Hari gini masih mau ke museum? Kenapa enggak? Museum ibarat cermin untuk melihat masa lampau, setelah terus menerus melihat hiruk pikuk kehidupan modern. Semakin menarik lagi, kalau tampilan museum unik karena berbentuk rumah adat. Lokasinya pun berada di tengah kota yang notabene dikelilingi gedung kekinian.
Ilustrasi ini persis Museum Simalungun yang mau dibahas. Lokasinya tepat berada di pusat kota Pem. Siantar. Tempatnya beralamat di Jl. Sudirman no. 20 Kel. Proklamasi, Kec. Siantar Barat, Kodya Pem. Siantar, Sumut. Bangunan ini dikelilingi kantor dan bangunan modern, seperti kantor pos, markas Polda, Kejaksaan Negeri, hingga gereja.
Kebayangkan, di pusat kota ada museum yang menyimpan benda-benda bersejarah? Tampilan museum pun langsung mencuri perhatian karena berbentuk Rumah Bolon, yaitu rumah adat khas Simalungun. Usia museum pun lebih tua dari usia negara ini. Sebentar lagi kita bahas sejarah museum ini.
Kenapa perlu berkunjung ke museum?
Dengan melihat peninggalan sejarah, kita tahu kebiasaan masyarakat masa lampau. Banyak kebiasaan mereka yang masih awet sampai sekarang, hanya peralatannya yang berbeda. Dengan alat-alat sederhana, orang dulu mampu bertahan hidup. Kita yang berada di era serba maju, sebaiknya bisa berkarya lebih mantap lagi.
Sebelum membahas isi museum lebih lanjut, yuk, kita telusuri dulu sejarahnya.
Sejarah Singkat Museum Simalungun
Pembangunan Museum Simalungun diawali pertemuan Harungguan pada 14 Januari 1937. Pertemuan ini dihadiri oleh tujuh Raja Simalungun, kepala distrik, Tungkat, tokoh masyarakat, dan tokoh pemerintahan.
Perkumpulan ini membahas rencana membuat tempat untuk menyimpan koleksi benda budaya Simalungun. Tujuannya, agar kelak generasi penerus mengetahui dan mengingat budaya leluhurnya. Dari musyawarah ini, mereka sepakat untuk membangun tempat menyimpan peninggalan benda-benda dari Simalungun.
Pembangunan dimulai pada 10 April 1939 dan selesai pada Desember 1939. Pemerintah kolonial Belanda ikut memberi bantuan sebesar 1600 Gulden. Museum yang awalnya disebut Rumah Pusaka Simalungun, diresmikan pada 10 April 1940.
Koleksi museum ini berjumlah 975 buah, yang berasal dari benda pusaka yang disimpan para Raja, serta sumbangan tokoh adat pada masa itu. Adapun koleksi Museum Simalungun berupa benda-benda budaya, adat, kesenian, hingga artefak-artefak kuno yang bernilai sejarah.
Kemudian, pada 27 September 1954, nama Rumah Pusaka Simalungun berubah menjadi Museum Simalungun. Tempat ini selanjutnya dikelola oleh Yayasan Museum Simalungun sampai sekarang.
Awalnya, seluruh bagian bangunan ini terbuat dari kayu dengan luas 8 x 10 m². Seiring berjalannya waktu, maka Museum Simalungun pun perlu direnovasi agar tetap terawat. Ada dua kali renovasi yang telah dilakukan untuk merawat bangunannya.
Renovasi pertama pada 1968, dilaksanakan saat Bupati Simalungun dijabat oleh Radjamin Purba. Pemerintah memugar museum menjadi lebih luas. Jika bangunan perdana seluas 8 x 10 m², maka setelah renovasi luas museum bertambah menjadi 8 x 12 m².
Renovasi Kedua dilaksanakan pada tahun 1982, ketika Letkol (Purn) J. P. Silitonga menjabat sebagai Bupati Simalungun. Renovasi ini memugar penyangga bangunan yang semula dari kayu yang mudah keropos, diganti dengan beton kokoh.
Sampai sekarang, museum ini tetap tangguh sebagai saksi bisu sejarah sejak Indonesia belum merdeka. Dia menyimpan banyak bukti peradaban masa lampau yang tidak lekang oleh waktu.
Kalau mau berkunjung ke mari, datanglah pada hari Senin hingga Sabtu, pukul 08.00 – 17.00. Hari Minggu jangan mampir ya, karena pengunjung pasti kecewa dan harus balik kanan pulang ke rumah.
Oya, kalau mau masuk, temui dulu petugas yang berkantor tepat di samping museum. Sebaiknya, jangan masuk ke museum tanpa pemandu. Begitu peraturannya dan kita ikut aturan kalau mau berkunjung ke rumah orang, kan?
Meneropong Masa Lampau dengan Melihat Koleksi Museum
Berkunjung ke ruangan Museum Simalungun ada aturannya, bukan asal masuk begitu saja seperti ke rumah biasa. Aturannya enggak berat, kok, dijamin semua pengunjung bisa memenuhinya.
Saat tiba di halaman museum, pengunjung langsung disambut dengan Patung Pangulu Balang. Patung ini berbentuk seperti manusia mini yang menjadi pelindung raja. Pangulu Balang dipercaya mampu mengetahui niat tamu yang hendak bertemu dengan raja.
Setelah melewati patung, tamu Raja wajib mencuci tangan dan kaki pada air yang ditampung batu yang terletak di kiri dan kanan tangga. Batu ini bentuknya seperti wadah air untuk bersih-bersih sebelum bertemu Raja. Nah, setelah itu barulah boleh naik tangga.
Namun, itu dulu. Pengunjung museum sekarang enggak perlu lagi mencuci tangan dan kaki, cukup lepaskan sepatu ketika mau naik tangga.
Nah, naik dan masuk melalui tangga rumah ini yang ada aturannya. Pengunjung harus naik dari sisi tangga sebelah kiri. Sebelum masuk, tarik tali lonceng yang dipasang di depan pintu sampai berdentang.
Nanti pas mau pulang, pengunjung juga keluar dari sisi tangga sebelah kiri sambil kembali membunyikan lonceng. Jadi, selalu ambil jalur sisi kiri saat mau keluar masuk rumah. Begitulah aturannya. Mudah, kan?
Sesampai di dalam, saya langsung mengamati peralatan masyarakat masa lampau yang tersimpan rapi di etalase. Peralatan yang mereka pergunakan sederhana, tapi mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.
Dari beragam koleksi terpajang, banyak benda mirip dengan peralatan yang masih digunakan oleh masyarakat zaman now, seperti.
Busana dan Alat Tenun
Dalam museum dipamerkan alat-alat untuk menenun kain adat Simalungun. Peralatan ini digunakan para wanita untuk menenun beragam kain. Salah satu jenis kain yang ditenun adalah Hiou, yaitu kain adat Simalungun.
Penduduk pun menyediakan tempat khusus untuk menyimpan kain yang telah selesai ditenun. Selain tenunan, ada juga varian pakaian lain hasil karya masyarakat. Beragam koleksi pakaian ini tertata dalam satu lemari.
Pakaian adat Simalungun dan lemari koleksi beragam pakaian
Pakaian Adat Pernikahan
Pernikahan dipandang sakral oleh budaya masyarakat setempat. Sama seperti sekarang, sepasang pengantin menggunakan busana adat yang diwariskan turun menurun hingga generasi berikutnya.
Alat-alat Rumah Tangga
Peralatan ini penting dalam memenuhi kebutuhan hidup hingga sekarang. Orang dulu mungkin sepakat kalau masakan adalah bukti perhatian dan kasih sayang untuk keluarga. Jadi, pada masa lampau peralatan dapur pun sudah tersedia lengkap, seperti teko, piring makan, hingga batu penggilingan bumbu.
Tempat Perhiasan
Memperindah tampilan dengan perhiasan bukan cuma dilakukan orang sekarang. Orang dulu juga senang berhias. Buktinya, telah ada variasi perhiasan dan perlengkapannya pada masa lampau, seperti cincin, tempat benang, tempat menyimpan perhiasan, ikat pinggang, hiasan rambut, hingga kopiah.
Senjata
Pada salah satu sudut museum, tersimpan beberapa jenis senjata berlaras panjang. Di antara bambu runcing, ternyata masyarakat setempat sudah memiliki senjata modern.
Mariam
Hampir setiap daerah ada peninggalan meriam, termasuk Simalungun. Bahkan, alat perang ini dijadikan lagu daerah yang populer, meskipun berasal dari suku lain. Pernah dengar lantunan Mariam Tomong?
Ilmu Pengetahuan
Walaupun fasilitas masih serba terbatas, tapi warga Simalungun masa lampau sudah memiliki wawasan tentang ilmu pengetahuan, seperti resep dan obat-obatan.
Koleksi pustaka, wadah obat-obatan, hingga stempel administrasi.
Selain obat-obatan, warga pun sudah mempelajari astrologi dan astronomi, yaitu ilmu perbintangan. Mereka juga sudah melek literasi dan menulis beragam naskah. Hal ini dibuktikan dengan Pustaha Lak-lak yang ditulis dalam aksara Simalungun. Benda yang berupa kulit bambu atau kayu ini, berisi tentang tradisi dan adat masa lalu.
Para Raja Simalungun sudah mengadakan kontrak dagang menjual hasil perkebunan dengan Belanda. Untuk kepentingan bisnis, Raja perlu membubuhkan stempel pada surat perjanjian. Sama kan, seperti kita sekarang yang mencetak stempel pada tukang sablon.
Jadi, transaksi bisnis jadul dan hari ini sama-sama membutuhkan stempel. Bedanya hanya pada tampilannya. Beginilah penampakan stempel pada masa lampau. Coba bandingkan dengan stempel yang sering kita pakai. Lebih bagus ya, stempel zaman kolonial.
Perikanan
Warga dulu telah membuat peralatan untuk menangkap ikan. Karena daerah Simalungun tidak berdekatan dengan laut, peralatan ini digunakan pada sungai, kolam, ataupun danau. Penduduk mengumpulkan ikan dengan tombak, pedang, serta mengumpulkan hasilnya dalam tempat penampungan tangkapan ikan.
Alat Musik
Soal musik, orang Simalungun sudah eksis sejak lama, yang dibuktikan dengan gong serta tujuh gendang. Ketujuh gendang ini ada maknanya, yaitu melambangkan tujuh Raja Simalungun.
Gong
Peralatan Musik dan Tari
Dalam berkesenian, bukan hanya gong dan gendang yang digunakan. Penduduk juga menggunakan kecapi, gendang, topeng, dan seruling adat.
Ada kalanya musik, tarian, dan topeng digunakan untuk memanggil arwah. Jadi, jika ada anggota keluarga meninggal, mà ka kerabat yang ditinggalkan bisa memanggil arwahnya dengan ritual tari-tarian dan musik.
Pasung
Benda ini tentu sudah banyak yang tahu karena fungsinya masih sama sampai sekaran. Jika ada penduduk yang mengalami gangguan jiwa, maka alat ini adalah solusinya.
Pasung
Lesung
Seperti sekarang, para Ibu dan gadis muda menggunakan lesung untuk menumbuk padi. Pada masa itu, Raja memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Jika ada yang kekurangan pangan, maka mereka akan memperoleh padi dari Raja.
Perlengkapan Sirih
Biasanya perlengkapan ini dimiliki oleh Ibu-ibu yang suka mengunyah sirih. Konon, gigi mereka lebih sehat dan kuat, walaupun tampilannya jadi kemerahan.
Bagi yang suka mengunyah sirih, ini peralatannya pada zaman old
Uang Kuno
Kalau mau melihat beragam uang kuno dari Indonesia dan luar negeri, ada terpampang di sini. Uang saat Indonesia baru merdeka juga tersedia. Lucunya setelah diamati, ternyata uang jajan saya sewaktu SD dan SMP ikut terpajang di sini. Jadi ingat umur. Hehehe.
Patung Beruang
Ini bukan patung sembarang patung, tapi tubuh beruang asli yang diawetkan. Patung ini merupakan sumbangan dari Belanda untuk Museum Simalungun.
Patung beruang asli yang diawetkan sumbangan dari pemerintah Belanda
Tongkat
Saya kurang tahu apa fungsi tongkat ini karena lupa ditanyakan pada pemandunya. Saya terlanjur takjub dengan penjelasan pemandunya, kalau rambut yang dipasang di ujung tongkat adalah rambut asli. Wow, berapa kira-kira usianya ya?
Selain rambut, pada tongkat juga terdapat kain tiga warna, yaitu hitam, merah, dan putih. Ada filosofi dari kain ini yang melambangkan karakter adat Simalungun. Hitam berarti teguh, merah melambangkan keberanian, sedangkan putih menampilkan kesucian.
Bentuk Segitiga pada Atap Museum
Atap Museum Simalungun yang berbentuk segitiga pun memiliki filosofis tertentu. Bentuk segitiga itu melambangkan karakter Raja Simalungun yang memerintah rakyat dengan jujur, tulus, dan adil. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia dan harus memimpin daerahnya dengan jujur, tulus, dan adil.
Nah, banyak kan, informasi yang kita peroleh dari museum ini. Semua yang ditulis di sini belum seberapa. Enggak mungkinlah saya bahas sampai 975 benda bersejarah. Kalau sampai segitu banyak, blog ini bakalan menyerupai buku. Jadi, saya kutip yang penting saja.
Yuk, Ikut Menjaga Pelestarian Museum Simalungun
Usai sudah saya berkeliling di Rumah Bolon Museum Simalungun. Sebelum keluar dari sisi kiri pintu, saya kembali mengamati halaman yang terbentang di depan. Ternyata pada halaman, tersusun beberapa batu artefak.
Tadi saya kurang memperhatikannya saat masuk, karena mengiranya cuma sekumpulan batu biasa. Tampilannya memang seperti batu yang banyak kita lihat sehari-hari. Kira-kira apa yang membedakan artefak dengan batu biasa? Ada yang bisa bantu jawab?
Sebelum keluar, saya sempat bilang ke pemandunya kalau lantai kayu museum bersih sekali, seperti tidak ada debu menempel di telapak kaki. Padahal, lokasi museum berada di tengah kota, tepat di pinggir jalan yang ramai dilalui kendaraan. Gimana caranya bisa begitu bersih? Apa harus dipel setiap hari?
Menurut pemandunya, lantai kayu museum hanya disapu setiap hari dan tidak pernah dipel. Air akan merusak lantai kayu. Hmm, benar juga. Ternyata perawatannya cukup sederhana untuk lantai kayu yang bersih dan adem di telapak kaki. Sayang, enggak boleh rebahan.
Suasana di dalam memang adem karena atap terbuat dari ijuk. Udaranya berbeda dengan suhu dalam rumah biasa. Hanya saja ketika hujan, air merembes ke ruangan museum. Ada balok kayu penopang atap yang mulai lapuk dan diselimuti lumut. Ada pula atap ijuk ditempel dengan potongan seng, agar dari celah yang bocor air hujan tidak merembes.
Museum Simalungun merupakan tempat bersejarah dan patut kita jaga kelestariannya. Saya bukan berasal dari suku Simalungun, tapi senang bisa mengunjungi tempat ini dan melihat koleksinya. Mudah-mudahan ada solusi agar kelestarian museum senantiasa terawat. Generasi penerus pun tetap mengenal budaya nenek moyangnya.
Referensi :
- Kunjungan langsung ke Museum Simalungun Pem. Siantar.
- Foto – foto koleksi pribadi
- Informasi resmi dari website resmi Asosiasi Museum Indonesia. https://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/38-museum-simalungun.html
- Melihat Sejarah Budaya di Museum Simalungun, Ada 975 Koleksi yang Bisa Dilihat. https://medan.tribunnews.com/2021/06/26/sejarah-budaya-di-museum-simalungun-siantar-ada-975-koleksi-yang-bisa-dilihat. Penulis : Alija Magribi. Ditayangkan : Sabtu, 26 Juni 2021 Pukul 16.48 WIB.
- Sejarah Museum Simalungun di Pematang siantar. Penulis : Widya Lestari Ningsih. Ditayangkan Minggu 11 Februari 2024 Pukul 15.00.
Komentar
Posting Komentar