Langsung ke konten utama

Resensi Buku Second Chance : Mengubah Hidup dan Keuangan


Apa yang muncul di benak saat mendengar kesempatan kedua (second chance)? Berdasarkan pengalaman sendiri, kesempatan kedua berarti pertemuan antara kesedihan dan kelegaan. Yap, ada dua emosi bertolak belakang dalam kesempatan ini. Meskipun demikian, momen ini patut diapresiasi karena tidak semua orang beruntung memperolehnya. 


Kesedihan dalam kesempatan kedua berarti mengakui kalau diri sendiri pernah berbuat kesalahan. Ada saja  jenis kesalahannya, seperti mengambil keputusan keliru, ceroboh, ragu-ragu, yang akibatnya bisa berdampak hingga sekarang. 


Suka atau tidak, keadaan hari ini adalah hasil dari pikiran dan tindakan masa lalu. Memang terkadang ada kecenderungan mencari pembenaran dengan menyalahkan orang lain. Mungkin saja, ada andil orang lain dalam situasi itu. Tetapi, mau sampai kapan terus mencari kambing hitam?


Nah, supaya lebih lega dan senang, masih ada harapan bagi kesempatan kedua Maksudnya apa, nih? Siapa pun yang pernah membuat kekeliruan atau mengambil keputusan yang salah di masa lampau, muncul peluang baru untuk memperbaiki diri demi masa depan lebih baik. 


Selama masih memiliki umur, tetap tersedia kesempatan untuk kehidupan bersinar, termasuk dalam keuangan. Agar lebih jelas, pembahasan ini dituturkan oleh Robert Kiyosaki, penulis buku fenomenal Rich Dad Poor Dad, dalam karyanya yang lain, yaitu Second Chance.

Menghirup secangkir kopi hangat sambil menyimak Second Chance

Second Chance Bukan Janji Palsu

Selain Rich Dad Poor Dad dan Second Chance, tulisan Robert yang pernah saya baca, antara lain Why The Rich are Getting Richer, Unfair Advantage, Midas Touch (ditulis bersama Presiden AS Donald Trump), More Important than Money, serta Why ‘A’ Students Work for ‘C’ Students. Semua buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa kita, hanya judul yang menggunakan bahasa asing.


Dari semua buku di atas, Second Chance adalah karya Robert Kiyosaki yang paling menarik perhatian saya, selain Rich Dad Poor Dad. Buku terbitan tahun 2020 ini sudah saya baca berulang. Usia penerbitan boleh lawas, tapi materi pembahasannya masih relevan sampai zaman digital. 


Saya tetap menyimpan buku ini meskipun beberapa kali kami meloakkan koleksi buku. Saat pindahan rumah pun saya menyelipkannya di tas untuk dibawa serta. Sayang kalau dibuang karena ide-idenya menambah wawasan saya.


Membaca judul yang tertera di sampulnya, yaitu Second Chance, untuk Uang, Hidup, dan Dunia Kita, sudah memotivasi saya untuk berbenah demi hidup yang lebih baik. Kalimat yang tertera ini seperti mengatakan, selama kita masih bernapas di atas bumi ini, selalu ada kesempatan kedua untuk memperbaiki diri.   


Mungkin ada yang bertanya, apakah buku ini hanya membahas topik finansial dan aset seperti mayoritas tulisan Robert Kiyosaki? Second Chance cenderung menyajikan pengelolaan keuangan. Namun, sesuai dengan sub judulnya, untuk Uang, Hidup, dan Dunia Kita, buku ini juga membahas tentang prinsip-prinsip untuk membentuk pola pikir (mindset) pembaca.

Kertas buku yang sudah menguning dimakan usia

Second Chance untuk Prinsip Hidup yang Lebih Baik

Dalam buku ini, Robert menyertakan opini dari futuris ternama R. Buckminster Fuller (1895-1983), seorang desainer, visioner, serta penulis terkemuka dari Amerika. Melalui Fuller, Robert mengenal prinsip-prinsip penting yang selama ini tidak kasatmata hingga sering diabaikan orang untuk memperoleh penghasilan maksimal. 


Salah satu prinsip penting yang sering diabaikan adalah melayani dan memberi. Aneh, ya, mau memperoleh banyak aset, kok, malah disuruh memberi? Apa nanti kekayaan kita enggak semakin berkurang? Kapan kayanya?


Menurut Fuller, orang yang berlimpah rezeki sebenarnya cenderung murah hati. Mereka memperkaya orang lain, tapi tetap tidak lupa memperkaya diri sendiri. Mereka menolak egois serta mau memberi manfaat untuk orang lain, tanpa mengabaikan potensi pribadi. 


Rich Company boleh menjadi contoh memberi manfaat sambil memperoleh benefit. Perusahaan milik Robert ini mendidik orang untuk mampu mandiri finansial, tapi tidak mengabaikan profit usaha. Berbagai buku hingga permainan keuangan mampu menambah penghasilan bagi perusahaan.


Ada alasan logis dibalik karakter murah hati dan rajin memberi. Kita akan memperoleh apa yang sudah ditabur atau tawarkan pada orang lain. Seperti petani memanen, dia menuai hasil pekerjaannya sendiri. Lantas, apakah memberi harus selalu berupa uang? Enggaklah, memberi bukan harus berbentuk uang. Kedengarannya memang klise, ya. 

R. Buckminster Fuller dalam sampul majalah Time

Karena jika harus uang, bagaimana dengan orang yang mempunyai penghasilan pas-pasan? Apa berarti mereka enggak bisa memberi? Banyak cara lain untuk berderma. Membagikan pengalaman melalui blog atau konten termasuk kategori memberi. Mulai saja dari yang kita mampu dan sabar mengikuti prosesnya. Enggak ada hasil yang instan, kan?


Banyak prinsip lain yang dituturkan oleh Fuller. Kita generasi lebih muda sebaiknya belajar dari warga sepuh yang telah banyak mencicipi asam garam dunia. Saya sudah menelusuri biografi Fuller pada mesin mencari. Memang banyak profesi serta pengalaman Fuller yang layak diketahui generasi  sekarang. Beragam wawasan dari Fuller dalam buku ini yang pas untuk menambah wawasan pembaca.


Second Chance dan Kemandirian Finansial

Pernah membaca beberapa buku Robert, membuat saya mengetahui sekelumit kisah hidupnya. Pria keturunan Jepang ini tidak termasuk siswa cerdas di kelas. Namun, dia membuktikan kalau nilai akademik tidak menjadi jaminan untuk meraih masa depan gemilang, termasuk kemandirian finansial. 


Meski bukan murid terbaik, tapi sekarang Robert mampu berprofesi sebagai investor, pengusaha, dan pendidik dalam bidang keuangan. Uniknya lagi, dia pernah dua kali tidak lulus kelas bahasa di sekolah. Namun, saat ini, tulisan-tulisan Robert masuk dalam jajaran best seller skala internasional. Second chance memang mampu mengubah masa depan kalau mau memanfaatkan kesempatan.


Untuk yang masa sekolah termasuk siswa rata-rata, seperti saya, jangan patah semangat. Saya sendiri dulu sempat merasakan sulitnya mendongkrak nilai rapor. Mulai dari ikut les tambahan, membaca banyak buku pelajaran, hingga belajar sampai larut malam, semua sudah dilakoni. 

Duduk-duduk sore sambil membaca buku

Hasilnya? Selalu ada teman lain yang meraih nilai lebih tinggi. Semaksimal apa pun usaha saya, nilai rapor mereka tetap lebih bersinar. Setiap pembagian rapor, saya cuma bisa memandangi pengumuman juara kelas sambil gigit jari.


Sekolah tetap penting karena peraturan akademik membutuhkannya, jika ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ijazah masih menjadi persyaratan saat melamar pada pekerjaan tertentu. Tetapi, jika hanya mengandalkan gaji dari pekerjaan, maka nilai uang ataupun tabungan kita akan tergerus oleh inflasi. 


Zaman sekarang sulit jika hanya mengandalkan tabungan. Bunga bank nasional sekitar 0,50% per tahun. Sementara menurut CNBC Indonesia, tingkat inflasi 2024 tanah air mencapai 1,57%. Dari data tersebut, kita mengetahui kalau peningkatan nilai tabungan lebih rendah dari inflasi. Nilai uang menurun, tapi harga semakin meningkat. Lantas, bagaimana upaya untuk hidup layak di tengah nilai uang yang terus merosot?


Agar keuangan masa depan tetap aman, investasi merupakan pilihan terbaik demi kemandirian finansial. Topik ini merupakan fokus dari buku Second Chance. Definisi kemandirian finansial adalah kemampuan individu bertahan hidup layak, meski situasi ekonomi dunia tengah gonjang-ganjing. Menurut buku Second Chance, ada beragam investasi yang dapat diandalkan sebagai aset pribadi seperti properti, emas, perak. 


Untuk yang suka jantung jumpalitan, ada saham dengan risiko tinggi, tapi perolehan cuan yang melejit. Siap-siaplah dengan nilainya yang naik turun secara drastis. Investasi memang menjanjikan, meski peluang kerugian senantiasa mengintip jika kurang waspada.

Di tengah kesibukan, jangan lupa gunakan kesempatan kedua

Dalam Second Chance, Robert menekankan pentingnya pendidikan keuangan yang berbeda dari pelajaran sekolah formal. Jika sekolah formal fokus pada nilai akademik, maka pendidikan keuangan menawarkan latihan dan keberanian mengambil risiko secara terukur. 


Tidak perlu menjadi juara kelas untuk mandiri finansial, cukup dengan membangun jejaring koneksi, memperbaiki mindset, mampu membedakan aset dengan liabilitas, serta mau belajar dari kesalahan. Tidak ada nilai salah benar, hanya perlu mental tangguh untuk bangkit setiap kali terpeleset.


Second Chance dan Membentuk Mindset Baru

Meskipun bertema keuangan, Robert menuturkan tulisannya secara lugas dan mudah dipahami. Pria ini menuturkan materi secara sederhana, serta anti rumit seperti pelajaran akuntansi zaman sekolah dulu. Bagi yang sering membaca tulisan Robert, mungkin tahu kalau pria ini sering mengulang-ulangi topik pembahasannya. Jadi, pembaca setia sudah paham sebagian besar materi buku Second Chance.


Namun, memahami isi buku tanpa mempraktikkannya sama saja dengan menyia-nyiakan kesempatan kedua. Sudah membeli buku mahal dan menggunakan waktu luang untuk membaca, tapi hasilnya nol. Jangan khawatir, dulu saya juga begitu. Asyik membaca, tapi tak pernah memperoleh hasil dari ilmu yang dipelajari. Selesai membaca, bukunya cuma teronggok di sudut lemari dan dilupakan. Alhasil, orangnya tidak ada perubahan.


Maksud saya, yuk, langsung mempraktikkan setelah membaca buku ini. Siapa pun kita dulu, rangking juru kunci di sekolah, pernah atau sedang kesulitan ekonomi, kurang paham ilmu keuangan, tidak memiliki modal besar, tetap bisa belajar berinvestasi demi kebebasan finansial masa depan. 


Robert Kiyosaki dan R. Buckminster Fuller

Semua memperoleh kesempatan kedua untuk mampu mandiri finansial. Mudah? Tidak! Robert sendiri pernah ditipu oleh kolega, bangkrut, hingga produknya tidak laku di pasaran. Semua dijalani bersama istrinya, Kim, dengan tangguh sehingga akhirnya mereka mampu mandiri finansial melalui pendapatan pasif.


Mendengar pendapatan pasif, kebanyakan orang langsung berpikir hal yang menyenangkan. Melalui aset ini, pemilik aset tidak perlu bergantung pada gaji. Orangnya bisa duduk di rumah sambil scroll medsos dan makan seblak, tapi tetap punya penghasilan. 


Enak, ya. Padahal, mencapainya belum tentu mudah. Robert mulai penasaran tentang keuangan sejak berusia 9 tahun, hingga akhirnya mampu mandiri finansial melalui pendapatan pasif pada usia 47 tahun.


Tidak ada batasan usia untuk mandiri secara finansial. Ayo, mulai sekarang semangat untuk menambah penghasilan dengan mindset baru. Prosesnya memang tidak pernah mudah, tapi enggak ada yang mustahil. Robert Kiyosaki berhasil melewatinya, meskipun membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun.


Sekarang giliran kita untuk membuktikan kalau mampu mengikuti jejaknya. Supaya lebih jelas, mari membaca buku Second Chance untuk mengasah ketajaman ilmu keuangan kita. Dijamin uang dan waktu yang kita gunakan untuk membaca buku ini, memberi kecerahan masa depan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...