Langsung ke konten utama

Waspada Soceng untuk Keamanan Rekening Digital



Tahun 2022 lalu, saat social engineering (soceng) belum seramai sekarang, muncul  kehebohan pada salah satu grup medsos yang saya ikuti. Seorang anggota grup memberitahu kalau dia baru saja terjebak dalam penipuan transaksi online.


Ponselnya menerima chat pemberitahuan kenaikan tarif, yaitu Rp 150 ribu per transaksi dari yang biasa hanya Rp 6.500. Lumayanlah nominalnya untuk nongkrong. Nah, jika nasabah menolak, cukup klik saja link yang tertera.


Saat itu, pengiriman link pada kolom chat masih awam dan belum banyak orang yang tahu jebakannya. Tanpa mengecek terlebih dahulu ke bank yang bersangkutan, kawan yang menerima pesan tersebut langsung meng-klik link yang tertera. Hasilnya pun bisa ditebak.


Tak perlu menunggu lama. Hanya dalam hitungan menit, beberapa sms beruntun masuk ke ponselnya. Dari sekian banyak sms, isinya sama. Nasabah baru saja melakukan penarikan tunai  yang kalau ditotal hampir Rp 100 juta. Semua transaksi terjadi dalam hitungan menit.




Anggota grup yang biasanya ramai dan humoris, langsung senyap dalam jangka waktu lama. Boleh jadi semua terkejut memandang screen shoot sms tanpa mampu mengucapkan sepatah kata. Sulit membayangkan kalau peristiwa itu terjadi pada diri masing-masing. Di grup pun tidak ada yang berkomentar. Mungkin semua bingung, gimana menghibur korban? 


Sejak saat itu, link penipuan dari bank gadungan menyebar pada banyak ponsel masyarakat. Ponsel saya pun pernah disinggahi pesan demikian. Namun, karena sudah banyak kabar tentang link abal-abal, pesan itu langsung saya dihapus. Seram juga, karena bukan sekali dua kali pesannya masuk.


Berulang-ulang pesan yang sama masuk dengan tampilan dan nama bank yang berbeda. Mungkin mereka mencoba, bank yang mana yang akan menjerat korban? Kegigihan pelaku memang tangguh, sayangnya tidak perlu ditiru karena merugikan orang lain.


Rekening Digital dan Bahaya Soceng  

Teknologi memberikan kemudahan, termasuk untuk nasabah yang menggunakan rekening digital. Kalau dulu nasabah mentransfer uang atau membayar tagihan harus keluar, sekarang bertransaksi bisa di rumah saja sambil rebahan. Dengan ujung jari, kuota, dan gadget, semua urusan beres.


Namun, semakin canggih ilmu pengetahuan, maka semakin cerdas pula orang-orangnya. Hal-hal yang dulu tidak pernah melintas dalam benak, sekarang sudah menjadi kebiasaan lumrah, seperti bertransaksi tanpa bertemu teller bank. Tetapi,  pengetahuan yang seharusnya bermanfaat, justru diselewengkan demi keuntungan pribadi. Salah satu contohnya, ya, penipuan versi online atau social engineering (soceng). Penipuan ini disebarkan melalui pesan dengan link yang berakhiran .apk


Contoh file-file .apk berisi malware

Pernah dengar manipulasi?  Soceng merupakan cara pelaku kejahatan memperoleh data  rahasia korban,  terutama keuangan, melalui manipulasi psikologi. Cara ini bisa digunakan secara universal, karena berkaitan dengan rasa takut, cemas, khawatir,  panik,  hingga ceroboh dan tergesa-gesa.  Ada enggak orang yang kebal dari rasa takut dan cemas? Kalau sudah terpancing ketakutan, apapun yang diperintahkan pelaku biasanya langsung diturut, termasuk meng-klik link berisi malware


Hasilnya memang terbukti ampuh dan membuat masyarakat resah dan ketakutan. Gimana tidak resah? Para pelaku mampu membobol dan mengendalikan gadget korban dari jarak jauh. Akses data pribadi dan informasi rahasia diambil tanpa seizin pemiliknya. Umumnya, yang diincar adalah informasi keuangan korban. Selain keuangan, pelaku biasanya meneror teman-teman korban melalui aplikasi chat.


Walaupun sekarang jebakannya mulai tidak mempan lagi, pelaku kejahatan masih punya banyak akal. Mereka tahu masyarakat sudah kebal dengan penipuan link. Berikutnya, mereka menyebarkan gambar dengan keterangan Lihat atau View di bawahnya. 


Walaupun sekarang jebakannya tidak mempan lagi, pelaku kejahatan masih punya banyak akal. Mereka tahu masyarakat sudah kebal dengan penipuan link. Berikutnya, mereka menyebarkan gambar dengan keterangan Lihat atau View di bawahnya. 


Contoh file .apk yang sudah dimodifikasi


Kalau di-klik, hasilnya sama saja. Ponsel pun mereka bajak dan dikendalikan dari jarak jauh. Intinya, jika masuk pesan dari nomor tak dikenal berisi tulisan ataupun gambar, abaikan. Meskipun ada logo dari lembaga keuangan tertentu, belum tentu pesan itu dari lembaga resmi. Kalaupun resmi, biasanya ada centang biru disematkan di samping nama akun.  


Seram? Yap! Ini perampokan versi online. Kalau dulu perampokan dilakukan dengan menyusup ke dalam rumah atau mencopet dompet, maka sekarang perampokan bisa dilakukan hanya dengan tombol-tombol di gadget. Pelaku bebas dari resiko dihakimi massa dan bisa melenggang dengan hasil rampokan. 


Contoh modus penipuan
 mengatasnamakan bank


Pihak berwajib memang tidak tinggal diam karena beberapa pelaku sudah tertangkap. Namun, tanpa mengabaikan kerja polisi, sebaiknya sebagai anggota masyarakat kita pun perlu tahu jenis dan ciri-ciri soceng yang marak beredar. Kalau sudah paham, nanti lebih mudah untuk mencegahnya. Seperti penyakit, lebih baik mencegah soceng daripada mengantar pengaduan pada pihak berwajib. 


Bukan hanya menyebabkan ketakutannya, kerugian akibat soceng sudah membawa kerugian bagi pihak bank dan  masyarakat. Dilansir dari data yang dihimpun OJK, pada semester I 2021 kerugian riil yang dialami bank umum mencapai Rp 246,5 miliar karena harus mengganti kerugian nasabah. 


Bukan hanya materi, soceng pun berdampak pada kinerja bank. Pihak bank mengikuti peraturan dari pihak berwajib untuk prosedur pemeriksaan pembobolan rekening digital nasabah. Waktu yang bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja bank, tersita demi memenuhi pemeriksaan dari pihak berwajib.


Untuk nasabah, kerugian riil yang dialami akibat soceng mencapai Rp 11,8 miliar. Uang hasil jerih payah mereka lenyap dalam sekejap dibawa pelaku. Bukan hanya materi, nasabah pun mengalami kerugian secara non materi, yaitu merosotnya tingkat kepercayaan pada layanan bank. 


Untuk apa capek mengumpulkan uang, tapi kemudian menguap seperti asap akibat kebocoran sistem keamanan perbankan? Nasabah pun merasa lebih aman menyimpan uang di bawah bantal, walaupun sebenarnya tetap beresiko. Namanya juga uang.




Jika soceng menyebar melalui perbankan online, berapa jumlah pengguna rekening digital di Indonesia? Berdasarkan survey dari Finder.com, sebanyak 47.722.913 warga Indonesia atau 25% dari total penduduk yang memiliki rekening digital. Secara global, Indonesia berada pada posisi kedua pemilik rekening digital terbanyak, di bawah Brazil.


Angka 25% terhitung belum  banyak dibandingkan dari seluruh penduduk Indonesia, yaitu hanya 1/4 dari total warga. Namun, pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Jadi, ada kemungkinan pemilik rekening digital pada tahun-tahun berikutnya akan bertambah


Menurut data yang dilansir oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) per 31 Januari 2024, pengguna jasa internet Indonesia sudah mencapai 79,5%. Data yang dikumpulkan sejak 2018 menunjukkan angka 64,8%. Tahun 2020 menanjak menjadi 73,3%. Kemudian, tahun 2022 sudah menyentuh angka 77,01% dan tahun 2023 mencapai 78,19%. 


Pemilik rekening digital diprediksi jumlahnya akan terus meningkat.  Jika kurang waspada, maka kejahatan soceng pun semakin memperluas aksinya. Bahaya? Iya, apalagi soceng tidak hanya satu macam, tapi ada beberapa jenis yang meresahkan nasabah.


Jenis-jenis Soceng 

Soceng memang meresahkan nasabah dan mengganggu kinerja bank. Penyebarannya semakin mengkhawatirkan karena modus ini terdiri dari beragam jenis. Walaupun berbeda, tapi dampaknya tetap sama, yaitu merugikan nasabah. Wujudnya seperti virus yang tidak terlihat, tapi mampu melumpuhkan sendi-sendi keuangan.




Adapun jenis-jenis soceng yang tersebar melalui ponsel, adalah. 


Baiting

Pelaku akan menarik korban dengan motif-motif yang tidak terdeteksi, seperti mengunduh berkas, file, atau ebook dari internet. Untuk yang suka membaca atau hobi mengumpulkan referensi literasi online, berhati-hati. Sebaiknya teliti dulu sebelum mengunduh, apalagi jika sumbernya tidak dikenal.


Baiting terjadi saat korban ingin mengunduh file dari website tertentu. Nah, pada kesempatan ini pelaku meminta izin untuk mengakses, audio, folder, kontak, kalau perlu seluruh isi gadget korban. Tanpa berpikir panjang karena memang sudah biasa mengunduh, korban langsung oke saja. Akhirnya, kendali gadget pun berpindah pemilik.


Phising

Dengan modus phising pelaku menunjukkan kepiawaiannya memanipulasi korban untuk memperoleh informasi pribadi, terutama data keuangan. Komplotan penipu akan mengirim pesan email atau teks yang menimbulkan kepanikan atau ketakutan korban. Contohnya, seperti kisah di awal tadi. Biaya admin Rp 150 ribu yang terlalu besar untuk sekali transaksi, akan memancing reaksi korban.


Pelaku telah memprediksi kalau  korban pasti menolak kenaikan tarif dengan nominal demikian. Iyalah, soal duit, kan, agak sensitif. Jadi, pelaku sudah mempersiapkan link malware untuk korban yang menolak kenaikan tarif tersebut. Korban tinggal meng-klik dan kejadian selanjutnya sudah bisa ditebak.


Kejahatan phising terus menyebar pada gadget sampai sekarang. Menurut data yang dilansir dari Indonesia Anti-Phising Data Exchange (IDADX), pada akhir 2022 ditemukan 6.106 kasus phising. Kemudian, awal tahun 2023, phising meningkat menjadi 26.675 kasus.


Spear Phising

Tehnik spear phising mirip dengan phising. Hanya saja, spear phising lebih detail, teliti, dan terstruktur menyerang calon korban. Pelaku memilih korban secara khusus dan spesifik, biasanya yang sudah mapan secara ekonomi. 


Pertama-tama, pelaku mengumpulkan data penting tentang korban, seperti nama, email, posisi di perusahaan, serta semua yang berkaitan dengan data pribadi. Kemudian berdasarkan data tersebut, mereka menyamar dan menghubungi korban. Karena terkesan akrab, triknya pun terkesan tidak mencolok. 


Waspada dokumen palsu


Setelah mendengar datanya bisa diuraikan secara rinci, korban  lebih mudah terperdaya. Wah, boleh jadi ini aman dan bisa dipercaya, begitu asumsi korban. Kalau dia tahu data pribadi saya, berarti kenal dekat, minimal pasti ada koneksi-lah. Gitu, kan? Padahal belum tentu. 


Zaman sekarang apa, yang enggak bisa dicari dari internet? Apalagi kalau yang korban eksis di medsos dan hampir semua kehidupan pribadinya diekspos. Privasi seperti sudah tidak dijaga lagi. Kalau sudah begini, mudah saja pelaku kejaharan menelusuri dan merekam jejak korban. 


Pretext

Melalui tehnik pretext, pelaku membuat cerita palsu atau skenario yang menyebabkan korban yakin dan bersedia memberikan data penting. Umumnya, pelaku berpura-pura menjadi petugas bank yang ingin melakukan validasi kata sandi dan verifikasi akun. Mereka mengatakan ada gangguan malware dan data nasabah harus diperbaiki ulang.


Cara pretexting dikirim melalui email dan pelaku menggunakan akun nama perusahaan besar, atau organisasi ternama. Mereka akan meminta data pribadi korban untuk mengatasi gangguan. Kelihatan masuk akal, ya? Padahal enggak juga. Beberapa tahun saya menjadi nasabah bank, enggak pernah tuh, teller meminta kata sandi dan sejenisnya. 


Kode-kode demikian hanya diketahui oleh nasabah, maka petugas bank tidak berhak menanyakannya. Jadi, kalau ada pesan atau email masuk meminta sandi, password, OTP, dan sejenisnya, kesimpulannya sudah jelas.


Walaupun tanpa .apk, tetap waspada dengan link tak dikenal


Scareware

Melalui scareware, pelaku meniru website atau aplikasi dari lembaga keuangan tertentu, terutama perbankan. Korban yang kurang teliti dapat dengan mudah meng-klik tampilan tersebut dan tersesat dalam rimba malware. Data pribadi korban langsung terkuak dan bisa diketahui pelaku kejahatan. Mereka pun dapat mengambil keuntungan dari kecerobohan korban. 


Istilah lain, scareware merupakan upaya mengutak-atik psikologi korban dengan menampilkan tanda bahaya, seperti aplikasi yang sudah terjangkiti virus, atau malware dengan memunculkan pop up. Mereka juga mengarahkan korban pada kabar palsu di website abal-abal. Upaya memang kreatif, sayangnya dilakukan untuk merampok orang lain.


Korban yang mulai ketakutan dan bingung, langsung mengikuti instruksi pelaku. Korban sama sekali tidak menyadari kalau website tersebut palsu. Tampilannya memang beda-beda tipis dengan website asli, tampak sama bagi yang melihat sekilas. Padahal, di ranah digital, perbedaan satu huruf saja bisa berakibat fatal.


Soceng bisa memiliki nama dan teknik yang berbeda-beda, tapi modusnya tetap merugikan masyarakat. Namun, soceng akan sulit sukses beraksi, jika korban tidak mudah terjebak.


Ini Alasan Mengapa Korban Mudah Terjebak Soceng

Soceng memang mengancam keamanan rekening digital, tapi bukan berarti tidak bisa dicegah. Buktinya, banyak pengguna rekening digital yang aman-aman saja. Ini berarti masih banyak orang baik yang lebih cerdas dari pelaku soceng. Baik memang perlu, cuma jangan lupa terus belajar, termasuk dalam literasi keuangan, agar tidak mudah terjerat soceng.




Jadi, apa saja penyebab orang bisa terjerat sebagai korban soceng? Ini dia!


Kurang Literasi

Dilansir dari hasil Survei Literasi dan Inklusi yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi masyarakat Indonesia sebesar 49,68%, atau naik dibandingkan tahun 2019 yang berada pada angka 38, 03%. Kisaran angka ini terhitung masih rendah dibandingkan data dari World Bank. 


Menurut data yang dihimpun dari World Bank, Global Financial Index 2022, Indonesia berada pada peringkat ke-4 dalam daftar Index Keuangan ASEAN. Dengan angka 51,76%, negara kita jauh berada di bawah peringkat ke-3, yaitu Malaysia, dengan angka 88,37%. Apalagi jika dibandingkan dengan peringkat 1 dan 2, yaitu Singapura dan Thailand yang masing-masing berada pada angka 97,55% dan 95,58%.


Angka ini terus ditingkatkan oleh OJK dengan memperkuat angka literasi keuangan melalui informasi yang disebarkan secara online dan offline. Jadi, jika ingin memperoleh kabar keuangan anti hoaks, seringlah menyimak kabar yang berasal dari lembaga keuangan resmi pemerintah atau perbankan.


Literasi keuangan mumpuni mendidik masyarakat mampu mengelola keuangan secara mandiri. Masyarakat bisa memilih tabungan, investasi, hingga mengelola kredit pada lembaga resmi, terpercaya, serta diawasi pemerintah, dalam hal ini OJK. Dengan tingkat literasi keuangan yang terus meningkat, diharapkan laporan kejahatan soceng dan investasi bodong terus menurun.


Tertarik dengan Barang-barang Harga Miring

Barang-barang dengan harga miring memang bisa menggoda iman keuangan, hingga membuat logika kurang tajam. Padahal, kalau mau membeli barang berkualitas dan sampai ke rumah, carilah di marketplace atau aplikasi terpercaya, bukan di pesan chat atau sms yang tak jelas siapa pengirimnya.




Saat berbelanja di jaringan onlineshop, pembeli pun sudah diwanti-wanti untuk tidak bertransaksi di luar aplikasi. Tetapi, namanya pelaku kejahatan tetap berusaha menarik calon pembeli ke daerah kekuasaan mereka. Jadi, saat menemukan penawaran dengan harga menakjubkan masuk ke ponsel, apalagi nomornya tidak dikenal, hapus saja. Masih banyak pilihan pada onlineshop ternama dengan harga bersaing.


Tergiur Tawaran Nasabah Prioritas

Satu lagi modus yang kerap digunakan para pelaku untuk mengelabui korbannya adalah tawaran nasabah prioritas. Fasilitas nasabah prioritas menjadi menarik karena menawarkan hak istimewa untuk orang terpilih, seperti bebas antre, ruang privat untuk layanan perbankan, konsultasi khusus, serta beragam tawaran produk-produk bank menarik.


Namun, di balik hak istimewa tersebut ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi nasabah. Syarat-syarat tersebut termasuk minimum saldo di rekening selama setahun terakhir, saldo rata-rata bulanan, hingga rekam jejak finansial yang baik. Artinya, bank menyeleksi ketat nasabah terpilih, bukan sembarangan mengirim link melalui medsos atau aplikasi chat. Jadi, sudah tahu, kan, apa artinya jika ada nomor tidak dikenal yang menawarkan fasilitas nasabah prioritas?


Terjebak Surat Perubahan Tarif Palsu

Ini yang paling banyak menjerat nasabah rekening digital. Kalau diibaratkan memancing (fishing), maka inilah umpan (bait) yang paling manjur. Enggak heran karena isi chat pelaku dekat dengan istilah penghematan. Seperti kisah di awal tulisan, ada yang mau dikenakan tarif Rp 150 untuk sekali transaksi bank? Unggahan chat-nya pun cukup meyakinkan karena disertai logo bank. Hanya saja, pengirimnya menggunakan deretan nomor tak dikenal. Jadi, abaikan saja kalau ada nomor tidak dikenal mengirimkan saran dan perintah perbankan.


Kiriman Paket

Saya pun pernah menerima link berisi kiriman paket. Cuma, saat diklik aman saja karena saya memang sedang menunggu paket. Jadi, enggak semua link kiriman paket pasti malware. Tergantung situasi dan kondisi, siapa tahu kita memang sedang menunggu kiriman. Meskipun begitu, sebelum mengklik link yang tertera pastikan enggak tertulis .apk.





Modus Tagihan

Sekarang semua tagihan bisa dilunasi secara online, tanpa perlu mendatangi lembaga terkait. Mulai listrik, air, hingga asuransi, semua bisa dilunasi secara online. Nah, situasi seperti ini yang dimanfaatkan pelaku untuk menjerat korban. Link tagihan berisi malware pun bertebaran di medsos.


Logikanya, sejak kapan perusahaan negara mengirim tagihan ke masyarakat? Setahu saya, sejak dulu masyarakat pengguna jasa perusahaan negara, seperti air dan listrik,  yang mendatangi instansi terkait untuk membayar tagihan. Beda dengan swasta yang masih ada mengirim tagihan ke pelanggannya. Begitupun, tetap teliti dan berhati-hati menerima tagihan yang dikirim melalui medsos atau chat.


Terjerat Undangan Bodong

Undangan pernikahan memang membuat penasaran, apalagi yang mengirim mengaku teman masa sekolah yang ingin reuni. Padahal kalau mengakunya teman, dia seharusnya memperkenalkan diri dulu. Pengirim pun bisa menyebutkan asal-usul sekolah lama. Begitu, kan, etika ketemu teman lama? Kalau belum apa-apa dia memaksa untuk membuka link yang dikirim, sebaiknya abaikan saja.


Undangan Pemilu Bodong

Ini biasa muncul pada masa pilkada. Ada pihak yang mengambil kesempatan dengan mengirim link undangan pemilu bodong untuk menipu korban. Memangnya ada undangan pemilu yang dikirim secara digital? Di tempat saya, sampai sekarang undangan pemilu masih berupa kertas yang disebar ke rumah-rumah, bukan dikirim berbentuk link. Jadi, waspadalah jika menerima undangan pemilu berbentuk link.


Mengunggah Data Pribadi di Medsos

Supaya lebih dikenal dan memberikan kesan familiar, ada orang yang rajin mengunggah data pribadi, serta aset barang mewah di medsos. Sebenarnya, ini hak mereka, toh, mereka tidak merugikan orang lain. Mereka sudah bekerja keras untuk mencapai keinginannya. Wajarkan, kan, kalau sedikit berbangga dengan pencapaiannya. Namun, bagus enggak mengunggah kehidupan pribadi secara berlebihan? Apalagi di medsos, siapapun bisa melihat unggahan itu dengan beragam niat.



Soceng memang mengancam, tapi kejahatan ini tidak akan mempan jika masyarakat paham tindakan yang perlu diambil. Soceng bisa dicegah, asalkan tahu trik dan tips mengatasinya. Bagaimana cara mengatasi soceng? Yuk, kita bahas berikutnya.


Tips Mengatasi Jebakan Soceng

Tidak ada jejak kejahatan yang sempurna, semua ada celahnya. Namanya juga buatan manusia, selalu ada titik kelemahannya. Kejahatan terus berkembang selama manusia ada, tapi tetap ada penawarnya sehingga tindakan kriminal itu bisa dicegah, termasuk soceng.


Ini dia upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah soceng.


Menambah Ilmu Literasi Keuangan

Yuk, upayakan menambah literasi keuangan dengan mengedukasi diri sendiri melalui membaca buku, ikutan kelas online, maupun menghadiri seminar-seminar offline. Jangan mau kalah dengan taktik dan strategi pelaku kejahatan yang terus berkembang.


Cuma, zaman sekarang siapapun bisa mengaku ahli. Jadi sebaiknya, pilah-pilihlah sumber terpercaya agar memperoleh  ilmu mumpuni. Coba tanyakan teman atau kerabat tentang penyelenggara kelas yang kredibilitas dan terpercaya, bukan asal ramai dan banyak pesertanya.





Terus, apa pula manfaat literasi keuangan? Ini dia!

  • Investasi Kepala ke Atas

Investasi merupakan uang masa depan yang dipersiapkan mulai dari sekarang. Walaupun hasilnya belum kelihatan hari ini, tapi bukan berarti bisa dibangun tanpa perencanaan. Ibarat rumah yang dibangun tanpa pondasi kuat, maka investasi minus ilmu hanya menunggu keruntuhannya. Berita-berita tentang nasabah yang tertipu investasi bodong sudah menjadi berita jamak di media. Yuk, punahkan korban penipuan dengan menambah ilmu literasi keuangan.


  • Paham Keuntungan dan Resiko Produk Keuangan

Emas yang sejak dulu dikenal sebagai investasi paling aman pernah turun harga, apalagi produk investasi modern. Kurang paham seluk-beluk pemilihan investasi, resiko kerugian semakin besar. Cuan memang menggiurkan, tapi tanpa pengetahuan peluang keuntungan semakin menipis. 


  • Mampu Mengenali Tanda-tanda Penipuan

Tindak kejahatan sering meninggalkan jejak bagi orang yang jeli melihat celahnya. Diciptakan oleh manusia yang tidak sempurna, soceng pun memiliki kekurangan yang menjadi kesempatan untuk menangkalnya. 


Apa saja tanda-tanda penipuan keuangan, termasuk soceng? Waspada jika ada yang menawarkan pembagian keuntungan yang tidak masuk akal, jaminan bebas resiko, memaksa nasabah untuk segera mengambil keputusan, hingga menghindar memberikan informasi lengkap tentang produk keuangan yang dipromosikan. Kalau ingin berinvestasi, mulailah pada produk yang keuntungan rendah dengan resiko minim. Nanti setelah mahir, lain lagi ceritanya. 


Beragam modus penipuan


  • Mandiri Memutuskan dan Memilih Strategi Keuangan yang Tepat

Apa yang menarik dari usia dewasa? Menurut saya, bisa mengambil keputusan mandiri. Setelah berusia cukup, kita bisa mengambil keputusan sendiri tanpa campur tangan orang tua lagi, termasuk dalam hal keuangan. Cuma, mandiri bukan tanpa resiko, seperti kerugian. Kalau terjadi sesuatu yang di luar perencanaan, maka ditanggung sendiri akibatnya.


Supaya resiko kerugian bisa diminimalisir, belajar literasi keuangan bisa jadi pilihan. Ayo, belajar bersama narasumber yang kredibel dan berpengalaman di bidangnya. Mungkin capek dan repot sekarang, tapi hasilnya dituai pada masa depan. Hidup pun bisa bebas finansial berkat literasi mumpuni.

  • Bertanggung-jawab pada Pengambilan Keputusan Keuangan

Semakin besar potensi keuntungan, semakin besar resiko yang menghadang. Terus, gimana? Mundur? Ya, enggaklah. Itu gunanya belajar literasi keuangan. Dalam ilmu ini, kita belajar tentang resiko dari setiap keputusan keuangan, termasuk memilih tabungan, kredit, hingga investasi.


Paham literasi keuangan, berarti kita tahu setiap investasi mempunyai resiko. Literasi keuangan mumpuni menjadi acuan agar kita melek dan waspada pada investasi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Jika ada yang menawarkan investasi beresiko kecil untung ratusan ribu setiap hari, sebaiknya waspada. Setiap investasi perlu proses dan memiliki resiko yang beragam. Enggak ada yang selalu mulus.


  • Literasi Keuangan untuk Membangun Kekayaan Finansial

Dengan mengetahui literasi keuangan, kita bisa memilih produk keuangan terbaik sesuai karakter masing-masing. Misalnya, investor yang agresif dan berani mengambil resiko, akan memilih investasi yang berbeda dengan investor konservatif. Investasi bukan hanya masalah cuan, tapi ketahanan mental melihat pasar yang kerap bergejolak.


Banyak juga, kan, manfaat literasi keuangan. Jadi, yuk, segera tingkatkan ilmu keuangan agar modus pelaku soceng musnah tanpa bekas.




Hindari Meng-klik Link Sembarangan

Cara berikutnya menghindari jebakan soceng adalah dengan tidak meng-klik link sembarangan, termasuk pada dokumen yang dikirim nomor tak dikenal. Mayoritas pelaku soceng adalah orang-orang yang mahir berkomunikasi secara verbal dan tulisan. Mereka mampu menyusun kalimat-kalimat yang tertata rapi, seperti orang-orang berpendidikan yang bekerja pada lembaga keuangan terkemuka. 


Mereka pun membuat gambar, desain, ataupun dokumen dengan tampilan yang meyakinkan. Hasil kerja mereka kemudian disebarkan melalui media sosial dan email dengan link menyesatkan. Kalau enggak hati-hati, bakalan jadi masalah rumit nanti. Kalau mau aman, simpan baik-baik nomor resmi lembaga terjait. Khusus untuk medsos, akun resmi biasanya sudah dicentang biru.


Hindari Mendownload File Sembarangan 

Pada era digital seperti sekarang, banyak personal atau pun perusahaan yang mempromosikan usaha mereka dengan membagikan ebook atau file promosi. Sebagian ebook gratis, tapi ada juga yang berbayar. Isinya pun beragam, mulai dari yang hanya beberapa halaman hingga yang setebal buku biasa. 


Dulu saya pun sering men-download ebook, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Isinya cukup bagus, bahkan pernah ada penerbit luar negeri yang membagikan ebook ratusan halaman seperti buku aslinya. Hanya saja, sejak soceng marak, saya jadi pikir seribu kali untuk mendownload ebook atau file. Dalam situasi begini, lebih baik membaca artikel online atau meminjam buku dari perpustakaan digital. Selain gratis dan aman, koleksinya pun lengkap.


Gunakan Website Resmi Perbankan

Sekarang siapapun bisa membuat website dan medsos di jejaring internet dengan tampilan oke. Keahlian ini bisa dipelajari dengan mudah, bahkan secara online. Dengan keahlian ini, pelaku kejahatan bisa menyamar sebagai lembaga resmi, serta menggunakan kesempatan untuk menjerat pengguna yang lengah.


Kalau ada isu atau pertanyaan menyangkut keuangan, pastikan saja informasinya dengan menghubungi nomor resmi. Jangan sampai tebak-tebak buah manggis yang berakhir dengan menangis. 


Jaga Kerahasiaan Data Pribadi di Medsos

Apa saja data pribadi yang jangan dibagi untuk publik? Ada beberapa data yang perlu dijaga, yaitu nomor rekening, nomor kartu ATM/kartu kredit/kartu debit, nama ibu kandung, (PIN), MPIN, username, kode OTP, nomor CVV/CVC kartu kredit/debir, hingga password digital banking. Data ini bersifat pribadi dan untuk kepentingan sendiri. Kalau disebarkan hanya membuat pelaku tersenyum puas, karena bakalan ada ikan yang siap di-phising.




Semakin banyak data pribadi yang tersebar dan dilihat orang lain, semakin rentan kita masuk dalam arus deras kejahatan soceng. Ingat penjelasan dari spear phising di atas? Pelaku secara konsisten memantau calon korban dan mempelajari kehidupan pribadinya. Jika tahu data dan informasi korban secara detail, maka kemungkinan keberhasilan mereka menjebak semakin besar 


Pasang Kode 2FA (Two Factor-Authentication) 

Selain menggunakan password, supaya lebih aman lindungi email serta medsos dengan 2FA. Melalui sistem ini, akun pengguna akan dilindungi secara berlapis. Jadi, jika pelaku bisa membobol password, maka selanjutnya dia harus bisa menembus lapis kedua, yaitu 2FA yang lebih sulit dibobol. Salah satu contoh 2FA adalah kode (OTP) yang hanya bisa dilihat oleh pemilik ponsel. 


Perbarui Password secara Berkala 

Enggan memperbarui password karena sulit mengingatnya? Era digital begini enggak perlu repot mengingat-ingat password. Buku catatan pun enggak dibutuhkan lagi untuk menyimpan beragam password medsos dan email. Selain mudah hilang, catatan bisa diintip dan disalahgunakan orang yang tidak bertanggung-jawab. 


Sekarang sudah tersedia aplikasi yang khusus menyimpan beragam password di dalamnya. Pengguna enggak perlu lagi mengingat semua password, cukup satu password utama yang berfungsi membuka aplikasi tersebut. Pengguna pun jadi bebas mumet dari upaya mengingat beragam kode-kode unik. Password pun jauh dari intipan mata dan tangan jahil. Aman, kan? Jadi, rutin memperbarui password, ya.


Aktifkan Fitur Notifikasi 

Aplikasi perbankan akan mengirimkan notifikasi pada nasabah bila terjadi transaksi dalam jumlah tertentu. Dengan fitur ini, nasabah bisa langsung mengecek jika ada transaksi mencurigakan. 


Cek Transaksi Secara Berkala

Jika enggan mengaktifkan fitur notifikasi, maka nasabah sebaiknya rutin mengecek transaksi rekening pribadi. Sekarang mudah, kok, enggak perlu lagi bolak-balik bank atau ATM untuk sekadar mengecek rekening. Aplikasi mobile banking sudah tersedia. Arus transaksi pun bisa dipantau kapan saja dan dimana saja. 


Jangan Asal Scan Barcode

Nah, ini yang paling gres sekarang. Sistem transaksi dengan scanning membuat banyak barcode bertebaran pada pusat perbelanjaan. Dengan barcode, transaksipun lebih mudah dan praktis.  Tetapi, sebaiknya pastikan barcode valid untuk pembayaran. Supaya lebih jelas, yuk, simak video berikut.



Berita tentang penyalahgunaan sistem barcode semakin mengkhawatirkan. Sekarang sudah muncul kabar tentang barcode bodong yang bisa menguras tabungan. Jadi, waspada, ya, karena sembarangan meng-scan berarti tidak sayang dengan tabungan sendiri. 


Hindari Jaringan Internet Umum

Wifi gratis di tempat nongkrong memang menguntungkan. Dengan fasilitas ini, pengguna tetap bisa berselancar di dunia maya sambil berhemat kuota. Apalagi jika diperbolehkan nongkrong sepuasnya. Kalau perlu  pekerjaan dan tugas pun diangkut ke tempat tongkrongan. 


Tapi, tetap berhati-hatilah menggunakan jaringan wifi umum. Sebaiknya, hindari membuka mobile banking atau transaksi keuangan lain dengan wifi umum. Kita tidak pernah tahu siapa yang ada di balik jaringan tersebut. Lebih baik waspada daripada menyesal kemudian. 


Walaupun banyak tantangannya menghadapi soceng, jangan mau kalah dengan kelihaian mereka. Bersama lembaga-lembaga keuangan terkemuka, masyarakat diajak untuk berani mematahkan tipu daya pelaku kejahatan soceng.


Bank Rakyat Indonesia (BRI) rutin mengingatkan nasabahnya untuk tetap waspada pada bahaya soceng. Beragam surat pemberitahuan palsu mengatasnamakan Bank BRI, telah beredar di masyarakat. Melihat situasi demikian, BRI langsung bergerak sigap menyiapkan upaya terbaiknya.


BRI dan Upaya Mengatasi Soceng demi Keamanan Nasabah

Pelaku soceng tidak memilah  milih nama bank yang mereka catut untuk penipuan, termasuk menggunakan nama  Bank BRI. Sebagai bank tertua di Indonesia yang berdiri pada 16 Desember 1895, Bank BRI mengajak nasabahnya untuk waspada soceng. Mengabaikan permintaan dari nomor tak dikenal, merupakan salah satu upaya mencegah pelaku kejahatan membobol gadget nasabah.


"BRI tidak membuka channel di aplikasi chat grup. Kami menghimbau seluruh nasabah selalu waspada terhadap modus tindak kejahatan social engineering (soceng). Nasabah juga terus dihimbau untuk selalu menjaga kerahasiaan data pribadi dan transaksi perbankan kepada pihak manapun, termasuk yang mengatasnamakan BRI."

Agustya Hendi Bernadi
Corporate Secretary BRI



Mendukung kampanye anti soceng, Bank BRI meluncurkan video  pencegahan soceng melalui akun resminya. Pada 10 Mei 2023, akun Youtube channel Bank BRI dan Instagram @bri_id, telah mempublikasikan video berjudul Bilang Aja Gak.





Video ini berkisah tentang sutradara, yang diperankan Abimana Aryasatya, yang mencari aktor pelaku soceng melalui casting. Beragam aktor memamerkan kelihaian mereka menjebak korban, tapi semua strategi gagal. Masyarakat sudah mengetahui taktik para pelaku kejahatan digital. Ada satu kata yang mampu meredam jebakan soceng, yaitu Gak!

Namun, jangan gembira terlalu lama. Di masa depan, modus pelaku soceng kemungkinan terus berkembang dengan strategi baru yang lebih canggih. Mereka orang-orang pintar, lho, tapi asalkan kita waspada menerima chat dari nomor tak dikenal, memahami literasi keuangan, tetap tenang  menerima kabar pemberitahuan dari perbankan, hingga mampu menjaga kerahasiaan data pribadi, taktik dan modis soceng bisa dipatahkan.


Khusus untuk nasabah Bank BRI, jika ada yang ingin ditanyakan, telah tersedia beragam kontak resmi, yaitu  







  • Call Center BRI : 14017/1500017

  • Chat WA Sabrina : 0812 1214 017


Jadi, kalau ada pemberitahuan yang meragukan, kontak nomor atau akun medsos, serta website di atas. Jangan nyasar ke nomor lain, ya, nanti ada yang tersenyum-senyum karena modusnya berhasil.

Perlu Sombong untuk Mencegah Jebakan Soceng

Apa nasehat yang dulu sering didengungkan oleh orang tua ketika kita masih kecil? 


Pasti banyak, dan setiap orang tentu berbeda-beda. Kalau untuk saya, yang paling berkesan adalah saat orang tua menasehati supaya tidak sombong dan selalu ramah. Jika belagu, akan ada orang yang tersinggung dan malas bergaul dengan kita. Hidup ini, kan, untuk mencari teman, bukan menambah musuh. 


Namun, nasehat ini perlu dipertimbangkan lagi pada zaman soceng gencar seperti sekarang. Tak usah segan untuk sombong dan tegas, supaya orang enggak berani macam-macam. Kalau ingin menjawab telepon atau membalas chat dari nomor asing,, sebaiknya hati-hati. Apalagi jika mendapat link undangan digital dari orang yang mengaku teman lama. Cuekin saja dan jangan takut dicap sombong, terutama kalau memang enggak kenal. Jika diladeni, nanti bakalan membawa masalah baru. 


Pokoknya berani bilang GAK! pada sumber enggak jelas.




Para pelaku soceng sudah banyak yang dibekuk polisi. Seharusnya masyarakat merasa aman, tapi ternyata sampai hari ini masih banyak link siluman yang beredar. Seperti halnya makhluk hidup, pelaku kejahatan ini terus berkembang dan beradaptasi dengan tehnik terbaru. Contohnya, jika dulu pelaku mengandalkan email dan pesan teks. Sekarang barcode pun telah disusupi oknum-oknum tak bertanggung-jawab. 


Perbanyaklah literasi keuangan dengan membaca artikel, mengikuti kelas online, serta seminar dari lembaga keuangan terpercaya. Atau pada era visual sekarang, kita bisa menonton video yang membahas tentang keamanan digital. Boleh juga sediakan waktu  untuk menyimak berita terbaru  tentang soceng, terutama dari sumber resmi seperti perbankan,  lembaga keuangan, atau OJK . 


Terkadang, bukan pengalaman sendiri menjadi guru terbaik. Belajar dari pengalaman orang lain, justru menghemat waktu. Kita enggak perlu lagi mengulangi kesalahan yang sama. Tetapi, ini bukan berarti berlindung atau bersyukur di balik penderitaan orang lain ya. Maksudnya, belajar dari pengalaman orang lain dan jangan meniru kesalahan mereka. 


Dengan berani #BilangAjaGak pada oknum tidak dikenal, kiranya kita semuanya aman dari soceng yang sudah banyak menelan korban. Jangan sampai mereka beruntung meraup rezeki di atas jerih payah dan keringat orang lain. Jika sudah memahami cara mengatasi jebakan soceng, yuk, sebarkan ilmunya pada orang terdekat. Dengan memberitahu orang lain, kita sudah #MemberiMaknaIndonesia


Referensi :

  • BRI Perangi Kejahatan Soceng Lewat Aksi Bilang Aja Gak! Cnbcindonesia.com 31 Desember 2023

  • Hindari Social Engineering, Pakar Keamanan Siber Imbau Masyarakat Tidak Asal Klik dan instal Aplikasi.  biz.kompas.com, 28 September 2022

  • Infografis Hasil Survei Nasional, Literasi, dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022.   Ojk.go.id 24 November 2022

  • Kejahatan Perbankan Digital, Lindungi Datamu, Amankan Uangmu.  Sikapiuangmu.ojk.go.id

  • Literasi Keuangan. Ojk.go.id
  • OJK Ingatkan Pentingnya Literasi dan Edukasi atas Soceng.  Ekonomirepublika.co.id  10 November 2022
  • Pemilik Rekening Bank Digital di Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia. Databoks.katadata.co.id 7 Oktober 2021
  • Ancaman Modus Penipuan Soceng Meningkat, Nasabah diminta Tingkatkan Kewaspadaan. Mediaindonesia.com, 29 April 2024.
  • Gambar dan Foto diedit oleh Canva
  • Video dari Youtube BRI
  • Instagram Komunitas Literasi Finansial





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...