa sekalian belajar tentang cara merawat hewan yang baik dan benar. Kalau sudah tahu caranya, jadi lebih paham bagaimana menangani peliharaan selanjutnya. Bukan hanya manusia, hewan pun perlu dimengerti.


Bertemu dengan orang-orang sefrekuensi tentu lebih menyambung kalau mengobrol. Berdiskusi dengan teman yang memiliki hobi dan minat sama, membuat individu lebih terbuka karena merasa ada yang mengerti situasinya. Mereka enggak merasa dituding dan disalahkan.


¤ Menemukan Hobi Baru

Selain mengurus hewan, ada beragam aktivitas baru yang perlu dicoba orang yang pernah menjadi hoarder. Kalau bisa, pilih kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan hewan, supaya sudut pandangnya lebih terbuka. Karena selama ini mereka cenderung menyendiri, tidak ada salahnya melibatkan mereka dalam kegiatan baru bersama orang terdekat.



Bersosialisasi dapat menjadi solusi mengatasi kecenderungan animal hoarding


Bukan berarti mereka harus meninggalkan hewan. Dunia ini luas, bukan hanya seputar peliharaan saja. Ada beragam hal menarik di luar sana. Jika masalah hewan yang kelebihan populasi sudah tertangani, tidak ada salahnya mencoba kegiatan baru sesuai dengan minat dan kemampuan. Dengan melihat situasi baru, diharapkan wawasan hoarder lebih terbuka.


Hoarder, Sosok Berpotensi yang Kerap Diabaikan

Siapa bilang hoarder itu sosok yang aneh? Tentu tidak mudah mengurus hewan, apalagi sampai banyak. Hoarder yang mau berupaya mengurus gerombolan hewan, sebaiknya perlu diperhatikan. Mereka tetap penyayang, hanya saja caranya yang salah.


Merawat hewan memang tugas mulia. Belum tentu semua orang mampu melakukannya. Kalau menyangkut hewan, jangan dulu membicarakan penghasilan. Justru tidak sedikit biaya, waktu, hingga tenaga yang dikeluarkan untuk mengurus hewan-hewan tersebut. Mahluk peliharaan itu tidak akan pernah mampu membayar semua jerih payah pemiliknya. 


Hoarder sudah menampung hewan-hewan, walaupun akibatnya cukup meresahkan. Mereka mau repot mengurus banyak peliharaan, meskipun kerap mendapat tudingan miring dari masyarakat. Hoarder  menangani makhluk-makhluk terlantar yang diabaikan banyak orang. Melihat upaya ini, sebenarnya, mereka berpotensi menjadi sosok penyayang tanpa pamrih.



Yuk, perlakukan hewan secara manusiawi

Namun, bukan berarti membenarkan tindakan tersebut. Merawat hewan melebihi kapasitas tetap akan membawa dampak berlapis, seperti menyiksa hewan, meresahkan warga sekitar, hingga merepotkan hoarder sendiri. Tetapi, semuanya bukan terjadi tanpa sebab. Ada peristiwa tertentu yang menyebabkan orang menjadi pelaku animal hoarding.


Setiap orang berpotensi mengalami gangguan mental, tanpa memandang usia, jenis kelamin, agama, status sosial, dan sebagainya. Sampai hari ini saya belum pernah ketemu dengan orang yang ingin mengalami gangguan mental. Kebanyakan orang ingin sehat, termasuk para hoarder. Cuma masalah hidup membuat mereka limbung, karena menghadapi tantangan yang tidak mudah.


Jika ada hoarder di lingkungan sekitar kita, sebaiknya jangan langsung dihakimi. Tidak ada salahnya memberi saran, bantuan, atau pendampingan bagi pelaku. Jalan hidup penuh misteri. Hari ini kita membantu orang, siapa tahu suatu hari nanti kita membutuhkan bantuan dari orang lain. Karena tidak ada manusia yang mampu hidup menyendiri, termasuk para hoarder.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...