Langsung ke konten utama

Berastagi, Petani, dan Transaksi Digitalisasi BRI

 


Jika berkunjung ke Sumatera Utara (Sumut), jangan lupa singgah ke kota wisata Berastagi. Provinsi ini tidak hanya menawarkan Danau Toba sebagai destinasi liburan, tetapi juga lokasi-lokasi lain yang berpotensi menjadi tempat rekreasi yang nyaman. Berastagi bisa menjadi alternatif menarik untuk menghabiskan waktu luang.


Apa yang menarik dari kota pegunungan ini? Jika warga Jakarta sering menghabiskan akhir pekan di Puncak, maka bagi orang Medan, Berastagi adalah destinasi favorit untuk melepaskan penat. Liburan naik ke gunung, begitulah istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan perjalanan menuju Berastagi.


Kota pegunungan ini terletak pada ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu mencapai 16°C. Kondisi tersebut memberikan hawa sejuk yang cocok untuk menghilangkan kepenatan dari hiruk-pikuk kota besar. Kalau menginap di sana, tidak perlu lagi menyalakan AC. Dingin sekali.


Berastagi, yang dikenal sebagai salah satu kota terdingin di tanah air, tidak hanya menawarkan wisata dan kuliner, tetapi juga lahan pertanian yang luas di sekitarnya. Wisatawan bisa menikmati hasil bumi seperti buah, sayur, hingga bunga dengan memetiknya langsung dari pohon.

Sebagai pemasok utama hasil bumi di Sumut, Berastagi menghasilkan hortikultura melimpah. Meskipun sempat bertahun-tahun dilanda bencana abu vulkanik Gunung Sinabung, tanah di Berastagi kini semakin subur dan memberikan hasil panen yang melimpah. Hama pun berkurang, sehingga tanaman menjadi lebih sehat.


Saya punya kerabat di sana. Saat ponakan berkunjung ke desa, mereka pernah menitipkan cabai merah berukuran ekstra besar. Awalnya saya mengira itu paprika sedang diet, ternyata memang cabai berukuran jumbo. Sayangnya, saat itu saya lupa untuk memfotonya. Saya belum pernah melihat cabai demikian gemuk di pasar. Mungkin ini namanya anugerah terselubung di balik bencana letusan gunung berapi.


Namun, meskipun panen melimpah, ada cerita suka duka yang dihadapi petani. Ketika harga hasil bumi tinggi, mereka bisa membeli barang mewah seperti mobil baru. Tetapi saat harga anjlok? Terkadang hasil panen tidak terjual dan dibiarkan membusuk untuk dijadikan pupuk bagi musim menanam berikutnya, terutama untuk sayur-mayur. Hal ini terjadi karena harga jual tidak mampu menutupi biaya transportasi ke pasar.


Di saat harga bagus, lain lagi ceritanya. Banyak petani yang berhasil menyekolahkan anak mereka hingga ke luar pulau, bahkan ke Jawa. Banyak pemuda setempat yang sukses di kota besar dan bekerja dengan profesi mentereng, berkat hasil ladang orang tua mereka.

Berapa sebenarnya penghasilan petani di Berastagi? Setiap petani tentu berbeda angka nominalnya. Berastagi merupakan kota yang terletak di kabupaten Karo. Meskipun berbeda-beda, petani jeruk di Kabupaten Karo yang memiliki ladang seluas 10 hektar rata-rafa bisa mencapai penghasilan Rp 1,5 miliar sekali panen, dengan dua kali panen per tahun. Artinya, bisa mencapai Rp 3 miliar per tahun. Fantastis, kan?


Dengan nominal demikian, di mana mereka menyimpan uang? Rasanya tidak mungkin segitu banyak ditaruh pada bawah bantal. Nanti bisa dimakan rayap. Oleh sebab itu, para petani membutuhkan lembaga keuangan terpercaya agar penghasilan dari panen dikelola dengan baik. Dikelola di sini bukan berarti hanya ditabung atau deposito, tapi bagaimana caranya agar aliran keuangan dan transaksi tetap lancar beradaptasi dengan era digital.


Di zaman yang kian canggih ini transaksi tidak lagi hanya berlangsung secara tatap muka. Pembeli dan penjual boleh mencapai kesepakatan secara online. Dana pun berpindah melalui jejaring dunia maya. Jadi, sudah kebayangkan, kan kalau para petani sebaiknya memilih lembaga keuangan yang telah berinovasi mengikuti perkembangan zaman.


Yap, sekarang ketersediaan transaksi digital merupakan syarat penting bagi nasabah untuk memilih lembaga keuangan mumpuni. BRI (Bank Rakyat Indonesia) menjadi salah satu rekomendasi untuk menyimpan penghasilan dari pertanian.


Transaksi dan Digitalisasi BRI

Berdiri sejak 16 Desember 1895, BRI telah melayani masyarakat Indonesia selama lebih dari 129 tahun. Dengan jaringan kerja yang tersebar di seluruh Nusantara, BRI memiliki lebih dari 7.755 kantor, 12.000 ATM, 9.000 CRM (Customer Relationship Management), dan 740.000 EDC (Electronic Data Capture), serta 740.000 Agen BRILink.

Dalam era digitalisasi, BRI terus berinovasi untuk memberikan layanan terbaik melalui berbagai fasilitas transaksi digital. Beberapa layanan unggulan BRI meliputi Digital Bank BRI, BRImo, ATM BRI, mini ATM, EBuzz, Digital Customer Service (CS), dan Teller Cash Recycler (TCR).


Dari berbagai layanan tersebut, BRImo menjadi produk yang paling populer saat ini, bahkan lebih canggih dari BRI Mobile. BRImo dilengkapi teknologi User Interface (UI) dan User Experience (UX) terbaru, serta fitur-fitur seperti login dengan pengenalan wajah, sidik jari, top up Gopay, pembayaran dengan QR code, dan masih banyak fitur menarik lainnya.


Bagus, kan, jika BRImo mulai diperkenalkan pada para petani? Digitalisasi bukan hanya untuk orang muda yang melek internet, atau warga kota dengan profesi khas kaum urban. Petani pun sebaiknya ikut memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan. Jangan mau kalah dengan profesi lain karena ada beragam benefit dari digitalisasi, seperti,


Kemudahan Bertransaksi

Petani bisa bertransaksi kapan saja, bahkan sambil bekerja di ladang. Cukup dengan ponsel dan koneksi internet, transaksi dapat dilakukan tanpa harus antre di bank. Ini menghemat waktu dan biaya transportasi.

Memperluas Jaringan Pemasaran

Digitalisasi memungkinkan petani menjual produk mereka melalui platform e-commerce, memperluas pasar mereka. BRI juga telah bekerja sama dengan berbagai platform untuk mendukung hal ini.


Keamanan Transaksi

Sistem digitalisasi BRI telah diperlengkspi dengan fitur keamanan seperti password dan OTP dalam sistem BRI. Semua demi memastikan kenyamanan bertransaksi dan mengurangi risiko penipuan.


Saatnya Petani Eksis Melalui Digitalisasi

Di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, petani Berastagi perlu bertransformasi bersama layanan digitalisasi BRI. Melalui kemudahan transaksi dunia maya yang tidak dibatasi ruang, mereka lebih fleksibel untuk berdagang tanpa kendala waktu dan jarak.


Dengan transaksi praktis secara online, diharapkan petani mampu memperluas pasar dan menjangkau lebih banyak pelanggan. Potensi besar yang dimiliki petani Berastagi merupakan kesempatan bagi BRI untuk mensosialisasikan produk digital. Sosialisasi ini meliputi cara penggunaan aplikasi, mobile banking, manfaat yang dapat melalui jejaring internet, serta tips keamanan dalam bertransaksi secara digital.

Teknologi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani Berastagi. Dengan semakin mudah akses terhadap teknologi dan informasi, diharapkan para penghasil sayur, buah, dan bunga ini, mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Dukungan dari BRI melalui layanan transaksi dan digitalisasi, merupakan momentum untuk mewujudkan pertanian modern yang berkesinambungan.


Referensi :

  • Kota Terdingin di Indonesia

https://indonesiabaik.id/infografis/kota-terdingin-di-indonesia#

  • Mentan Kaget Petani di Karo Kantongi Omzet 3 Milyar/Tahun.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3102670/mentan-kaget-petani-jeruk-di-karo-kantongi-omzet-rp-3-miliar-tahun#goog_rewarded

  • Sumber foto dari Canva Free


Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Kolaborasi #SuamiIstriMasak dari Kacamata Seorang Pejuang Mandiri

    Berstatus sebagai pejuang mandiri, atau lajang, alias jomblo, di usia yang tak lagi muda agak menakutkan terutama bagi wanita. Berbagai tudingan ditujukan pada individu yang masih betah melajang. Ada yang mengatakan karena tidak pandai bergaul, kurang menarik, hingga omongan lain yang cukup menggigit. Hadeh!   “Sudahlah, asal ada yang mau langsung menikah aja. Nggak usah tanya ini itu segala macam. Mau tunggu apalagi? Daripada kelamaan sendirian.”   Omongan pedas seperti ini sudah sering hinggap di telinga saya. Biasanya, kalau ketemu yang beginian, saya cuma bisa menghela napas sambil berlalu.  Dalam hidup, ada hal yang tak perlu ditanggapi serius.   Walaupun banyak omongan pedas berseliweran, banyak kok para pejuang mandiri yang tetap kalem.  Biasanya, kicauan ramai justru datang dari orang-orang yang tidak berkepentingan. Repotnya, kalau ada keluarga yang terprovokasi dan langsung kepanasan, hingga mendesak untuk segera menikah. Padahal, keputusan menikah sebaikn