Langsung ke konten utama

Sekelumit Kisah tentang Seragam Sekolah

 


Setelah terdaftar menjadi peserta didik di sekolah, seragam telah menjadi identitas yang melekat pada siswa-siswinya. Lebih dari sekadar pakaian wajib, baju ini mampu sebagai identitas, serta memupus kesenjangan sosial antara semua murid.


Dari sudut pandang lain, seragam sekolah memiliki dua sisi mata uang. Pada satu sisi, busana ini membuat pedagang pakaian di pasar tersenyum. Sementara pada sisi lain, seragam sekolah menyebabkan para orang tua pusing tujuh keliling, terutama saat tahun ajaran baru tiba. Namanya kebutuhan, tetap harus dibeli.


Karena sudah menjadi kewajiban, setelan ini mampu menembus waktu antar generasi sejak puluhan tahun lalu. Seragam sekolah yang kita kenal sekarang telah diatur oleh Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 52 Tanggal 17 Maret 1982. Sudah lama, ya, ketetapannya.


Adapun isi dari peraturan ini adalah mengumumkan tentang warna-warni seragam resmi peserta didik di Indonesia, serta maknanya masing-masing.


Untuk peserta didik SD, warna seragam adalah kemeja putih dan rok atau celana merah. Alasan memilih merah karena warna ini merupakan simbol keceriaan dan semangat. Anak-anak memang identik dengan kegembiraan. Pola pikir mereka masih polos dan lebih fokus pada kebahagiaan saat bermain. Tawa mereka natural, tanpa topeng. Karakter para bocil ini cenderung lugu karena belum terkontaminasi racun dunia. :D

Seragam sekolah sebagai identitas siswa

Sementara warna putih biru untuk tingkat SMP melambangkan sikap mandiri dan percaya diri. Usia mereka sudah mencapai remaja yang ingin menemukan jati diri sendiri. Siswa-siswi ini mulai belajar independen, tidak mau tergantung pada orang tua. Jadi, enggak ada lagi drama menangis saat diantar ke sekolah. Mereka semakin percaya diri dalam pergaulan, mulai dari memilih teman, kegiatan sehari-hari, selera busana, dan hobi.


Sementara untuk SMA, dipilih warna abu-abu, yaitu peralihan usia remaja dewasa. Alasannya? Karena warna ini melambangkan ketenangan dan kedewasaan. Masa remaja tidak mudah, terutama saat menentukan cita-cita. Nanti mau kuliah di mana? Rencana ke depan mau jadi apa? Impian itu sebaiknya  direncanakan secara tenang dan dewasa. Kalau bukan sejak usia muda, kapan lagi dimulai?


Serba-serbi Seragam Sekolah

Dulu rasanya saya ribet sekali memakai seragam sekolah, apalagi mengurus kemeja putihnya. Kalau sudah berbulan-bulan dipakai, warna putih mulai kusam. Belum lagi kerahnya yang seperti dilumuri lumpur. Jadwal seragam dulu bukan seperti sekarang, yang diselingi baju batik atau olahraga. Setiap hari kami memakai seragam yang sama. Hanya saat SD memakai baju bebas ketika hari Jumat dan pramuka untuk Sabtu.


Pakaian itu pun bolak-balik keranjang cucian. Dulu, seragam saya cuma dua pasang. Baju ini yang bergantian dikenakan dalam seminggu. Sepasang baju dipakai selama dua hari sekali. Jadi, hari favorit saya memakai seragam adalah Senin, Rabu, dan Jumat. Pada hari-hari itu bajunya masih bersih, segar, dan beraroma sabun. Sebaliknya, Selasa, Kamis, dan Sabtu agak risih mengenakannya karena sudah berkeringat. Tapi, mau gimana lagi. 


Perubahan seragam sekolah kemudian terjadi setelah diterbitkan kebijakan Permendikbudristek No. 50 Tahun 2022, tentang keleluasaan bagi pihak sekolah mendesain seragam sesuai budaya setempat. Jadi, sekarang pakaian ini tidak hanya merah, biru, dan abu-abu lagi. Mulailah bermunculan seragam sekolah dengan beragam corak, warna, desain yang unik. Semakin berwarna-warnilah seragam sekolah kita.

Seragam sekolah dengan variasi warna dan corak

Awalnya kebijakan ini sempat menimbulkan pro kontra karena dianggap akan menghilangkan ciri khas seragam. Tetapi, sampai sekarang kekhawatiran itu tidak terbukti. Seragam lama tetap dikenakan pada hari-hari tertentu. Sementara baju dengan desain lain sudah ada jadwal pada hari berikutnya. Pakaian wajib ini pun tidak monoton lagi, meski akhirnya menambah anggaran belanja orang tua pada tahun ajaran baru.


Dibandingkan seragam jadul kami dulu, yang menarik bagi saya pada seragam sekarang adalah setelan olahraga. Pakaian ini kerap digunakan siswa pada hari Kamis atau Jumat. Warnanya beragam sesuai aturan sekolahnya. Bedanya apa dengan pakaian dulu? Untuk para siswi, mereka semua menggunakan celana panjang seperti training. Seragam ini berbeda dengan zaman  sekolah saya.


Dulu, kecuali yang berhijab, semua siswi harus  bercelana longgar selutut. Ribet karena kalau duduk, ukurannya yang pas di lutut langsung naik. Paha kelihatan ke mana-mana. Terkadang mata siswa nakal langsung jelalatan. Kalau begini, mendingan siswi berdiri, meskipun capek setelah berolah raga. Untungnya, pakaian olahraga ini hanya dipakai pas jadwal olahraga. Kalau dari pagi dan siang seperti sekarang, repot kan.

Seragam sekolah siswa-siswi sekarang


Tujuan Penggunaan Seragam Sekolah

Kenapa murid di negara kita harus memakai seragam? Bukankah lebih baik menggunakan busana bebas? Mereka jadi kreatif mengekspresikan diri. Begitulah sering muncul pertanyaan tentang seragam sekolah. Saya pun dulu iri kalau menonton film remaja dari negeri seberang. Murid di sana bebas mengenakan pakaian yang diinginkan. Kapan sekolah di sini begitu, pikir saya. Sampai tamat, keinginan tersebut tak pernah terwujud.


Padahal walaupun berkesan kaku, sebenarnya ada beberapa tujuan dari penggunaan seragam sekolah, yaitu.


Keseragaman

Dengan mengenakan seragam sekolah, semua siswa adalah setara tanpa dibatasi status sosial. Kalau busananya sama, tidak ketahuan siapa yang berasal dari keluarga kaya atau sederhana. Begitu harapannya. Padahal, belum tentu. Ada faktor-faktor lain yang mampu menyingkap status siswa yang bersangkutan.


Kalau saat saya sekolah dulu, dari bisik-bisik saja sudah ketahuan siapa yang berasal dari keluarga tajir. Belum lagi melihat tongkrongannya, tempat hang out, hingga circle siswa atau siswi tersebut. Bedalah pokoknya dari khalayak jelata. Meskipun demikian, seragam tetap mampu menjembatani perbedaannya, walau tidak tuntas. Setidaknya tiada peragaan busana di sekolah yang membuat siswa kurang mampu menjadi minder.


Kedisiplinan

Seragam mampu membentuk karakter siswa untuk disiplin berpakaian rapi. Coba saja kalau diizinkan bebas, mungkin ada yang sesuka hati mengenakan busana. Bayangkan, kalau ada yang pakai kaos oblong dan celana pendek ke sekolah? Bisa heboh khalayak. Dengan mengenakan seragam, siswa diajak untuk sopan berbusana pada tempat-tempat formal. Toh, etika ini tetap berguna setelah dewasa nanti.

Warna-warni seragam sekolah

Identitas

Dengan mengenakan seragam sekolah, identitas siswa yang bersangkutan langsung dapat dipantau. Bukankah nama sekolah tercantum di seragam? Jika berkeliaran pada waktu studi, menyebarkan keonaran di masyarakat, atau perbuatan meresahkan lainnya, segera bisa ditangani pihak yang berwenang. Kalau mereka mau bertingkah, bersiaplah dengan risikonya.


Fokus Belajar

Dengan seragam sekolah, anak-anak langsung fokus ke pelajaran. Mereka tidak perlu berpikir, pakai baju apa besok? Saya sudah merasakannya saat beralih dari SMA ke bangku kuliah. Banyak mahasiswi di kampus saya. Setiap hari, mereka muncul dengan beragam penampilan memukau. Karena saya tak pandai dandan, rasanya tenggelam di sana. Saat-saat seperti itu jadi rindu masa SMA dulu. Wkwkwk.


Ternyata banyak manfaat seragam sekolah, ya. Walaupun sering disebut kaku dan kurang kreatif, tapi busana ini mengajak siswa-siswi untuk berkarakter baik dan lebih mengutamakan pelajaran. Jadi, untuk yang masih sekolah, nikmati saja mengenakan pakaian ini. Nanti kalau berumur tinggi, enggak mungkin kan, memakainya lagi. Kalau tatap nekat, awas bisa dianggap melenceng dari jalur.


Seragam Sekolah yang Tak Lekang Ditelan Zaman

Setelah keluar peraturan baru dari pemerintah pada tahun 2022, seragam sekolah semakin bening dengan corak, desain, serta warna yang unik. Meski demikian, pakaian dengan warna merah, biru, dan abu-abu tak pernah lekang. Era serta rezim silih berganti, tapi seragam ini tetap awet tidak tergoyahkan.


Tak perlu merasa ketinggalan dari negara lain karena masih memakai seragam. Pakaian ini telah menjadi budaya dalam pendidikan kita. Sebaiknya, jangan pula memandang sebelah mata pada warna dan corak yang sederhana. Hargailah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti kesetaraan, kedisiplinan, identitas, serta fokus belajar.


Referensi :

  • Dinamika Seragam Sekolah di Indonesia. Sebuah Tinjauan Sejarah dan Kebijakan. Penulis : Irfandy Dharmawan, kompasiana.com, 18 April 2024.
  • Sejarah Seragam di Indonesia dan Makna di Balik Warnanya. Penulis : Novia Aisyah, detik.com, 14 Oktober 2024
  • Sejarah Seragam Sekolah di Indonesia. Penulis : Riamitasari, rri.co.id, 14 April 2024.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mat...

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusah...

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua ...