Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

KTP dan Sepenggal Cerita Lampau

  KTP ku berpose di atas pohon cabe rawit Generasi Z mungkin banyak yang belum mengenal KTP putih. KTP putih yang dimaksud di sini adalah kartu identitas yang tampilan kertasnya memang berwarna putih. Jadi, enggak ada hubungannya dengan politik, seperti rezim sebelumnya. KTP ini tampilannya jadul habis. Pas fotonya berukuran 2x3 yang dicetak di kios-kios studio foto. Jangan tanya ke mana pas foto digital. Belum ada yang kenal Waktu itu masa kejayaan studio foto dengan film cuci cetaknya. Usaha mereka laku keras karena warga wajib mencetak pas foto ukuran 2x3 atau 3x4. Umumnya, untuk keperluan dokumen. Selain pas foto, yang membuat KTP putih jadul habis adalah data pemiliknya yang diketik manual. Dulu orang belum mengenal komputer dan printer. Semua dokumen dikerjakan dengan mesin tik. Hasilnya? Menggunakan komputer saja masih ada ketikan yang salah, apalagi dengan mesin tik manual. Bagian depan KTP putih memuat simbol provinsi/daerah asal pemiliknya.  Kemudian di sebelah kanan kartu ad

Kolaborasi AI dan RME untuk Pasien Jarak Jauh

Merawat keluarga yang sakit menjadi rumit, terutama ketika mereka sudah tergantung pada bantuan orang lain. Setiap saat harus ada yang memantau kondisinya. Mereka sudah tidak mampu mandiri. Bukan hanya perawatan di rumah, secara rutin keluarga yang sakit perlu dibawa cek kesehatan dengan dokter. Kondisi yang sama pernah saya alami saat merawat Ibu yang mengidap hipertensi. Karena sudah mengalami serangan stroke, kondisi Ibu harus terus dipantau. Kami sering mengukur tensinya, rutin memberikan obat anti hipertensi, bahkan mengecek kesehatannya jika beliau terbangun dini hari. Tensi melonjak bisa terjadi kapan saja dan serangan stroke muncul pada saat tak terduga. Yang paling rumit selama merawat Ibu adalah ketika harus cek kesehatan pada dokter di rumah sakit. Karena sudah tidak mampu berjalan dan hanya berbaring di ranjang, kami harus membopong Ibu. Di sana memang tersedia kursi roda saat kami mengantre di depan ruang konsultasi dokter. Namun, urusan di rumah sakit cukup menyita waktu

Tetangga dan Ternak Hewan di Halaman Rumah

  Ada yang pernah memelihara ayam di belakang rumah? Walaupun saat itu tinggal di kompleks perumahan kota besar, saya pernah memelihara ayam di belakang rumah. Memang bukan peternakan karena koleksi ayamnya cuma 4 – 5 ekor.  Meskipun demikian, hobi saya memelihara ayam sempat membuat tetangga mengernyitkan dahi. Kok masih mau memelihara ayam, di kompleks pula? Mereka khawatir aroma kotorannya bakalan merebak hingga ke rumah masing-masing. Enggak, kok, ada cara agar kotorannya tidak beraroma menyesakkan.  Caranya, kami menyediakan makanan alami, seperti sisa-sisa makanan rumah, jagung, serta dedak. Sama sekali tidak ada pemakaian bahan-bahan kimia. Akhirnya pun terbukti, memang nggak ada lagi tetangga yang komplain. Ayam-ayam saya aman tanpa demo selama bertahun-tahun. Tetapi, itu peristiwa dulu. Sekarang sudah berbeda. Saat ini saya tinggal di pinggiran kota nan sejuk karena dikelilingi pepohonan hijau, serta ladang penduduk. Udaranya masih segar banget, apalagi pagi hari. Meskipun tin