Langsung ke konten utama

Postingan

Pengalaman Menulis Cerita Anak

  Ada yang suka menulis cerita anak? Awalnya, saya berpikir menuturkan cerita anak itu mudah, hanya perlu menemukan tema riang yang sesuai dengan dunia mereka. Namun kenyataannya, berkarya dalam cerita anak tidak semudah mengetik di laptop. Sama seperti tulisan untuk orang dewasa, menulis kisah untuk para bocah membutuhkan proses dan pembelajaran. Saat memulai beberapa tahun lalu, saya menuturkan alur kisah secara natural, tanpa memahami ilmu dan kaidah penulisan. Hasilnya muncullah cerita dengan tema pasaran dan ending yang mudah ditebak. Sampai sekarang, saya masih menyimpan file cerita anak pertama tersebut. Membacanya kembali membuat saya tertawa. Tak heran, kalau dulu banyak karya saya ditolak oleh berbagai media cetak. Sisi Menarik Cerita Anak Cerita anak memiliki daya tarik yang berbeda dibandingkan cerpen dewasa. Cerpen untuk Papa, Mama, Om, dan Tante sering  berkisah tentang kegalauan. Sedangkan, cerita anak lebih banyak menyoroti kepolosan dan keceriaan dunia bocil (bocah

Keriuhan Menonton Balap Sepeda PON XXI

Setenang apapun karakter seseorang, perlu sesekali bergabung dengan keramaian. Memang ada yang betah sendirian terus? Melihat keriuhan ampuh untuk mengatasi kejenuhan, walaupun tetap pergi sebagai pejuang tunggal. Yang penting jangan hanya mojok seorangan. Coba saja, berkumpul dalam kemeriahan ternyata menyenangkan. Salah satu momen keramaian adalah PON XXI yang sedang berlangsung di Sumut dan Aceh. Entah penggemar olahraga atau tidak, acara ini menjadi kesempatan berkumpul sambil bersorak-sorai melihat atlet. Pasti seru menontonnya berbarengan dengan warga setempat. Berkumpul bukan harus dalam suasana pesta, kan. N obar (nonton bareng) dengan masyarakat tetap meriah, kok. Masyarakat antusias saat menunggu kompetisi PON XXI dimulai Untuk warga Medan dan Banda Aceh, banyak pilihan cabor (cabang olahraga) yang diselenggarakan pada berbagai gedung atau lapangan. Penonton tinggal pilih sesuai minat. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di daerah Pem. Siantar (sekitar 2,5 jam perjalanan dar

KTP dan Sepenggal Cerita Lampau

  KTP ku berpose di atas pohon cabe rawit Generasi Z mungkin banyak yang belum mengenal KTP putih. KTP putih yang dimaksud di sini adalah kartu identitas yang tampilan kertasnya memang berwarna putih. Jadi, enggak ada hubungannya dengan politik, seperti rezim sebelumnya. KTP ini tampilannya jadul habis. Pas fotonya berukuran 2x3 yang dicetak di kios-kios studio foto. Jangan tanya ke mana pas foto digital. Belum ada yang kenal Waktu itu masa kejayaan studio foto dengan film cuci cetaknya. Usaha mereka laku keras karena warga wajib mencetak pas foto ukuran 2x3 atau 3x4. Umumnya, untuk keperluan dokumen. Selain pas foto, yang membuat KTP putih jadul habis adalah data pemiliknya yang diketik manual. Dulu orang belum mengenal komputer dan printer. Semua dokumen dikerjakan dengan mesin tik. Hasilnya? Menggunakan komputer saja masih ada ketikan yang salah, apalagi dengan mesin tik manual. Bagian depan KTP putih memuat simbol provinsi/daerah asal pemiliknya.  Kemudian di sebelah kanan kartu ad

Kolaborasi AI dan RME untuk Pasien Jarak Jauh

Merawat keluarga yang sakit menjadi rumit, terutama ketika mereka sudah tergantung pada bantuan orang lain. Setiap saat harus ada yang memantau kondisinya. Mereka sudah tidak mampu mandiri. Bukan hanya perawatan di rumah, secara rutin keluarga yang sakit perlu dibawa cek kesehatan dengan dokter. Kondisi yang sama pernah saya alami saat merawat Ibu yang mengidap hipertensi. Karena sudah mengalami serangan stroke, kondisi Ibu harus terus dipantau. Kami sering mengukur tensinya, rutin memberikan obat anti hipertensi, bahkan mengecek kesehatannya jika beliau terbangun dini hari. Tensi melonjak bisa terjadi kapan saja dan serangan stroke muncul pada saat tak terduga. Yang paling rumit selama merawat Ibu adalah ketika harus cek kesehatan pada dokter di rumah sakit. Karena sudah tidak mampu berjalan dan hanya berbaring di ranjang, kami harus membopong Ibu. Di sana memang tersedia kursi roda saat kami mengantre di depan ruang konsultasi dokter. Namun, urusan di rumah sakit cukup menyita waktu