Langsung ke konten utama

Tahun Baru dan Rumah Lama

 


Tahun baru menjadi momen tepat untuk menoleh sejenak pada masa lampau. Bukan hanya rentang waktu setahun yang lalu, tapi masa se-dekade dulu perlu diputar kembali. Momen ini sekadar mengingat kalau sudah banyak peristiwa yang terlewati. Tetapi, sesulit apa pun, ternyata mampu juga diatasi.


Saat banyak yang menikmati liburan akhir tahun ke luar kota hingga mancanegara, saya justru kembali ke kota kelahiran. Rasanya memang agak aneh. Orang lain sudah jalan-jalan ke berbagai lokasi, tapi saya masih berputar-putar pada tempat yang sama. Namun, segala sesuatu pasti ada alasannya. Tidak ada yang muncul secara kebetulan.


Dengan kembali ke kota kelahiran, saya berkesempatan melihat kembali rumah lama. Hanya melihat saja, tidak bisa lagi menjenguk ke dalam. Dulu kami mengontrak dan mengenal baik pemiliknya. Sekarang pemilik lama sudah menjualnya pada orang lain. 


Saya tidak mengenal penghuni baru, jadi tidak boleh masuk ke ruangannya. Masih bisa menatap dari luar saja sudah senang, meskipun bentuk bangunannya telah berganti. Di mana letak alamatnya, tidak perlu diberitahu. Yang penting ceritanya diulas.


Ilustrasi rumah lama

Sumber : Canva

Dulu menjelang tahun baru begini, biasanya kami sudah menyediakan beragam penganan. Banyak tamu yang datang, baik dari teman, keluarga, maupun tetangga. Para tetangga merupakan orang-orang yang paling meninggalkan kesan di sana. Warga setempat berasal dari suku dan agama yang berbeda-beda, tapi selalu rukun. 


Enggak ada, tuh, ribut-ribut seperti sekarang. Kami saling mengunjungi saat hari raya keagamaan. Tidak ada sungkan, tiada batasan. Semua berbaur sebagai anggota masyarakat. Toleransi muncul secara alami. Di sinilah saya belajar arti saling menghormati antara pemeluk agama dan suku berbeda.


Meski para orang tua setempat memang baik hati, tapi tentu lebih seru bermain dengan teman sebaya. Dari semua penduduk di sana, ada satu sosok yang paling berkesan, yaitu teman Taman Kanak-kanak (TK) saya. Kita sebut saja namanya Monik. Kediaman kami hanya dipisahkan jarak satu rumah. Dekat, kan. 


Jadi, kalau mau mengajak bermain, cukup melambaikan tangan saja. Biasanya saya yang ke rumahnya. Selain belajar di sekolah yang sama, Papa kami merupakan rekan sekantor di salah satu instansi pemerintah. Jadi, saya dan Monik sering berbarengan pada berbagai acara sekolah dan kantor.

Berkunjung ke rumah tetangga saat hari

 besar keagamaan

Sumber : Canva

Karena sering bermain ke rumahnya, saya sering diajak Monik ke rumah kakeknya. Lokasinya tidak jauh dari rumah kami, hanya sekitar lima menit perjalanan dengan kendaraan. Namun, jangan membayangkan cerita rumah kakek yang mungil dengan pekarangan penuh pot bunga. Apalagi, melihat kakek duduk di kursi goyang sambil mengisap cerutu. Bukan seperti itu ceritanya.


Saya terkaget-kaget saat tiba di rumah kakek Monik. Rumah itu besar sekali seperti istana. Interior ruang tamunya persis foto-foto rumah yang muncul di majalah. Saya sudah banyak mengunjungi kediaman teman sekolah, tapi tidak ada yang tampilannya seperti rumah kakek Monik. Halamannya pun luas, terawat, serta asri dengan beragam pepohonan. Saya sempat bingung melihat rumah segede ini. Ada ya, pemukiman begini luas.


Kediaman itu tidak pernah sepi, ada saja orang yang berseliweran. Meskipun ramai, kami berdua bebas bermain di sekeliling rumah. Tidak ada yang mempertanyakan kehadiran saya. Semua aman selama ada Monik di samping saya. Uniknya, dalam beberapa kali kunjungan ke sana, saya belum pernah bertatap muka langsung dengan kakek dan nenek Monik. Kami hanya berjalan-jalan saja di dalam rumahnya.


Tetapi, yang paling mengagetkan adalah ketika saya melihat bis TK kami parkir di halaman rumah kakek Monik.


“Wah, ternyata Kakekmu pemilik TK kita?” tanya saya terkagum-kagum.


Bermain bersama teman

Sumber : Canva

Monik mengangguk bangga. Dalam pikiran polos anak-anak, saya berkesimpulan kalau kakek Monik pasti super kaya.


Sayangnya, pertemanan dengan Monik tak berlangsung lama. Kami berbeda sekolah ketika masuk SD. Karena kesibukan pelajaran, waktu bermain pun mulai berkurang. Materi pelajaran SD lebih padat dari TK. Kemudian, tak lama setelah duduk di bangku SD, Papa Monik pindah tugas keluar kota. Kami pun tak pernah berkomunikasi lagi.


Pada era internet begini pun sulit mencari profilnya. Saya tidak tahu nama lengkap Monik. Anak TK dulu belum bisa membaca dan menulis. Jadi, kami hanya tahu nama panggilannya di rumah. Ya sudahlah, sampai sekarang saya tak pernah bertemu dengannya. Di mana pun berada, semoga dia baik-baik saja.


Oya, sebenarnya siapa kakek Monik? Setelah masuk SD dan mampu membaca dan menulis lancar, saya baru tahu kalau beliau adalah seorang pejabat tinggi. Jadi, rumah yang kami kunjungi adalah rumah dinas petinggi daerah. Sekolah TK tempat kami menuntut ilmu berada di naungan pemda, sehingga otomatis di bawah wewenang kakek Monik.


Nah, karena di sekolah parkir kurang aman, maka bis TK menginap di rumah kakeknya. Jadi, beliau bukan pemilik langsung, tapi hanya menjalankan tugas.


Kalau diingat kembali, lucu juga kejadian bersama Monik. Orang-orang biasa sulit ke rumah tokoh penting. Tetapi, saya saat masih TK sudah bisa berkunjung, bermain-main, berlarian, hingga menikmati kudapan di sana. Walaupun, harus melalui jalur orang dalam.


Tahun baru kenangan lama

Sumber : Canva

Mengunjungi lokasi rumah lama saat tahun baru memberi kesan berbeda. Tahun-tahun berlalu, banyak orang datang dan pergi memberikan kenangan, pengalaman, serta kejutan. Tetangga-tetangga sepuh yang dulu akrab dan bertoleransi, sekarang tinggal nama. Keturunannya banyak yang sudah merantau. Konon, masih ada beberapa generasi penerusnya yang tinggal di sana. Tetapi, saya kurang mengenal mereka.


Cerita tentang tetangga, termasuk Monik, sekarang hanya bisa dikenang. Mereka merupakan kenalan lama yang membuka kembali cerita untuk diingat saat tahun baru. Semua meninggalkan kesan dan pengalaman.


Tahun 2025 sudah tiba. Berbagai peristiwa yang akan datang telah mengantre di depan mata. Bakalan banyak orang yang melintas. Sebagian di antaranya akan memberikan pelajaran penting yang layak ingat sepanjang usia, yang lain cuma menumpang lewat untuk kemudian dilupakan.


Cerita kenangan dari tetangga-tetangga lama memberikan harapan untuk saya. Kiranya pada tahun-tahun mendatang, semakin banyak orang baik yang menawarkan pengalaman dan pelajaran berharga, yang perlu dikenang seumur hidup.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...